Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan Sri Mulyani mendapat petisi karena kebijakannya menurunkan batas minimal barang impor kiriman yang terkena bea masuk dari USD 75 menjadi USD 3 per kiriman. Petisi ini digalang oleh Irwan Gunthoro melalui laman change.org.
ADVERTISEMENT
Dalam petisinya tersebut, Irwan menyatakan kebijakan penurunan batas minimal barang impor kiriman yang kena bea masuk tidak adil bagi para importir kecil, supplier dropshiping online shop, serta perajin yang membutuhkan bahan baku dan masih perlu impor karena tidak ada di Indonesia.
Tak hanya itu, kebijakan tersebut juga dinilai dapat berdampak pada meningkatnya pengangguran di masyarakat. Menurut Irwan, 80 persen barang yang dijual dari para perajin tersebut berasal dari impor.
"Banyaknya penjual online shop, drop shipping terutama di kalangan masyarakat, yang mereka jual 80 persen barang impor. Jika impor dipersulit lagi maka berapa besar distributor mereka yang tutup dan menganggur," kata Irwan dalam laman tersebut, Rabu (25/12).
Kebijakan tersebut juga dinilai berdampak buruk pada kreativitas anak bangsa. Sebab, penerapan tarif bisa membuat anak bangsa kehilangan dukungan bahan baku yang mudah didapat dari negara lain.
ADVERTISEMENT
"Masih banyak dampak lain dari penurunan nilai tersebut, pikirlah sebelum bertindak," katanya.
Irwan pun meminta Sri Mulyani untuk kembali menerapkan batas minimal barang impor kiriman yang terkena bea masuk menjadi USD 75.
"Mau jadi apa bangsa ini jika harus terisolasi? Kembalikan nilai wajib pajak USD 75 atau lebih dari USD 75," tulis Irwan.
Hingga saat ini, petisi tersebut telah mendapat 225 dukungan dari target 500 dukungan.
Direktur Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Heru Pambudi mengatakan, penurunan tersebut dilakukan demi melindungi pelaku usaha dalam negeri dari serbuan barang impor.
ADVERTISEMENT
"Ini menjawab tuntutan dari masyarakat pengusaha dan juga masyarakat umum, bahwa pemerintah harus melakukan perlindungan kepada pengusaha dalam negeri yang produksi barang-barang yang head to head (beradu) dengan barang kiriman," kata Heru saat konferensi pers di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jakarta, Senin (23/12).
Namun pemerintah juga merevisi ketentuan mengenai pengenaan pajak dalam rangka impor. Dari semula impor barang kiriman dikenakan tarif 27,5-37,5 persen (bea masuk sebesar 7,5 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) 10 persen dengan NPWP atau PPh 20 persen tanpa NPWP) menjadi 17,5 persen (bea masuk 7,5 persen, PPN 10 persen, dan PPh 0 persen).