news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Separuh Perusahaan Tambang RI Tak Transparan: Rahasiakan Nama Pemilik

14 Maret 2019 14:09 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sebuah truk pengangkut pasir melintas di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sebuah truk pengangkut pasir melintas di area tambang batu bara Adaro, Kalimantan Selatan. Foto: Michael Agustinus/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah bakal mewajibkan semua usaha di bidang ekstraktif seperti tambang mineral dan batu bara (minerba) dan migas melaporkan pemilik perusahaan atau beneficial ownership (BO) pada tahun depan.
ADVERTISEMENT
Pelaporan ini sesuai dengan peta jalan yang ditetapkan Extractive Industries Transparency Initiative (EITE) pada 2020, di mana semua negara yang menjadi anggota wajib mengungkapkan pemilik dari perusahaan tambang dan migas.
Indonesia sendiri sudah meluncurkan BO ini sejak 2016 lalu. Selama 4 tahun, pemerintah mensosialisasikan hingga wajib laporkan semuanya tahun depan.
Payung hukumnya sendiri sudah terbit tahun lalu berupa Peraturan Presiden Nomor 13 tahun 2018 tentang Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pindana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Terorisme.
Ketua Tim Sekretariat EITI Indonesia Edi Effendi Tedjakusuma mengatakan, hingga saat ini, ternyata masih banyak perusahaan yang belum melaporkan BO mereka ke pemerintah. Bahkan, banyak juga yang bingung tentang konsep BO tersebut.
ADVERTISEMENT
"Pembukaan informasi BO ini yang masih teman-teman perusahaan masih kesulitan. Kita lakukan uji coba di laporan 2016, hasilnya masih banyak perusahaan yang bingung bagaimana dapatkan info BO-nya. Kalau BO itu person, kalau dijawab perusahaan ini milik perusahaan itu, bukan BO," jelas dia dalam acara Peluncuran Laporan EITI Indonesia 2016 di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (14/3).
Area tambang emas Tambang Tujuh Bukit PT Bumi Suksesindo di Banyuwangi Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Susahnya menelusuri pemilik perusahaan di sektor ini, kata Edi, karena banyak yang merupakan anak usaha, bahkan cucu hingga cicit perusahaan besar. Belum lagi, banyak juga yang perusahaan induknya berada di luar negeri.
Kata Edi, berdasarkan penelusuran Publish What You Pay, perlu waktu 6 bulan untuk mendapatkan nama BO dari satu perusahaan lantaran banyaknya layer di dalamnya.
ADVERTISEMENT
Dalam laporan EITI Indonesia 2016, kata Edi, dalam uji coba yang dilakukan, sebanyak 112 perusahaan minerba yang wajib melaporkan BO, hanya 50 sampai 60 perusahaan yang patuh. Sementara sisanya atau separuhnya, banyak yang menuliskan BO dengan nama perusahaan di atasnya.
"Itu pun belum semuanya BO. Ada yang hanya nama pemegang saham di atas 25 persen saja. Kalau di migas, dari 70 perusahaan yang wajib hampir 40-50 itu BO. Kualitas pengisian data BO pun masih (belum betul)," jelasnya.
Karena itu, kata dia, EITI Indonesia merekomendasikan Ditjen Migas dan Ditjen Minerba Kementerian ESDM untuk memformulasikan panduan teknis bagaimana penerapan Pepres 13 Tahun 2018 untuk perusahaan yang sudah dapatkan izin.
"Juga perlu sosialisasi dan riset yang dalam dari pihak grup perusahaan KKKS untuk tahu informasi mengenai struktur kepemilikan BO yang dibutuhkan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kepala Pusdatin Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi mengatakan saat ini di perusahaan yang ingin meminta izin ke kementeriannya, Menteri ESDM Ignasius Jonan mewajibkan investor menyertakan data yang lengkap, termasuk pemilik perusahaan.
"Pak menteri sudah syaratkan kalau ada perusahaan yang mau (investasi), harus laporkan siapa pemiliknya, nomor pajak, dan lainnya. Pun dengan calon dari luar negeri. Itu sudah ada. Kalau tidak, ya tidak bisa (dilayani izinnya)," jelas dia.