Pertama di RI, Smelter RKEF Vale Indonesia di Morowali Pakai PLTGU dari LNG

10 Februari 2023 17:27 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Groundbreaking Proyek IGP Morowali milik PT Vale Indonesia, Xinhai, dan TISCO. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Groundbreaking Proyek IGP Morowali milik PT Vale Indonesia, Xinhai, dan TISCO. Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
ADVERTISEMENT
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) melaksanakan peletakan batu pertama (groundbreaking) proyek Indonesia Growth Project (IGP) Morowali, proyek penambangan dan pengolahan nikel terintegrasi di Morowali, Sulawesi Tengah.
ADVERTISEMENT
Proyek ini mencakup pertambangan nikel yang berada di Blok Bahodopi, Desa Bungku Timur, dan pabrik pengolahan mineral atau smelter nikel berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) di Desa Sambalagi.
Vale Indonesia menggandeng Taiyuan Iron & Steel (Grup) Co., Ltd (TISCO) dan Shandong Xinhai Technology Co., Ltd (Xinhai) dalam pembangunan smelter RKEF dan membentuk perusahaan patungan PT Bahodopi Nickel Smelting Indonesia (PT BNSI).
Kondisi pembangunan smelter RKEF Vale Indonesia di Desa Sambalagi, Morowali, saat pelaksanaan groundbreaking, Rabu (10/2/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan proyek ini ditargetkan selesai dalam 2,5 tahun atau hingga 2025. Proyek ini merupakan smelter RKEF pertama di Indonesia yang menggunakan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU).
"Ini adalah pabrik green smelter pertama yang saya lihat. Ini adalah basisnya gas LNG (liquified natural gas)," ujarnya saat agenda groundbreaking Proyek IGP Morowali di Sambalagi, Jumat (10/2).
ADVERTISEMENT
Airlangga menuturkan, banyak ketidakpastian yang dihadapi Indonesia dalam upaya hilirisasi, termasuk gugatan kepada World Trade Organization. Namun dia memastikan pemerintah berkomitmen dalam mendukung kegiatan pertambangan terintegrasi.
Kondisi pembangunan smelter RKEF Vale Indonesia di Desa Sambalagi, Morowali, saat pelaksanaan groundbreaking, Rabu (10/2/2023). Foto: Fariza Rizky Ananda/kumparan
"Nilai tambah itu baik secara bisnis dekat dengan lokasi di mana bahan baku itu berada, sehingga integrasi mining dan manufaktur bisa terjadi. Tanpa kebijakan hilirisasi mungkin pabriknya di tempat lain, tambangnya di tempat lain," jelasnya.
Sementara itu, Presiden Direktur Vale Indonesia, Febriany Eddy, menuturkan investasi proyek ini mencapai Rp 37,5 triliun. Vale Indonesia akan bertanggung jawab membangun tambang nikel, sementara Smelter RKEF dibangun bersama Xinhai dan TISCO melalui PT BNSI.
"Smelter ini akan memanfaatkan sumber listrik dari gas alam yang emisi karbonnya setengah dari batu bara dan memiliki kapasitas sampai 500 megawatt (MW)," tutur Febriany.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, lanjut dia, pabrik ini akan memiliki intensitas karbon kedua terendah di Indonesia setelah pabrik Vale Indonesia di Sorowako yang saat ini 100 persen menggunakan pembangkit listrik tenaga air (PLTA).
"Dengan menggunakan tenaga yang ramah lingkungan ini maka kami bisa mengurangi emisi karbon sampai 2 juta ton per tahun," imbuh Febriany.
Dia menambahkan, Smelter RKEF Sambalagi akan memproduksi 73 ribu ton nikel per tahun. Hasil produksi ini akan mendukung industri baja tahan karat dengan kerja sama TISCO yang memiliki pasar yang lebih besar.
"Saya juga sudah bicara dengan Chairman (Xinhai) Wang Wenlong, kita sepakat akan kita kaji langsung pembangunan baja setelah RKEF, mudah-mudahan bisa lebih dalam hilirisasinya," jelasnya.
Lebih lanjut, proyek ini akan menyerap tenaga kerja sekitar 12-15 ribu orang pada puncak konstruksi dan 3 ribu pada masa operasi. Febriany memastikan akan mengutamakan tenaga kerja lokal meningkatkan kompetensi pelatihan tenaga kerja.
ADVERTISEMENT