Regasifikasi LNG Tak Jamin Harga Gas Murah, Kompensasi ke BUMN Harus Jelas

9 Juli 2024 20:44 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi tanker LNG.  Foto: Stefan Dinse/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi tanker LNG. Foto: Stefan Dinse/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah memerintahkan BUMN membangun infrastruktur regasifikasi Liquified Natural Gas (LNG) atau gas alam cair. Tugas baru ini akan diemban PT Pertamina (Persero) dan anak usaha sebagai penyedia gas bumi untuk industri.
ADVERTISEMENT
Mandat baru ini diberikan usai Presiden Jokowi melanjutkan program Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) untuk 7 industri tahun depan. Ketujuh industri tersebut adalah industri pupuk, petrokimia, oleokimia, baja, keramik, gelas kaca, dan sarung tangan karet dengan harga gas murah masih dipatok USD 6 per MMBTU.
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pengadaan regasifikasi LNG memang bisa menambah pasokan gas bumi di tengah mulai berkurangannya pasokan gas pipa. Tapi tak otomatis membuat harga gas bumi menjadi murah.
“Yang namanya LNG itu pasti lebih mahal karena ada 3 kali cost (biaya) yang akan ditambahkan, ada additional cost paling tidak ada 3 elemen. Jadi dengan menugaskan Pertamina bangun infrastruktur apalagi LNG terus berekspektasi harga gas murah, itu logikanya terbalik,” katanya saat dihubungi kumparan, Selasa (9/7).
ADVERTISEMENT
Pertama, biaya transportasi, termasuk saat LNG dikirim dari Singapura lalu dibawa ke Jakarta. Kedua, biaya pengolahan dari gas ke cair. Ketika sampai di Jakarta gas yang sudah dicairkan harus diubah lagi ke gas agar bisa dipakai (regasifikasi).
Ilustrasi tanker LNG. Foto: Aerial-motion/Shutterstock
Hal lain yang harus diperhatikan pemerintah adalah harga gas di pasar global. Karena berkiblat pada harga internasional, rentan fluktuatif. Dengan panjangnya proses regasifikasi hingga ke plant gate ditaksir bisa lebih dari USD 12 per MMBTU, jauh dari harga yang dipatok pemerintah USD 6 per MMBTU.
“Ini yang harus disadari oleh pemerintah bukan menugaskan itu supaya HGBT bisa jalan terus, bukan. Ini lebih ke ketersediaan pasokan, jangan sampai salah ekspektasi, ketika Pertamina sudah ditugaskan, lalu harganya bisa murah. Ini dua hal yang berbeda,” terangnya.
ADVERTISEMENT
Komaidi menilai tujuan Jokowi melanjutkan HGBT untuk meningkatkan daya saing industri dalam negeri merupakan hal positif. Tapi harga gas murah hanya salah satu dari 15 variabel terdongkraknya daya saing.
Hal yang sama juga dikatakan Founder & Advisor ReforMiner Institute (Research Institute for Mining and Energy Economics) Pri Agung Rakhmanto. Menurutnya, penugasan baru ini seharusnya tidak menjadi hambatan untuk BUMN energi asal pemerintah mau memberikan insentif, termasuk kompensasi.
Kebijakan ini juga membuat potensi penerimaan negara berkurang. Dengan porsi 70 persen bagian pemerintah dan 30 persen porsi kontraktor seperti Pertamina, penerimaan negara di hulu migas 2020-2022 nyaris Rp 30 triliun dan tahun ini Rp 15,6 triliun.
“Jadi penugasan kepada BUMN tidak masalah sepanjang diberikan kompensasi yang jelas dan ini perlu diatur secara jelas lewat regulasi; misal melalui UU APBN,” tegas Pri Agung.
ADVERTISEMENT