RI Alami Deflasi, Apakah Baik atau Buruk untuk Perekonomian?

1 September 2020 17:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pedagang sembako di pasar jaya Mampang Prapatan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pedagang sembako di pasar jaya Mampang Prapatan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Siapa yang tak senang mendengar jika harga bahan pangan atau bahan pokok mengalami penurunan. Tapi, tahukah kamu, kalau penurunan harga ini tak selamanya berdampak baik pada perekonomian?
ADVERTISEMENT
Untuk mengukur kenaikan atau penurunan harga di masyarakat, pemerintah menggunakan Indeks Harga Konsumen (IHK). Ketika tingkat IHK berada di bawah 0 persen, maka disebut deflasi.
Ada 90 kota di seluruh provinsi yang akan dilakukan survei IHK oleh Badan Pusat Statistik (BPS) setiap bulannya.
Selain melalui survei, IHK juga bisa terlihat dari indikator jumlah uang yang beredar oleh bank sentral. Deflasi terjadi ketika jumlah barang yang beredar lebih banyak dibandingkan jumlah uang beredar.
Selama Agustus 2020, BPS mencatat IHK mengalami deflasi 0,05 persen secara bulanan (mtm), melanjutkan bulan sebelumnya yang juga deflasi 0,1 persen (mtm). Namun secara tahunannya terjadi inflasi 1,32 persen (yoy).
Sepanjang Januari - Agustus 2020, terjadi inflasi 0,93 persen (ytd). Padahal di periode yang sama tahun lalu, inflasi mencapai 2,48 persen (ytd).
ADVERTISEMENT

Dampak Deflasi

Deflasi yang terjadi selama dua bulan berturut-turut ini karena permintaan atau demand masyarakat terhadap barang dan jasa sangat rendah. Sementara suplai barang dan jasa melimpah. Sehingga yang terjadi adalah penurunan harga.

PHK Meningkat

Bayangkan, jika perusahaan memproduksi barang dalam jumlah normal maupun besar, namun hanya sedikit yang terserap di pasaran. Hasilnya, perusahaan mau tak mau harus mengurangi kapasitas produksinya.
Jika hal tersebut berlangsung dalam waktu lama, maka perusahaan akan mengurangi produksi. Imbasnya, perusahaan akan melakukan PHK kepada sejumlah karyawannya.
Hal tersebut pun tengah terjadi di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) hingga 31 Juli 2020, sebanyak 3,5 juta pekerja terkena PHK maupun dirumahkan.
Konferensi Pers Tahunan BPS di Kantor Pusat, Jakarta Pusat, Kamis (2/1). Foto: Abdul Latif/kumparan

Pemangkasan Gaji

Bagi perusahaan, jika deflasi berlangsung secara lama, tentu akan berimbas pada gaji karyawan. Perusahaan akan menahan kenaikan gaji atau bahkan memangkas gaji karyawan demi mengirit biaya.
ADVERTISEMENT

Kredit Seret

Akibat deflasi, nasabah akan menahan diri untuk mengambil kredit baru. Bahkan kredit yang sudah berjalan pun bisa berpotensi mengalami masalah hingga macet. Jika kredit macet meningkat, sektor keuangan seperti bank akan mengalami kerugian besar.
Untuk hal ini, bank sentral akan menurunkan suku bunga acuan demi suku bunga bank turun. Ini dilakukan demi memacu penyaluran kredit.

Pola Konsumsi Berubah

Masyarakat juga akan cenderung menahan konsumsi. Mereka akan memilih menyimpan dananya ketimbang belanja.
Bahkan investasi yang dianggap minim risiko, seperti SBN, emas dan perhiasan, akan meningkat. Inilah yang telah terjadi di Indonesia.
Meski daya beli rendah, masyarakat tetap memburu emas dan perhiasan. Inflasi emas dan perhiasan sepanjang Januari - Agustus 2020 mencapai 35,32 persen, melesat dibandingkan harga pokok dan pangan yang justru mencatatkan deflasi.
ADVERTISEMENT

Resesi

Deflasi bisa menjadi salah satu indikator terjadinya resesi ekonomi suatu negara, meskipun hal ini bukan satu-satunya dan tak selalu identik.
Tapi jika deflasi berlangsung lama dan tak ada upaya berarti dari pemerintah maupun regulator, maka konsumsi akan menurun. Akibatnya, perekonomian juga bisa minus.
Di kuartal II 2020, pertumbuhan ekonomi Tanah Air minus 5,32 persen (yoy), padahal kuartal sebelumnya masih positif 2,97 persen (yoy). Konsumsi pun anjlok menjadi minus 5,5 persen, dari kuartal sebelumnya masih 2,83 persen.

Cara Mengatasi Deflasi

Untuk mengatasi deflasi, pemerintah perlu memberikan meningkatkan bantuan langsung tunai kepada masyarakat. Cara ini dinilai ampuh untuk meningkatkan masyarakat, khususnya golongan kelas bawah, untuk berbelanja.
Namun untuk kalangan menengah dan atas, pemerintah perlu melakukan strategi demi mendorong konsumsi kelas ini. Apalagi di tengah situasi pandemi, golongan menengah dan atas perlu diberi diyakinkan bahwa situasi aman untuk mereka kembali melakukan konsumsi.
ADVERTISEMENT
Di tengah situasi pandemi ini, salah satu faktor yang menjadi tingkat kepercayaan kelas menengah dan atas adalah situasi aman, dalam artian jumlah kasus corona menurun.
Sayangnya, situasi saat ini kebalikannya. Kasus COVID-19 di Indonesia terus meningkat setiap harinya.
Sepanjang Agustus 2020, kasus COVID-19 tembus 66.420 kasus. Jumlah itu tercatat sebagai yang tertinggi dalam sebulan, sejak corona mewabah di Indonesia pada Maret lalu.