Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.96.1
Siap Jajal Perdagangan Karbon RI, Pengusaha Perlu Sertifikasi Lembaga Bermutu
30 Juli 2023 20:15 WIB
·
waktu baca 5 menit![Nelayan melintasi di PLTU Suralaya di Cilegon. Foto: RONALD SIAGIAN / AFP](https://blue.kumparan.com/image/upload/fl_progressive,fl_lossy,c_fill,q_auto:best,w_640/v1641002579/beflhibzlfebbswwzaqs.jpg)
ADVERTISEMENT
Semakin panas suhu bumi karena perubahan iklim, semakin besar tuntutan komitmen pengurangan emisi karbon atau dekarbonisasi, tidak terkecuali kepada negara berkembang seperti Indonesia.
ADVERTISEMENT
Upaya dekarbonisasi ini dilihat sebagai rintangan bagi industri penghasil emisi karbon tinggi. Di Indonesia sendiri, sektor energi dan kehutanan (forestry and other land use/FOLU) merupakan kontributor utama penghasil emisi gas rumah kaca.
Salah satu upaya yang diusung dunia internasional untuk mendesak para pelaku industri mengurangi emisi gas rumah kaca adalah perdagangan karbon (carbon trading). Sektor energi mempelopori implementasi perdagangan karbon di Indonesia, mengingat sumber energi primer negara ini masih bergantung kepada energi kotor seperti batu bara.
ADVERTISEMENT
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan Indonesia termasuk negara yang tertinggal dalam perdagangan karbon dan pajak karbon. Akibatnya, pelaku industri pengguna energi fosil masih harus tertatih-tatih.
"Maka negara yang tertinggal akan terbebani ongkos, ongkos produksinya, biaya-biayanya, terutama industri kita," ujarnya saat EBTKE ConEx 2023, Rabu (12/7).
Hal yang sama juga diungkapkan Menteri Keuangan Sri Mulyani . Dia mengantisipasi penerapan sistem perdagangan karbon akan berimbas pada guncangan, baik dari sisi sosial, ekonomi, dan finansial.
"Walaupun tujuannya baik untuk meningkatkan ekonomi agar konsisten dengan penurunan emisi, ini harus hati-hati karena sebuah perubahan pasti menimbulkan shock," ujar Sri Mulyani saat webinar Green Economy Forum, Selasa (6/6).
Pengusaha Sambut Baik
Menjadi pelopor perdagangan karbon di Indonesia di awal tahun ini, Asosiasi Produsen Listrik Swasta Indonesia (APLSI) mengantisipasi dampaknya terhadap kenaikan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik .
ADVERTISEMENT
Ketua Umum APLSI, Arthur Simatupang, mengatakan pada dasarnya pelaku usaha menyambut baik mekanisme perdagangan karbon ini, dan berkomitmen untuk turut serta mengurangi emisi karbon.
"Prinsipnya kita menyambut baik, ini bagian dari yang kita canangkan upaya menurunkan gas rumah kaca, di mana emisi dari sektor kelistrikan memang jadi satu mandatori dari sisi industri yang harus diperhatikan terutama emisi dari PLTU," jelasnya kepada wartawan di kantor Kementerian ESDM, Rabu (22/2).
Kementerian ESDM telah mengkaji kisaran harga karbon berada di rentang USD 2-18 per ton CO2 ekuivalen (CO2e). Meski begitu, Arthur menyebutkan masih harus mendalami lebih lanjut terhadap mekanisme ini.
"Mekanisnya kita lihat lagi, yang jelas batas atas emisinya sudah jelas itu yang kita perlukan kemarin dan kelihatannya dari ukuran output-nya juga sudah jelas, nanti kita coba dulu ya praktiknya seperti apa," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Persiapan Pengusaha Peserta Perdagangan Karbon
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, menilai penerapan perdagangan karbon memang harus hati-hati, namun bukan berarti tidak usah diterapkan.
Menurutnya, pemerintah perlu menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca setiap sektornya dengan rinci, sehingga pelaku usaha bisa menghitung biaya pengurangan emisi (abatement cost) dan biaya mitigasi (mitigation cost).
"Pada dasarnya pelaku ekonomi itu harus dalam tanda kutip dipaksa untuk menurunkan emisi, karena tidak selalu penurunan emisi itu merugikan," jelasnya kepada kumparan, Jumat (28/7).
Fabby mencontohkan salah satu upaya paling hemat bagi perusahaan melakukan pengurangan emisi karbon adalah menurunkan konsumsi energinya dengan tindakan penghematan energi atau energi efisiensi.
"Kalau dia bisa menekan konsumsi energi tetapi output produksinya tetap, jadi energi yang dibutuhkan untuk menghasilkan satu produk itu berkurang. Dia melakukan penurunan emisi tetapi biaya bahan bakarnya turun," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira, menjelaskan pernyataan perdagangan karbon memberatkan perekonomian adalah salah, mengingat potensi ekonomi dari penyelenggaraan bursa karbon sendiri bisa mencapai Rp 15 ribu triliun.
"Indonesia bukan cuma punya kredit karbon besar dari hutan tropis, mangrove dan gambut, tapi juga punya potensi energi terbarukan yang bisa mendapat manfaat dari bursa karbon," jelasnya.
Pentingnya Sertifikasi Lembaga Verifikasi
Bhima menuturkan, salah satu kunci persiapan pengusaha sebelum menjadi peserta perdagangan karbon, termasuk bursa karbon, yakni mempersiapkan sertifikasi dan integrasi Sistem Registri Nasional (SRN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Sertifikasi kan ada Verra dan Gold Standard serta beberapa opsi lainnya. Pada intinya perusahaan asing di Eropa yang mau beli bursa karbon bisa sama standarnya dengan perhitungan emisi di negara asalnya," lanjut Bhima.
Corporate Secretary PT Mutuagung Lestari Tbk (MUTU International), Triyan Aidilfitri, menyebutkan lembaga independen yang menilai pencapaian program dekarbonisasi suatu unit usaha penting bagi setiap perusahaan yang akan melakukan perdagangan karbon.
ADVERTISEMENT
Lembaga independen ini dikenal dengan Lembaga Validasi dan Verifikasi (LVV). Prinsip Umum dan Persyaratan sebagai LVV diatur dalam dokumen SNI ISO 17029 : 2019. Untuk memastikan LVV telah memenuhi persyaratan ini, harus dilakukan audit akreditasi oleh Lembaga Akreditasi. Di Indonesia, peran akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN).
Adapun perusahaan pertama di Indonesia yang memperoleh akreditasi sebagai LVV oleh KAN adalah MUTU International . Sejak tahun 2015, MUTU International telah diakui memiliki kompetensi dan keandalan untuk melakukan validasi dan verifikasi proses Dekarbonisasi.
Triyan menuturkan, setiap badan usaha yang ingin menjadi peserta perdagangan karbon harus menyusun Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM). Dokumen ini akan divalidasi oleh Lembaga Validasi, baru kemudian dilakukan pengukuran emisi aktual pada akhir periode yang akan diverifikasi oleh Lembaga Verifikasi.
ADVERTISEMENT
"MUTU International adalah Lembaga Sertifikasi yang berperan sebagai Lembaga Validasi dan Verifikasi dalam mata rantai kegiatan perdangan karbon ini, sebelum SPE-GRK diterbitkan dan dapat diperdagangkan di Bursa Karbon," tambah Triyan.