Progres Smelter Bauksit Mandek, Menperin Sebut Solusinya Insentif di Hilir

12 Juni 2023 14:08 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tambang bauksit Antam di Tayan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tambang bauksit Antam di Tayan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menilai butuh insentif dari sisi hilir untuk menggenjot progres pembangunan fasilitas pemurnian mineral atau smelter bauksit.
ADVERTISEMENT
Hal ini menyusul larangan ekspor bijih bauksit yang berlaku mulai 10 Juni 2023 sesuai amanat UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Minerba. Bijih bauksit yang tidak bisa diekspor harus bisa diserap oleh industri dalam negeri agar pengusaha tambang tak merugi.
Agus mengakui bahwa tantangan industri hilirisasi bauksit ini adalah economic of scale atau upaya menurunkan biaya produksi per unit dari suatu perusahaan, bersamaan dengan meningkatnya jumlah produksi.
"Itu harus dibantu oleh pemerintah untuk diciptakan agar economic of scale dari investasi downstreaming bukan hanya untuk bauksit, tapi untuk yang lain-lain itu bisa ada," jelasnya saat rapat kerja dengan Komisi VII DPR, Senin (12/6).
Dia menuturkan, insentif atau stimulus pemerintah untuk investasi smelter sebenarnya sudah banyak. Namun, kata dia, para investor juga menginginkan kepastian market atau pasar yang seharusnya diperhatikan pemerintah.
ADVERTISEMENT
Adapun salah satu produk hilir dari bauksit adalah aluminium. Menurut Agus, sudah banyak perusahaan pengolahan aluminium besar seperti PT Bintan Alumina Indonesia (BAI) yang menjadi perhatian pemerintah.
"Memang harus dikejar perusahaan-perusahaan lain untuk melakukan investasi. Mau tidak mau, kekuatan dari ekonomi kita dari manufaktur. Pertumbuhan ekonomi berbasis manufaktur itu strukturnya lebih kuat dan lebih dalam," tutur Agus.
Berdasarkan catatan Kementerian ESDM, masih banyak smelter bauksit yang masih berupa tanah kosong. Agus berkata, pemerintah juga akan mengejar perusahaan mineral kritis membangun pabrik mendekati lokasi bahan baku yang melimpah di Indonesia.
"Dengan mendekati bahan baku maka mereka mempunyai keuntungan, logistiknya akan lebih baik. Kita petakan bauksit, siapa off taker bauksit yang besar, dia bikin apa, nanti kita berikan insentif agar dia mau pindah ke Indonesia karena dekat dengan bahan bakunya sendiri," pungkas Agus.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin menuturkan dari rencana pembangunan 12 smelter bauksit di Indonesia, 4 smelter di antaranya sudah beroperasi. Sementara 8 smelter masih dalam tahap pembangunan.
"Namun berdasarkan peninjauan di lapangan terdapat perbedaan yang sangat signifikan dengan hasil verifikator independen," ujar Arifin saat rapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (24/5).
Dia menemukan 7 lokasi smelter yang seharusnya sudah ada pembangunan, ternyata masih berupa tanah kosong. Hal ini tidak sesuai dengan verifikasi yang menyatakan beberapa smelter sudah berprogres di atas 50 persen.
Dengan demikian, komoditas ini tidak mendapatkan relaksasi ekspor. Berdasarkan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No 89 Tahun 2023, pemerintah resmi memberikan relaksasi ekspor untuk perusahaan dengan progres pembangunan smelter di atas 50 persen per Januari 2023.
ADVERTISEMENT
Arifin menetapkan lima perusahaan yang mendapatkan relaksasi ekspor hingga Mei 2024, yaitu PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Industri untuk komoditas tembaga, PT Sebuku Iron Lateritic Ores untuk komoditas besi, PT Kapuas Prima Coal untuk komoditas timbal, dan PT Kobar Lamandau Mineral untuk komoditas seng.