Polling: Pertamina Akan Rilis BBM Baru, Kamu Tertarik Coba?

15 Juli 2024 16:18 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas mengisi bahan bakar minyak ke kendaraan konsumen di SPBU 5483203, Mataram, NTB, Kamis (4/4/2024). Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
zoom-in-whitePerbesar
Petugas mengisi bahan bakar minyak ke kendaraan konsumen di SPBU 5483203, Mataram, NTB, Kamis (4/4/2024). Foto: ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan akan ada produk Bahan Bakar Minyak (BBM) baru yang rendah sulfur dan ramah lingkungan. Rencananya produk itu akan diujicobakan mulai 17 Agustus 2024.
ADVERTISEMENT
Arifin mengatakan, pemerintah sedang menggodok produk BBM rendah sulfur untuk mengurangi gas buang di sektor transportasi. Nantinya diproduksi PT Pertamina (Persero).
"Kita kan sekarang udara kita banyak emisi jadi bagaimana kita bisa kurangi, supaya hidup sehat jadi alternatifnya pake BBM rendah sulfur," ungkap Arifin saat di kantor Kementerian ESDM, Jumat (12/7).
Pemerintah, kata Arifin, akan menentukan bahan bakar nabati (BBN) sebagai bahan pencampur BBM untuk mengurangi kandungan sulfurnya menjadi di bawah 50 ppm.
"Kita cari bahan pencampur yang bisa mengurangi sulfur konten kita sekarang masih 500 ppm, kalau standarnya Euro V di bawah 50, tapi menuju itu ongkosnya ada, tapi kita belum kelar sih (kajian)," jelas Arifin.
Dengan begitu, masih terbuka kemungkinan apakah BBM tersebut merupakan campuran dari Bahan Bakar Nabati (BBN) dengan kadar yang berbeda, baik itu minyak sawit (CPO) atau biodiesel yang saat ini sudah dicampur dengan solar subsidi, maupun etanol seperti produk bensin Pertamax Green 95.
ADVERTISEMENT
Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, menuturkan masing-masing kedua BBN sangat baik, namun kualitasnya tergantung proses produksi dan ketahanan pasokannya karena diperlukan sebagai bahan pangan.
"Justru pertimbangan utamanya dari aspek keekonomian dan kepastian supply. Baik bioetanol maupun biodiesel sama-sama terjadi dilema antara konversi ke pangan atau energi," jelasnya kepada kumparan, Minggu (14/7).
Ali menilai, dari sisi kepastian pasokan, CPO atau biodiesel memang lebih jelas suplainya karena banyaknya perkebunan sawit skala besar.
"Tinggal masalah harganya (mahal atau tidak)," imbuhnya.
Pengamat Ekonomi Energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Fahmy Radhi, juga turut memprediksi harga BBM rendah sulfur itu akan lebih mahal.
“Harganya pasti lebih mahal, apakah itu Green Pertamax atau campuran etanol tapi itu rendah sulfur. Pasti harganya lebih mahal,” ujar Fahmy kepada kumparan, Sabtu (13/7).
ADVERTISEMENT
Lantas, apakah kamu berniat mencoba BBM baru ini? Sampaikan jawabanmu dalam polling kumparan di bawah ini. Berikan juga pendapatmu dalam kolom komentar.