Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Mantan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli menyebut ada 3 indikator utama yang bikin ekonomi Indonesia sakit yaitu defisit neraca perdagangan, transaksi berjalan dan pembayaran.
"Ekonomi kita sedang sakit," ucap dia saat ditemui di Pulau Dua Resto, Rabu (1/8).
Rizal Ramli mencatat hingga semester I 2018 tercatat neraca perdagangan Indonesia baru surplus 2 kali yaitu di bulan Maret sebesar USD 1,09 miliar dan Juni sebesar USD 1,74 miliar. Sedangkan neraca perdagangan di Januari defisit USD 756 juta, Februari defisit USD 116 juta, April defisit USD 1,63 miliar, dan Mei defisit USD 1,52 miliar.
Defisit neraca perdagangan Indonesia disebabkan tekanan terhadap impor migas yang cukup besar. Sementara itu, ekspor Indonesia hanya mengandalkan komoditas seperti CPO, batu bara, dan karet yang harganya fluktuatif di tingkat global.
ADVERTISEMENT
"Setiap hari kita impor BBM dan minyak mentah. Kita enggak ekspor lagi,” ucapnya.
Tekanan besar ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) makin melemah. Rupiah belum mau beranjak dari level Rp 14.000 per dolar AS. Oleh karena itu, Bank Indonesia melakukan sejumlah kebijakan moneter untuk meredam pelemahan rupiah. Misalnya dengan menggelontorkan cadangan devisa.
Hasilnya, jumlah cadangan devisa Indonesia makin tergerus. Cadangan devisa per akhir Juni 2018 sebesar USD 119,839 miliar atau sudah tergerus USD 12,18 miliar sejak awal tahun 2018.
"Inilah kenapa perusahaan asing tidak mau beli obligasi corporate Indonesia. Ini juga yang menjelaskan mengapa BI (Bank Indonesia) menghabiskan Rp 12 triliun agar rupiah di bawah Rp 15 ribu," cetus Rizal Ramli.
ADVERTISEMENT