Ribut di Garuda: Laporan Keuangan Ditolak CT hingga Rombak Direksi

25 April 2019 7:50 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia. Foto: Dok. Garuda Indonesia
zoom-in-whitePerbesar
Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Garuda Indonesia. Foto: Dok. Garuda Indonesia
ADVERTISEMENT
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada Rabu (24/4) kemarin. Terdapat 7 mata acara yang dijalankan sesuai usulan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno.
ADVERTISEMENT
Adapun dalam RUPST itu, terdapat beberapa hal yang tak biasa, mulai dari terdapat selisih paham antara jajaran komisaris dengan direksi, hingga penggabungan 2 direktorat menjadi 1 dan pemangkasan jumlah komisaris. Berikut kumparan rangkum, Kamis (25/4):
1. Kubu CT Tolak Laporan Keuangan Garuda Indonesia
Laporan keuangan emiten berkode GIAA tahun 2018 ditolak oleh dua komisarisnya, yakni Chairal Tanjung dan Doni Oskaria. Kedua komisaris tersebut merupakan perwakilan dari PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd yang menguasai 28,08 persen saham GIAA. Trans Airways merupakan perusahaan milik pengusaha Chairul Tanjung (CT).
Alasan keduanya menolak laporan keuangan tersebut, berhubungan dengan Perjanjian Kerjasama Penyediaan Layanan Konektivitas Dalam Penerbangan antara PT Mahata Aero Teknologi dan PT Citilink Indonesia tanggal 31 Oktober 2018 lalu beserta perubahannya.
ADVERTISEMENT
GIAA diketahui memang menjalin kerja sama tersebut untuk menyediakan layanan wifi gratis pada sejumlah pesawat. Dari kerja sama tersebut GIAA sejatinya memang memperoleh pendapatan baru. Namun menurut Chairal yang merupakan adik CT, pendapatan GIAA dari Mahata sebesar USD 239,94 juta serta USD 28 juta yang didapatkan dari bagi hasil dengan PT Sriwijaya Air seharusnya tidak dicantumkan dalam tahun buku 2018.
“Kita hanya keberatan dengan 1 transaksi,” ungkap Chairal.
Soal keberatan tersebut, Chairal mengaku sudah membuat keterangan tertulis dan meminta keterangan tersebut dibacakan saat Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) yang digelar siang tadi.
Sayangnya permintaan tersebut tidak disetujui oleh pimpinan rapat sehingga hanya disertakan sebagai lampiran dalam laporan tahunan. Meski demikian, Chairal mengaku dirinya tidak membutuhkan penjelasan lebih lanjut dari manajemen soal beda pendapat tersebut.
ADVERTISEMENT
Dikutip kumparan dari laporan keuangan yang disampaikan perseroan kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), maskapai pelat merah ini mencatatkan kenaikan pendapatan usaha dari USD 4,177 miliar di 2017 menjadi USD 4,373 miliar di 2018.
Penerbangan berjadwal masih menjadi sumber pendapatan terbesar, kemudian disusul oleh pendapatan dari sumber lainnya dan penerbangan tidak berjadwal.
Berkenaan itu, Garuda Indonesia mencatatkan keuntungan USD 809.846 atau setara Rp 11,5 miliar (USD 1 = Rp 14.200) sepanjang 2018. Kinerja keuangan Garuda Indonesia menunjukkan perbaikan dibandingkan tahun 2017 yang rugi USD 216,582 juta atau setara Rp 3,7 triliun.
Chairul Tanjung. Foto: Facebook @Chairul Tanjung
Sebab, laporan tahun lalu nyatanya tetap diterima dan disetujui oleh pemegang saham dengan catatan dua dissenting opinion dari dua komisaris. Sehingga penolakan ini menurut Chairal hanya sebatas menyampaikan haknya sebagai komisaris.
ADVERTISEMENT
Menanggapi penolakan tersebut, manajemen Garuda Indonesia mengklaim laporan keuangan tahun buku 2018 sudah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), termasuk keputusan perseroan untuk memasukkan pendapatan lain-lain yaitu kompensasi atas income hak pemasangan peralatan layanan konektivitas dan hiburan dalam pesawat dan manajemen konten senilai USD 239,94 juta.
“Soal laporan keuangan secara PSAK itu memang dimungkinkan dicatatkan di 2018 walaupun belum ada pendapatan yang diterima,” ungkap Direktur Keuangan Garuda Indonesia, Fuad Rizal, di Kantor Pusat Garuda Indonesia, Cengkareng, Rabu (24/4).
Fuad cukup percaya diri dengan keputusan tersebut, sebab laporan keuangan itu telah diaudit secara independen dan mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian. Menurutnya, penolakan dari kedua komisaris tersebut hanya sebatas perbedaan pendapat. Sehingga perseroan tak perlu mengganti laporan keuangan 2018.
Garuda Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
“Ini hanya perbedaan pendapat saja dari pemegang saham. Kalau dilihat dari annual report semua komisaris mengesahkan kecuali dari pemegang saham PT Trans Airways dan Finegold Resources Ltd,” ujarnya.
2. Jajaran Komisaris dan Direksi Dirombak
RUPST Garuda Indonesia memutuskan, jumlah komisaris emiten berkode GIAA itu dikurangi dari semula 7 menjadi 5 orang. Demikian juga dengan jajaran direksi yang berkurang 1 kursi, sebab Direktorat Teknik dan Direktorat Layanan digabung.
Pada kesempatan tersebut, jabatan Komisaris Utama yang sebelumnya dipegang Agus Santoso, kini digantikan oleh Sahala Lumban Gaol. Lalu Dony Oskaria, Muzaffar Ismail dan Luky Alfirman dicoret dari daftar jajaran komisaris, serta Eddy Porwanto Poo diangkat jadi komisaris baru.
Untuk jajaran direksi, I Wayan Susena sebagai Direktur Teknik dan Nicodemus Panarung Lampe selaku Direktur Layanan dicopot dari jabatannya. Selanjutnya kedua direktorat itu dilebur jadi satu, dan dipimpin oleh Iwan Joeniarto.
ADVERTISEMENT
3. Garuda Untung USD 19,7 Juta di Kuartal I 2019
Garuda Indonesia berhasil mencatatkan kinerja positif pada kuartal I 2019, yakni membukukan laba bersih (net income) sebesar USD 19,7 juta atau sekitar Rp 275,8 miliar di kuartal I 2019. Angka itu tumbuh signifikan dari periode yang sama tahun lalu, yaitu perseroan membukukan rugi sebesar USD 64,3 juta atau sekitar Rp 900 miliar.