RUU Kesehatan Dinilai Resahkan Petani Tembakau, Pemerintah Diminta Kaji Ulang

30 April 2023 13:57 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani memanen daun tembakau di Desa Tatung, Balong, Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (8/9/2020). Foto: Siswowidodo/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Petani memanen daun tembakau di Desa Tatung, Balong, Ponorogo, Jawa Timur, Selasa (8/9/2020). Foto: Siswowidodo/Antara Foto
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah diminta kaji ulang mengenai aturan hasil tembakau atau rokok di Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Sebab, rencana aturan tersebut dinilai meresahkan industri hasil tembakau, petani tembakau, buruh rokok, hingga mengancam penerimaan negara.
ADVERTISEMENT
Dalam Pasal 154 ayat (3) RUU Kesehatan disebutkan bahwa zat adiktif dapat berupa: a. narkotika; b. psikotropika; c. minuman beralkohol; d. hasil tembakau; dan e. hasil pengolahan zat adiktif lainnya.
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana menilai, rencana penyetaraan atau penyejajaran tembakau dengan narkoba hanya akan berujung mematikan industri hasil tembakau di Indonesia.
Menurut dia, tembakau merupakan produk legal, berbeda dengan narkoba yang merupakan produk ilegal. Adanya penyetaraan ini berpotensi menimbulkan perlakuan diskriminatif serta aturan yang mengekang terhadap tembakau, seperti pada produk narkoba.
“Orang akan dilarang dan ditangkap polisi. Pemerintah harus bijak dalam membuat aturan,” ujar Hikmahanto dalam keterangannya, Minggu (30/4).
Padahal, menurut Hikmahanto, selama ini industri tembakau Indonesia telah memberikan kontribusi besar kepada negara. Salah satunya dalam bentuk serapan tenaga kerja. “Memangnya lapangan kerja mudah sekarang? Berapa tenaga kerja yang akan kehilangan pekerjaan?” tegasnya.
ADVERTISEMENT
Sekjen Asosiasi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI), Hananto Wibisono, produktivitas tembakau di Indonesia dilakukan secara legal dan menjadi penopang 6 juta tenaga kerja mulai dari sektor perkebunan, manufaktur, hingga industri kreatif. Selain itu, Hananto mengatakan cukai hasil tembakau atau cukai rokok telah memberikan 11 persen kepada penerimaan negara setiap tahunnya.
"Sejak awal elemen ekosistem pertembakauan sebagai bagian dari masyarakat tidak diakomodirnya suaranya untuk memberikan masukan terkait RUU Kesehatan tersebut," jelasnya.
Ia menuturkan, RUU Kesehatan juga berpotensi kriminalisasi terhadap para petani tembakau di Indonesia. Pasalnya, jika tembakau memiliki posisi yang sama dengan narkotika dan psikotropika, maka dalam perkembangan ke depan, petani yang melakukan penanaman atau budidaya tanaman tembakau berpotensi menghadapi ganjaran hukum pidana.
ADVERTISEMENT
Untuk itu, Hananto berharap agar pemerintah bisa mengambil sikap dan mempertimbangkan dampak yang timbul dari rencana beleid tersebut. "Dan berpotensi merugikan para petani serta Indonesia secara lebih luas jika wacana disejajarkannya tembakau dengan narkotika dan psikotropika dalam undang-undang ini diluluskan," tambahnya.