Strategi China Membuatnya Diunggulkan Menangi Perang Dagang dengan AS

19 September 2018 17:06 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pelabuhan Nansha, Guangzhou, China (Foto: portofnansha.com)
zoom-in-whitePerbesar
Pelabuhan Nansha, Guangzhou, China (Foto: portofnansha.com)
ADVERTISEMENT
China diunggulkan untuk bisa memenangi perang dagang dengan Amerika Serikat (AS), di tengah perseteruan yang justru makin meruncing itu. Terbaru, Presiden Donald Trump telah meneken kenaikan tarif impor hingga 10 persen, atas produk asal China senilai USD 200 miliar.
ADVERTISEMENT
China pun langsung melakukan retaliasi (aksi balasan) dengan memberlakukan tarif impor yang sama, atas produk asal AS senilai USD 60 miliar. Ancaman Trump untuk terus menambah daftar produk China yang dikenai tarif impor, tak membuat China gentar.
Selepas melancarkan aksi balasan ke AS, Perdana Menteri China Li Keqiang menyatakan, tak akan melakukan pelemahan mata uang yuan untuk menghadapi perang dagang ini. Dilaporkan Reuters, Li menyebut akan membalas dengan ‘pukulan’ yang lebih lembut daripada yang dilakukan AS.
"China tak akan pernah sengaja menurunkan nilai mata uangnya untuk meningkatkan ekspor. Depresiasi yuan lebih banyak membawa kerugian daripada manfaat buat China,” kata Li di acara World Economic Forum di Tianjin, Rabu (19/9).
Reuters menulis, ketika kedua negara saling melempar ancaman dalam perang dagang, para analis mengatakan bahwa produsen dan produsen China sudah siap untuk mengalahkan sistem.
ADVERTISEMENT
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Foto: Reuters/Thomas Peter)
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Amerika Serikat Donald Trump. (Foto: Reuters/Thomas Peter)
Para pebisnis dan analis menyatakan, untuk menghindari tarif impor yang diberlakukan AS, China cenderung mengalihkan eksportasi produknya ke negara lain. Lalu dari negara itu diekspor ulang ke AS.
Dengan strategi China seperti itu, kebijakan Trump menaikkan tarif impor pun dipertanyakan efektivitasnya, untuk bisa menurunkan defisit perdagangan AS.
"Dalam jangka pendek, ketidakstabilan regulasi perdagangan seperti ini selalu mengarah ke siasat jangka pendek juga,” kata Dane Chamorro, senior partner di sebuah konsultan internasional, Risk Control, yang berbasis di Singapura.
Pada 2012 misalnya, AS memberlakukan pajak antidumping atas produk sel surya asal China. Tapi Negara Tirai Bambu itu lantas memindahkan ekspor produk tersebut ke Taiwan dan negara lain, sebelum mengirimnya ke AS.
ADVERTISEMENT
Komisi Perdagangan Internasional AS, sejak itu mendapati ada peningkatan impor sel surya dari Taiwan dan negara-negara lain, ketika pada saat yang sama impor dari China menurun drastis.
Hal itu juga dilakukan dalam ekspor madu, yang juga terkena tarif antidumping AS sejak 2001. China mengirim produk tanpa label ke Thailand dan Vietnam. Dari kedua negara itulah, madu asal China dikemas dan diekspor ke AS.