Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.97.1
Said Didu: Divestasi Freeport Belum Tentu Untungkan Negara
22 Desember 2018 14:20 WIB
Diperbarui 15 Maret 2019 3:51 WIB
![Presiden Jokowi umumkan Indonesia sah miliki 51 persen saham Freeport di Istana Merdeka, Jakarta. (Foto: Jihad Akbar/kumparan)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1545386731/qyd4s3uxoy9bovgoc408.jpg)
ADVERTISEMENT
Indonesia resmi menjadi pemegang saham mayoritas di PT Freeport Indonesia (PTFI). PT Inalum (Persero) telah membayar lunas pembelian 51 persen saham atau divestasi Freeport senilai USD 3,85 miliar.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, mantan Staf Khusus Menteri ESDM Muhammad Said Didu mengatakan, meski Indonesia berhasil mencaplok saham Freeport, hal ini belum tentu menguntungkan negara, khususnya dari sisi pendapatan. Sebab, harga emas, tembaga, dan nilai tukar rupiah sangat bergantung pada kondisi global.
"Belum tentu menguntungkan, ini bisnis," ujar Said Didu usai diskusi di d'Consulate Resto, Jakarta, Sabtu (22/12).
Beradasarkan aturan yang ada saat ini, Freeport harus membayar Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebesar 25 persen, angka ini memang lebih rendah dari PPh Badan lainnya yang sebesar 35 persen. Namun, Freeport juga diwajibkan membayar komponen lainnya, seperti royalti, Pajak Peneriman (PPN) sebesar 10 persen, serta Pajak Penjualan (sales tax) sebesar 2,5-3 persen.
ADVERTISEMENT
"Makanya, ini kan sangat tergantung. Kalau investasi besar, harga bagus, itu beda sekali. Kalau harga jelek, ya kita rugi. Itu variabelnya banyak," jelasnya.
![Muhammad Said Didu. (Foto: Twitter/@saididu)](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1528900591/jczdhki960ejeapw9fpu.jpg)
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawat padahal sebelumnya memastikan, pendapatan negara akan lebih besar dengan skema perpajakan tetap atau nail down. Hal ini sesuai dengan keinginan Freeport.
Dengan begitu, Freeport akan membayar PPh sebesar 25 persen, PPN sebesar 10 persen, dan royalti untuk tembaga sebesar 4 persen dan emas 3,75 persen. Angka ini tak akan berubah hingga 2041.
"Jadi kalau nanti ada perubahan Undang-undang (UU) PPh, di mana PPh bisa turun, mereka tetap bayar 25 persen," kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu optimistis, penerimaan negara lebih besar dengan skema nail down karena telah mengkaji dengan menggunakan skenario perubahan harga tembaga, emas, dan nilai tukar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, jika seluruh pajak seperti penerimaan PPh Badan dan Perseorangan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), pajak air tanah, royalti, dan sewa tanah ditotal, nilainya akan lebih meningkat.
Adapun alasan menggunakan skema nail down ini untuk memberikan kepastian bagi negara. Hal ini mengacu pada Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba Pasal 169 yang menyebutkan pengecualian terhadap penerimaan negara merupakan upaya peningkatan penerimaan negara.