Singapore Airlines Hadapi Tekanan Pembayaran Santunan, Capai Rp 2,72 M per Orang

26 Mei 2024 10:01 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Singapore Airlines dikabarkan mengalami tekanan pembayaran santunan kompensasi atas insiden turbulensi ekstrem. Pesawat Singapore Airlines SQ321 rute London-Singapura dilanda turbulensi hebat pada Selasa (21/5) lalu.
ADVERTISEMENT
Mengutip Bloomberg, Minggu (26/5), seorang pengacara mengatakan penumpang yang mengalami cedera tulang belakang dan otak atas kejadian tersebut, dapat meminta pembayaran sebesar delapan digit kepada perusahaan.
“Pembayaran sebelumnya untuk cedera parah serupa dengan mudah menjadi klaim tujuh dan terkadang delapan digit,” kata Peter Neenan, seorang mitra yang berspesialisasi dalam litigasi penerbangan di perusahaan Stewarts yang berbasis di London.
Pesawat Singapore Airlines. Foto: Markus Mainka/Shutterstock
Berdasarkan Konvensi Montreal yang mengatur hak penerbangan dan kompensasi untuk penerbangan internasional atas kematian dan cedera penumpang setelah kecelakaan, Singapore Airlines bertanggung jawab hingga USD 170.000 per orang atau sekitar Rp 2,72 miliar (kurs Rp 16.045 per us dolar).
"Tingkat kompensasi hanya dapat ditentukan berdasarkan hasil penyelidikan yang sedang berlangsung terhadap penerbangan tersebut, yang bisa memakan waktu bertahun-tahun," kata Neenan.
ADVERTISEMENT
Neenan menjelaskan, dalam proses hukum sampai penentuan besaran kompensasi tersebut juga akan mempertimbangkan aspek-aspek termasuk perencanaan penerbangan, tingkat dan jumlah informasi cuaca yang diperoleh serta tindakan penumpang dan awak pesawat selama, dan pada saat-saat sebelum terjadi turbulensi.
Penumpang Singapore Airlines penerbangan SQ321 dari London ke Singapura, yang melakukan pendaratan darurat di Bangkok akibat turbulensi, dosambut keluarga setibanya di Bandara Changi di Singapura, Rabu (22/5/2024). Foto: Roslan Rahman/AFP
"Mereka juga dapat mempertimbangkan apakah penumpang mengenakan sabuk pengaman pada saat itu atau tidak," kata dia.
Dokter yang menangani korban menyatakan ada beberapa orang menderita luka traumatis dan berpotensi mengubah hidup mereka. Beberapa pasien mengalami kelumpuhan dan 22 pasien dirawat karena cedera tulang belakang dan sumsum tulang belakang.
Enam lainnya dirawat karena trauma tengkorak dan otak. Seorang warga Inggris berusia 73 tahun meninggal karena dugaan serangan jantung.
Sebanyak 229 awak dan penumpang di pesawat Penerbangan SQ321 sangat terguncang oleh turbulensi ekstrem di Myanmar saat pesawat Boeing Co. 777 sedang dalam perjalanan dari London ke Singapura. Turbulensi ini memaksa pesawat melakukan pendaratan darurat di Bangkok pada Selasa sore. Hingga Jumat (24/5), 48 orang masih dirawat di tiga rumah sakit di Bangkok.
ADVERTISEMENT