Sri Mulyani Pastikan Tak Perpanjang Insentif Pajak Alkes hingga Vaksin COVID-19

8 Juni 2022 8:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Keuangan Sri Mulyani bersiap mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/3/2021). Foto: Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menegaskan tidak akan memperpanjang insentif pajak untuk alat kesehatan (alkes) yang akan berakhir pada 30 Juni 2022. Sebab, kasus COVID-19 di Indonesia sudah melandai, bahkan sudah mengarah ke endemi.
ADVERTISEMENT
"Pandemi sudah baik-baik saja. Jadi enggak usah (diperpanjang) ya," kata Menkeu ketika ditemui wartawan di Gedung DPD RI, Selasa (7/6).
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu mengatakan, insentif fiskal berupa pembebasan bea masuk dan pajak impor diberikan sesuai dengan kondisi COVID-19 di dalam negeri.
Menurut Febrio, insentif fiskal diberikan pemerintah untuk mengurangi beban masyarakat yang membutuhkan alat kesehatan saat pandemi COVID-19 menghantam. Beberapa insentif fiskal untuk alkes antara lain obat-obatan COVID-19, alat PCR dan Rapid test, dan oksigen.
"Jadi fokus kami saat ini menjaga stabilitas daya beli masyarakat dengan harga komoditas dan sebagainya agar ekonomi tetap tumbuh," pungkasnya.
Sebelumnya, pemerintah memangkas anggaran kesehatan di tahun 2023 di kisaran Rp 153,8 triliun hingga Rp 209,9 triliun. Jumlah tersebut menurun drastis jika dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Pada 2022, pemerintah memberikan anggaran kesehatan sebesar Rp 255,4 triliun dan 2021 Rp 312,4 triliun. Anggaran kesehatan ini mencakup anggaran penanganan COVID-19 dan non COVID-19.
Adapun fasilitas kepabeanan dalam penanganan pandemi COVID-19 senilai Rp 1,03 triliun hingga 13 Mei 2022. Sri Mulyani mengatakan, pemanfaatan fasilitas tersebut didominasi oleh impor vaksin COVID-19. Namun, tren pemanfaatan fasilitas kepabeanan mulai menurun sejalan dengan kasus COVID-19 yang makin terkendali.
"Insentif fiskal sudah mulai menurun karena sebagian besar sekarang sudah mulai normalisasi," kata Sri Mulyani saat konfrensi pers APBN Kita Mei 2022.
Insentif fiskal yang dibutuhkan untuk penanganan COVID-19 tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 226 Tahun 2021, yang berlaku pada 1 Januari hingga 30 Juni 2022. Insentif diberikan dalam bentuk pajak pertambahan nilai (PPN) dan PPh Pasal 22 impor tidak dipungut.
ADVERTISEMENT
Insentif PPN diberikan kepada pihak tertentu atas impor atau perolehan barang kena pajak, yang terdiri atas badan/instansi pemerintah, rumah sakit, dan/atau pihak lain; industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat atas perolehan bahan baku vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19; serta wajib pajak yang memperoleh vaksin dan/atau obat untuk penanganan COVID-19 dari industri farmasi produksi vaksin dan/atau obat yang diperlukan untuk penanganan pandemi COVID-19.
Sementara itu, insentif PPh berlaku pada instansi pemerintah berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang; badan usaha tertentu berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan untuk keperluan kegiatan usahanya; atau badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri farmasi atas penjualan hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
ADVERTISEMENT