Status Perjanjian dan Harga Pembelian Freeport Perlu Dipertegas

14 Juli 2018 10:00 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana penggalian di Freeport.
 (Foto:   Instagram @freeportindonesia)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana penggalian di Freeport. (Foto: Instagram @freeportindonesia)
ADVERTISEMENT
Heads of Agreement (HoA) yang ditandatangani oleh Inalum, Freeport McMoran, dan Rio Tinto pada Kamis (12/7) dinilai masih menyisakan permasalahan terkait dengan status HoA dan harga pembelian.
ADVERTISEMENT
Ada perbedaan pernyataan yang dikeluarkan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan laporan London Stock Exchange. Rini menyatakan HoA mengikat sementara London Stock Exchange justru mengatakan sebaliknya alias tidak mengikat (non-binding agreement).
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengungkapkan bahwa hal ini perlu mendapat klarifikasi mengingat status binding dan non-binding agreement mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda.
"Bila terjadi sengketa atas HoA dan dibawa ke lembaga penyelesaian sengketa maka menjadi pertanyaan apakah HoA hanya merupakan ikatan moral atau ikatan hukum? Ini tentu bisa melemahkan posisi Inalum," ungkap Hikmahanto dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (14/7).
Penandatanganan pokok pokok kesepakatan Divestasi saham PT Freeport Indonesia (Foto: Helmi/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penandatanganan pokok pokok kesepakatan Divestasi saham PT Freeport Indonesia (Foto: Helmi/kumparan)
Selanjutnya, dalam laporan London Stock Exchange juga disebutkan bahwa harga penjualan 40% participating interest disebutkan sebesar USD 3,5 miliar. Harga tersebut ditetapkan setelah memperhitungkan perpanjangan konsesi PT Freeport Indonesia hingga 2041. Dalam hal, lanjut dia, Inalum tidak melakukan pembelian sebelum keluarnya izin perpanjangan dari Kementerian ESDM.
ADVERTISEMENT
"Bila tidak maka manajemen Inalum pada saat ini di kemudian hari ketika telah tidak menjabat dapat diduga oleh aparat penegak hukum telah melakukan tindak pidana korupsi. Hal ini karena manajemen dianggap telah merugikan keuangan negara," lanjutnya.
Kerugian negara dianggap terjadi karena harga pembelian participating interest didasarkan harga bila mendapat perpanjangan. Padahal, izin perpanjangan dari Kementerian ESDM pada saat perjanjian jual beli participating interest dilakukan belum diterbitkan.