Perusahaan Smelter Bantah Tumbang karena Relaksasi Ekspor Konsentrat

9 Agustus 2017 18:32 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Smelter  (Foto: Wikimedia Commons )
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Smelter (Foto: Wikimedia Commons )
ADVERTISEMENT
Sejumlah perusahaan pengolahan dan pemurnian atau smelter membantah pernyataan Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia yang menyatakan adanya 11 perusahaan tumbang akibat kebijakan pemerintah memberikan relaksasi ekspor konsentrat melalui PP Nomor 1 Tahun 2017.
ADVERTISEMENT
Beberapa perusahaan smelter yang dikabarkan tumbang antara lain PT Blackspace, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT COR Industri, dan PT Megah Surya.
PT Blackspace, perusahaan asal Rusia yang mewakili 5 perusahaan tersebut, mengklaim pembangunan smelter mereka masih berjalan. Bahkan perusahaan yang baru beroperasi 2,5 tahun di Indonesia ini sudah menggelontorkan investasi yang besar untuk pembangunan pabrik smelter.
"Kami sudah mengeluarkan lebih dari Rp 2 triliun untuk tambang dan smelter," kata Direktur Pengembangan Bisnis Blackspace, Yosef Paskananda, dalam konferensi pers di Noble House, Kuningan, Jakarta, Rabu (9/8).
Menurut Yosef, perusahaan berencana membangun 52 line smelter di Morowali, Sulawesi Tengah. Saat ini ada 10 smelter feronike yang sedang dalam tahap pembangunan.
ADVERTISEMENT
"Sudah ada 2 smelter yang commissioning, jadi sudah beroperasi tapi belum bisa menjual karena sedang kita finalisasi kadar nikelnya berapa yang dibutuhkan market. Untuk kapasitasnya 1 line 350 ribu ton per tahun," ujar Yosef.
Yosoef mengaku perusahaannya memiliki dua konsesi tambang nikel yaitu di Morowali dan Kabaena, Sulawesi Tenggara. Adapun cadangannya kira-kira mencapai 50 juta ton.
"Kami mendukung sepenuhnya peraturan pemerintah untuk mendorong pembangunan smelter. Apalagi dengan adanya smelter bisa meningkatkan jumlah tenaga kerja," jelasnya.
Menurut dia, peraturan pemerintah soal pemberian izin ekspor konsentrat dengan kadar rendah justru menguntungkan industri nikel. "Ya kan yang dibolehkan (ekspor) berkadar rendah, jadi memang tidak laku di Indonesia dan harganya murah," ujarnya.
Sebelumnya Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia, Jonathan Handojo, mengatakan kebijakan relaksasi ekspor konsentrat melalui PP Nomor 1 Tahun 2017 dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 dan 6 Tahun 2017 telah membuat 11 perusahaan smelter berhenti beroperasi.
ADVERTISEMENT
Adapun 11 smelter yang berhenti beroperasi tersebut adalah PT Karyatama Konawe Utara, PT Macika Mineral Industri, PT Bintang Smelter Indonesia, PT Huadi Nickel, PT Titan Mineral, PT COR Industri, PT Megah Surya, PT Blackspace, PT Wan Xiang, PT Jinchuan, dan PT Transon.
Sedangkan, 12 perusahaan smelter nikel yang merugi yaitu PT Fajar Bhakti, PT Kinlin Nickel, PT Century, PT Cahaya Modern, PT Gebe Industri, PT Tsingshan (SMI), PT Guang Ching, PT Cahaya Modern, PT Heng Tai Yuan, PT Virtue Dragon, PT Indoferro dan PT Vale Indonesia Tbk.