Ramai Transaksi Pakai Dinar & Dirham, BI Perlu Sosialisasi Rupiah Secara Masif

29 Januari 2021 18:32 WIB
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga menunjukan Uang Peringatan Kemerdekaan (UPK) 75 tahun kemerdekaan Indonesia senilai Rp 75 ribu. Foto: Adiwinata Solihin/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga menunjukan Uang Peringatan Kemerdekaan (UPK) 75 tahun kemerdekaan Indonesia senilai Rp 75 ribu. Foto: Adiwinata Solihin/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Penggunaan mata uang asing di Tanah Air jelas dilarang oleh otoritas moneter, yakni Bank Indonesia (BI). Namun, beberapa waktu terakhir ini masyarakat dikejutkan dengan beredarnya video di Pasar Muamalah, Depok, Jawa Barat yang menggunakan koin dinar dan dirham dalam bertransaksi jual beli.
ADVERTISEMENT
Peneliti Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy mengatakan, kasus tersebut perlu menjadi perhatian BI. Bank sentral pun diminta untuk semakin masif melakukan sosialisasi penggunaan mata uang rupiah.
“Sementara untuk kasus penggunaan mata uang dinar, saya kira ini yang perlu menjadi perhatian karena motifnya menggantikan rupiah sebagai alat transaksi yang sah. Jadi memang perlu ada tindak lanjut,” kata Yusuf kepada kumparan, Jumat (29/1).
“Apa yang dilakukan BI pun adalah sebatas regulator, perlu kembali melakukan sosialisasi masif mengenai penggunaan mata uang rupiah,” lanjutnya.
Pasar di Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Beji Kota Depok bertransaksi menggunakan uang dirham dan bertukar barang karena bertujuan untuk mencegah riba. Foto: Dok. Istimewa
Dia melanjutkan, BI perlu berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk melakukan pemeriksaan maupun penindakan terhadap transaksi mata uang asing di Indonesia .
“Saya kira tidak perlu membuat satgas, karena sifatnya penggunaan juga masih minor tapi lebih berkoordinasi ke pihak-pihak terkait yang sifatnya bisa melakukan pemeriksaan ataupun penindakan seperti misalnya Polisi atau Satpol PP,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Selain persoalan transaksi koin dinar dan dirham yang baru-baru ini terjadi, penggunaan mata uang asing sebenarnya sudah terjadi di beberapa wilayah perbatasan Indonesia.
Di Batam misalnya, masyarakat seakan “kucing-kucingan” menggunakan dolar Singapura. Begitu juga di Entikong, yang lebih banyak menggunakan ringgit dibandingkan rupiah.
“Dalam hal penggunaan mata uang asing di perbatasan misalnya (Singapura dan Serawak, Malaysia) masyarakat di sana menggunakan mata uang asing karena beberapa barang kebutuhan sehari-hari itu lebih mudah didapatkan di perbatasan negara tetangga,” kata Yusuf.
Hal tersebut pun mendorong masyarakat di perbatasan untuk menggunakan mata uang asing. Selain karena aksesnya yang lebih mudah didapatkan, barang-barang dari perbatasan negara tetangga juga lebih murah.
“Jadi ada dilema dalam kondisi ini. Pada akhirnya penggunaan mata uang asing ini (di perbatasan) kembali lagi kepada masalah pemeretaan ekonomi yang menjadi pekerjaan rumah stakeholder terkait,” sebutnya.
ADVERTISEMENT
“Bagaimana mendorong harga yang lebih rendah di daerah perbatasan tentu bukanlah sesuatu yang ringan karena banyak faktor penyebabnya,” pungkasnya.