PT Sritex Nasibmu Kini

25 Oktober 2024 9:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pabrik Sritex Sukoharjo. Foto: Dok. Sritex
zoom-in-whitePerbesar
Pabrik Sritex Sukoharjo. Foto: Dok. Sritex
ADVERTISEMENT
Perjalanan panjang PT Sri Rejeki Isman Tbk alis PT Sritex menjadi raksasa tekstil di Tanah Air harus berakhir. Perusahaan yang pernah memasok seragam militer untuk berbagai negara, termasuk anggota NATO ini harus mengakui kalau saat ini pailit.
ADVERTISEMENT
Keputusan pailitnya PT Sritex itu sesuai dengan putusan Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang lewat Putusan Pengadilan Negeri Semarang dengan nomor perkara 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
"Menyatakan PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya pailit dengan segala akibat hukumnya," bunyi petitum tersebut.
Dalam putusan itu pemohon perkara adalah Abraham Devrian dan rekan dari PT Indo Bharta Rayon. Pemohon perkara tersebut meminta untuk mengadili PT Sri Rejeki Isman Tbk, PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya yang dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran kepada para pemohon berdasarkan putusan homologasi tanggal 25 Januari 2022. Perkara ini telah didaftarkan sejak 2 September 2024.
ADVERTISEMENT

Perjalanan Panjang Sritex

Dalam sejarahnya, PT Sritex didirikan oleh H.M Lukminto pada 1966. Di tahun 1968, Sritex membuka pabrik cetak pertama yang dapat memproduksi kain putih dan berwarna. Setelah itu, Sritex terdaftar di Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas pada tahun 1978.
Memasuki era 80-an tepatnya di tahun 1982, perusahaan ini akhirnya mendirikan pabrik tenun pertamanya. Langkah Sritex tak hanya sampai situ, di tahun 1992, Sritex memperluas kapasitas pabrik menjadi empat lini produksi yaitu pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana.
Sritex mulai dikenal dunia karena perusahaan ini menjadi salah satu produsen seragam militer untuk negara-negara NATO di tahun 1994.
Karyawan Sritex melaksanakan upacara peringatan HUT ke-74 RI. Foto: Feby Dwi Sutianto/kumparan
Perusahaan ini bisa selamat dari krisis moneter 1998. Bahkan, Sritex tercatat berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai delapan kali lipat, dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada 1992. Pada tahun 2013, Sritex akhirnya melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan kode emiten SRIL.
ADVERTISEMENT
Namun, kinerja Sritex mulai goyang, khususnya saat pandemi COVID-19 melanda. Di BEI, saham SRIL sempat disuspensi sejak 18 Mei 2021. Hal ini karena Sritex melakukan penundaan pembayaran pokok dan bunga medium term note (MTN) tahap III 2018 ke-6 (USD- SRIL01X3MF). Sampai 18 Mei 2023, BEI telah berulang kali memberi surat peringatan potensi delisting kepada Sritex.
Akibat krisis ini, ribuan pekerja harus di-PHK dan beberapa pabrik Sritex terpaksa ditutup. Pada Juni 2024 lalu, Sritex telah melakukan PHK hampir 3.000 karyawan atau 35 persen dari total karyawan. Perusahaan mengakui masih mempekerjakan 11.000 karyawan.
Pada 24 Juni 2024, Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, mengakui ada penurunan kinerja perusahaan akibat pandemi dan persaingan ketat di industri tekstil global.
ADVERTISEMENT
Welly menyebut kelebihan suplai tekstil yang terjadi di China menyebabkan terjadinya dumping harga. Produk dumping tersebut menyasar ke negara di luar Eropa dan yang longgar aturan impornya, salah satunya adalah Indonesia.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi, menyebut saat ini ada 20 pekerja Sritex yang terancam kehilangan pekerjaan tanpa pesangon.
"Saat ini, sekitar 20 ribu pekerja terancam di-PHK tanpa pesangon karena utang perusahaan jauh lebih besar daripada nilai aset,” kata Ristadi kepada kumparan.
Ristadi juga bilang kalau manajemen Sritex tengah melakukan perlawanan hukum dengan mengajukan kasasi untuk membatalkan putusan pailit yang telah diputuskan oleh pengadilan.
Namun, sampai saat ini manajemen belum mau memberikan keterangan resmi dan langkah yang diambil mengenai pailitnya Sritex.
ADVERTISEMENT