Populer: Pulsa hingga Token Listrik Kena Pajak; Ramai Transaksi Dirham di RI

30 Januari 2021 6:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga memasukan pulsa token listrik di tempat tinggalnya, di Jakarta, Selasa (1/4/2020). Foto: Antara/Nova Wahyudi
zoom-in-whitePerbesar
Warga memasukan pulsa token listrik di tempat tinggalnya, di Jakarta, Selasa (1/4/2020). Foto: Antara/Nova Wahyudi
ADVERTISEMENT
Penjualan pulsa, kartu perdana, token listrik, hingga voucer dikenakan pajak hingga transaksi menggunakan dinar dan dirham menjadi yang paling banyak dibaca selama Jumat.
ADVERTISEMENT
Berikut kumparan rangkum sejumlah berita terpopuler berikut:
Sri Mulyani Pungut Pajak Jualan Pulsa hingga Token Listrik
Menteri Keuangan Sri Mulyani akan memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) untuk penjualan pulsa prabayar, kartu perdana, token, dan voucher mulai 1 Februari 2021.
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6 Tahun 2021, yang diteken Sri Mulyani 22 Januari 2021.
Dalam beleid tersebut ditulis, kegiatan pemungutan PPN dan PPh atas pulsa, kartu perdana, token, dan voucher perlu mendapat kepastian hukum, menyederhanakan administrasi dan mekanisme pemungutan oleh penyelenggara distribusi pulsa.
“Perlu mengatur ketentuan mengenai penghitungan dan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai serta Pajak Penghasilan atas penyerahan/penghasilan sehubungan dengan penjualan pulsa, kartu perdana, token, dan voucher,” seperti dikutip dari aturan tersebut, Jumat (29/1).
ADVERTISEMENT
Adapun pulsa tersebut meliputi pulsa prabayar, kartu perdana, voucher fisik dan elektronik. Sementara token dimaksud adalah token listrik.
Untuk voucher meliputi voucher belanja (gift voucher), voucher aplikasi atau konten daring, termasuk voucher permainan daring (online game).
Hanya untuk Distributor, Bukan Konsumen
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak menegaskan bahwa pengenaan PPN dan PPh tersebut sudah berlaku selama ini, sehingga tidak terdapat jenis dan objek pajak baru.
“Pulsa dan kartu perdana, pemungutan PPN hanya sampai distributor tingkat II (server), sehingga untuk rantai distribusi selanjutnya, seperti dari pengecer ke konsumen langsung tidak perlu dipungut PPN lagi,” ujar Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama dalam keterangannya, Jumat (29/1).
Konter Pulsa Foto: Iqbal Dwiharianto/kumparan
Selain itu, distributor pulsa juga dapat menggunakan struk tanda terima pembayaran sebagai Faktur Pajak, sehingga tidak perlu membuat lagi Faktur Pajak secara elektronik (e-Faktur).
ADVERTISEMENT
Untuk token listrik, PPN dikenakan hanya atas jasa penjualan/pembayaran token listrik berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual token, bukan atas nilai token listriknya.
Sedangkan untuk voucher, PPN hanya dikenakan atas jasa pemasaran voucher, berupa komisi atau selisih harga yang diperoleh agen penjual voucher, bukan atas nilai voucher itu sendiri.
“Hal ini dikarenakan voucher diperlakukan sebagai alat pembayaran atau setara dengan uang yang memang tidak terutang PPN,” jelasnya.
Vtube Ditetapkan Bodong oleh OJK
Vtube yang dikelola PT Future View Tech telah dinyatakan Satgas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan atau OJK, sebagai entitas investasi ilegal alias investasi bodong. Meski status itu belum berubah, namun tawaran investasi di Vtube belakangan kembali marak.
ADVERTISEMENT
Status sebagai investasi ilegal sebelumnya diterbitkan Satgas Waspada Investasi OJK pada Juni 2020 lalu. Saat itu ada 99 entitas yang dinyatakan Satgas Waspada Investasi sebagai investasi ilegal, salah satunya PT Future View Tech (Vtube).
"Investasi uang tanpa izin dengan menawarkan keuntungan Rp 200.000-Rp 70.000.000 (dua ratus ribu rupiah hingga tujuh puluh juta rupiah) hanya dengan mengklik iklan," demikian penjelasan soal praktik bisnis Vtube, seperti dinyatakan Satgas Waspada Investasi OJK, Juni 2020 lalu.
Vtube mengklaim sebagai aplikasi mirip Youtube. Kepada membernya, dia menjanjikan penghasilan mulai Rp 200.000 hingga jutaan rupiah per bulan. Caranya hanya dengan menonton tayangan iklan video selama 5-10 menit per hari.
Ramai Transaksi Dinar dan Dirham
Penggunaan koin dinar dan dirham sebagai alat tukar tengah ramai di sosial media. Transaksi di Pasar Muamalah, Beji, Depok, tidak menggunakan mata uang rupiah.
ADVERTISEMENT
Keberadaan koin dirham dan dinar memang diperbolehkan di Tanah Air. Namun, penggunaannya hanya sebatas pembayaran zakat, mahar, maupun investasi.
Pasar di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji Kota Depok bertransaksi menggunakan uang dirham dan bertukar barang karena bertujuan untuk mencegah riba. Foto: Dok. Istimewa
Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter sekaligus sistem pembayaran, dengan tegas melarang penggunaan dinar dan dirham sebagai alat pembayaran di Tanah Air.
Berdasarkan Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah.
BI juga mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dan menghindari penggunaan alat pembayaran selain rupiah.
ADVERTISEMENT
“Dalam hal ini kami menegaskan bahwa dinar, dirham, atau bentuk-bentuk lainnya selain uang rupiah, bukan merupakan alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI,” ujar Direktur Eksekutif Kepala Departemen Kebijakan Moneter BI Erwin Haryono dalam keterangannya, Jumat (29/1).