Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Perjalanan PT Sritex, Raksasa Tekstil Sejak Orde Baru yang Kini Tumbang
24 Oktober 2024 12:53 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Salah satu produsen tekstil terbesar di Indonesia, PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) alias PT Sritex resmi dinyatakan pailit. Perusahaan yang didirikan oleh H.M. Lukminto pada 1966 atau sejak era orde baru ini pernah berjaya dengan menjadi pemasok seragam militer untuk berbagai negara, termasuk NATO dan militer Jerman.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Semarang, pemohon PT Indo Bharta Rayon, Abraham Devrian, menyebut PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya telah lalai dalam memenuhi kewajiban pembayarannya kepada pemohon.
Sebelum dinyatakan pailit, Sritex menyandang status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) sementara sejak 6 Mei 2021.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," bunyi petitum perkara tersebut, dikutip Kamis (24/10).
kumparan sudah menghubungi manajemen Sritex. Namun, belum ada respons dari manajemen terkait bangkrutnya raksasa tekstil itu.
Sejarah PT Sritex
PT Sritex didirikan pada 1966 oleh H.M. Lukminto yang berawal dari sebuah toko kecil di Pasar Klewer, Solo. Pada 1968, pabrik cetak pertama Sritex dibuka dengan memproduksi kain putih dan berwarna.
ADVERTISEMENT
Kemudian pada 1978, Sritex terdaftar dalam Kementrian Perdagangan sebagai perseroan terbatas. Selanjutnya pada 1982, Lukminto berhasil mendirikan pabrik tenun pertamanya.
Pada 1992, Sritex memperluas pabrik dengan empat lini produksi yakni pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana. Semua lini produksi tersebut dilakukan dalam satu atap.
Pada 1994, Sritex berhasil menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman.
Sritex selamat dari krisis moneter di tahun 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai delapan kali lipat, dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992.
Sritex terus berkembang hingga sahamnya berhasil melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 2013 dengan kode SRIL. Namun, saham SRIL sempat disuspensi sejak 18 Mei 2021 karena penundaan pembayaran pokok dan bunga medium term note (MTN) tahap III 2018 ke-6 (USD- SRIL01X3MF). Suspensi tersebut berlanjut sampai 18 Mei 2023. BEI berulang kali memberikan surat peringatan potensi delisting pada emiten sektor tekstil tersebut.
ADVERTISEMENT
Direktur Keuangan Sritex Welly Salam menyebut restrukturisasi anak perusahaan di Singapura, yaitu Golden Mountain Pte LTD, masih belum selesai dengan para kreditur.
“Kita sangat memahami BEI memiliki potensi aturan delisting, tapi kami terus berkomunikasi dengan BEI di mana tahun lalu kami sudah meminta dilakukan relaksasi oleh BEI untuk meminta ditinjau ulang sampai akhir tahun 2024 menunggu adanya penyelesaian restrukturisasi,” ujar Welly dalam paparan publik virtual, Selasa (25/4/2024).
Akibat krisis ini, ribuan pekerja harus di-PHK dan beberapa pabrik Sritex terpaksa ditutup. Pada Juni lalu, Sritex telah melakukan PHK sebanyak hampir 3.000 karyawan atau 35 persen dari total karyawan. Perusahaan mengakui masih mempekerjakan 11.000 karyawan.
Direktur Independen Sri Rejeki Isman, Regina Lestari Busono, mengatakan perusahaan mengalami penurunan kinerja karena pesanan yang diterima tidak sebanyak sebelum COVID-19. Sehingga kapasitas produksi harus disesuaikan, termasuk efisiensi biaya untuk menjaga kesinambungan perusahaan beroperasi.
ADVERTISEMENT
“Perusahaan terpaksa memangkas tenaga kerja sebanyak 35 persen sejak awal meledaknya COVID-19,” ujar Regina dalam paparan publik SRIL virtual, Selasa (25/6).
Sritex memiliki fasilitas produksi sebanyak 37 pabrik yang tersebar di beberapa lokasi di Jawa Tengah, yaitu Sukoharjo, Semarang dan Boyolali. Pabrik terbesar berada di Sukoharjo menempati 79 hektare lahan.
“Untuk efisiensi tenaga kerja, kalau dilihat dari tahun audited 2001 ya kalau enggak salah, itu sekitar 17.000. Kemudian saya mengacu pada hari ini di sekitar 11.000. Jadi total itu mungkin memang lebih besar sekitar 35 persen,” tutur Regina.
“Kalau di tahun ini memang kita melakukan (PHK) sekitar hampir 3.000, karena memang kondisinya di tahun 2023 itu cukup berat karena memang terlihat dari order yang turun cukup drastis. Memang itu juga mempengaruhi dari kapasitas perusahaan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT