Sambangi DPR, Masyarakat Adat Intan Jaya Tegas Menolak MIND ID Garap Blok Wabu

28 Maret 2022 14:08 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pegunungan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Pegunungan di Kabupaten Intan Jaya, Papua. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Tim advokasi hak masyarakat adat Intan Jaya, Papua, menyambangi Komisi VII DPR RI pada hari ini, Senin (28/3). Mereka datang dengan satu tujuan, yakni penolakan atas rencana holding BUMN pertambangan MIND ID menggarap Blok Wabu.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 20 orang perwakilan tim yang mengikuti audiensi di ruang rapat Komisi VII DPR RI. Penyampaian pandangan dari masyarakat adat Intan Jaya diwakili oleh ketua tim, Bartolomeo Smith.
"Kami punya keinginan menyampaikan perasaan hati kami, yang mau menyatakan karena ini seharusnya lakukan seperti ini, tetap tidak, maka kami menolak," ujar Bartolomeo dalam rapat yang disiarkan virtual di kanal Youtube Komisi VII DPR.
"Kami mau sampaikan kami pada prinsip dasarnya menolak kehadiran penambangan gunung emas di Blok Wabu yang merupakan wilayah adat kami," sambungnya.
Ia mengungkapkan, konflik yang terus-terusan terjadi di tanah Papua itu sudah banyak dibicarakan. Atas dasar itu mereka tidak mau mengulang-ulang untuk menjelaskan hal tersebut.
Ada banyak pengalaman pahit, menurutnya, yang selama ini dirasakan masyarakat adat Papua saat perusahaan-perusahaan mulai berekspansi mengeruk Bumi Cenderawasih.
Infografik lipsus Blok Wabu. Foto: kumparan
Hal senada juga diungkapkan John NR Gobai, Anggota DPR Papua yang juga menjadi bagian dari tim advokasi masyarakat adat ini.
ADVERTISEMENT
"Masyarakat Intan Jaya sejak 27 Oktober 2021 datang ke DPR Papua menyampaikan penolakan terhadap Blok Wabu yang dikelola MIND ID dan Aneka Tambang. Ini karena kewenangan pemberian izin kontrak karya yang kemudian jadi izin usaha pertambangan khusus, jadi kewenangan pemerintah pusat, bukan pemerintah provinsi," tuturnya.
"Masyarakat menolak Blok Wabu karena partisipasi yang tidak dilakukan. Awal dimulai telah dimulai dengan pengabaian masyarakat adat, menghadirkan pasukan anorganik," sambung Gobai.