Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Ada yang berbeda dalam Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) yang dilakukan Badan Pusat Statistik atau BPS pada Agustus 2020. Dalam survei tersebut, BPS menambah pertanyaan mengenai program Kartu Prakerja yang diluncurkan pemerintah sejak April 2020.
ADVERTISEMENT
Survei tersebut mengambil 30.000 blok sampel atau sekitar 300.000 rumah tangga yang tersebar secara proporsional, hingga level kabupaten/kota se-Indonesia. Hasil survei memvalidasi efektivitas program Kartu Prakerja dalam meningkatkan keterampilan kerja Indonesia pada masa pandemi Covid-19.
Deputi Bidang Statistik Sosial BPS, Ateng Hartono, mengatakan berdasarkan hasil survei dari penduduk usia 18 tahun ke atas untuk kategori menganggur sebanyak 45,19 persen mengetahui Kartu Prakerja. “Artinya, saudara-saudara yang belum dapat pekerjaan, mereka tetap cari informasi soal Kartu Prakerja ini. Besar lho 45,19 persen,” kata Ateng dalam wawancara khusus dengan kumparan.
Survei tersebut juga mengungkap sejumlah fakta lain soal program Kartu Prakerja ini. Ateng menambahkan sekitar 88,96 persen peserta yang selesaikan pelatihan menganggap program ini meningkatkan kemampuan atau keterampilan kerja mereka. Sehingga, hal tersebut bisa menambah daya saing saat mereka kembali memasuki dunia kerja atau membuka usaha.
ADVERTISEMENT
Dalam wawancara tersebut, Ateng juga memaparkan polemik yang menganggap program Kartu Prakerja tidak tepat sasaran, karena penerimanya ada yang berstatus bekerja. Dia menjelaskan dengan detail soal indikator yang bekerja dan tidak bekerja, berdasarkan konsep dari International Labour Organization atau ILO. Berikut petikan wawancaranya.
Kenapa BPS memasukkan program Kartu Prakerja dalam Sakernas Agustus lalu?
Sebelum melakukan Sakernas itu, sebelum cetak kuesioner dan ke lapangan, kami mengundang K/L (Kementerian/Lembaga). Kemudian ada masukan dari K/L. Jadi pertanyaan soal Prakerja ini masukan dari Bappenas saat itu.
Tujuan awalnya untuk melihat analisis dampak pandemi COVID-19 pada aspek ketenagakerjaan nasional. Nah, waktu itu awalnya Kartu Prakerja tidak ditujukan untuk penanganan COVID-19. Namun ada pandemi, akhirnya untuk bantu masyarakat yang terdampak COVID-19.
ADVERTISEMENT
Karena Kartu Prakerja akan dilanjutkan pada tahun depan, apakah Sakernas Februari 2021 juga akan memasukkan pertanyaan mengenai Kartu Prakerja?
Masih bakal dimasukkan di Februari 2021.
Dari hasil survei BPS Agustus 2020, sebanyak 66,4 persen penerima manfaat Kartu Prakerja bekerja, sehingga banyak yang menilai program ini salah sasaran. Bagaimana sebenarnya BPS mendefinisikan bekerja tidaknya seseorang? Ada indikatornya?
Tentu ada indikatornya. Penduduk yang bekerja adalah yang usianya 15 tahun ke atas, yaitu kegiatan bekerja untuk memperoleh atau membantu mendapatkan penghasilan/keuntungan. Dan dia dilakukan minimal 1 jam secara berturut-turut dalam seminggu yang lalu, tanpa putus.
Jadi, di sini ada konsep: memperoleh atau membantu. Nah membantu memperoleh penghasilan itu tercermin dari status pekerjaan utamanya sebagai pekerja keluarga atau tidak dibayar. Itu membantu.
ADVERTISEMENT
Konsep ini, ketika ditanyakan ke masyarakat, kalau dia membantu, misalnya ke anak yang baru lulus sekolah, bantu orang tuanya di warung. Kami kan konsepnya pakai ILO, jadi ini konsep internasional, kalau konsep di masyarakat kan hanya membantu mendapatkan penghasilan tapi dia tidak bekerja. Sedangkan di kami (yang menggunakan ILO International dengan contoh si anak tadi) konsepnya bekerja.
Kemudian juga ada yang menganggap misalnya pekerjaan identik memperoleh gaji. Kalau IRT (ibu rumah tangga) usaha online, kadang dia menganggap tidak bekerja. Padahal dalam Sakernas (sesuai konsep ILO), si ibu disebut bekerja. Itu yang ditekankan di definisi bekerja karena konsep internasional.
Kalau orang pada bulan Maret-Mei tidak bekerja dan mendaftar Prakerja, namun pada bulan Agustus saat disurvei dilakukan, sudah bekerja meski baru 1 jam seminggu mungkin terjadi ya Pak?
ADVERTISEMENT
Bisa saja kemungkinannya, saat Maret-Mei dia belum bekerja dan di Agustus saat kita survei dia sudah bekerja atau sudah bisa menciptakan lapangan kerja. Sangat mungkin sekali kasus-kasus seperti itu.
Yang mendata status kerja-tidak kerja siapa? Petugas BPS juga?
Iya, betul. Sebelum survei, kami melakukan pelatihan agar konsepnya sama dari Sabang-Merauke. Pencacahannya, diusahakan dengan tatap muka karena kan pertanyaannya banyak, mendatangi warga yang masuk sampel, wawancara langsung. Pertanyaannya cukup lumayan (banyak) termasuk soal Kartu Prakerja tadi.
Jadi kami lakukan pelatihannya berjenjang, dari pelatihan instruktur nasional, instruktur utama, dan lainnya.
Saat disurvei Agustus lalu atau hampir 4 bulan sejak program Kartu Prakerja dirilis, masyarakat yang tahu tentang program Kartu Prakerja, baik yang statusnya bekerja maupun yang menganggur, persentasenya di bawah 50 persen. Bila dibandingkan dengan program lain, mungkin di survei lain, angka ini lebih tinggi atau rendah Pak?
ADVERTISEMENT
Kami belum bandingkan dengan survei lainnya. Cuma ada yang menarik dari hasil Sakernas ini. Dari penduduk usia 18 tahun ke atas yang mengetahui Kartu Prakerja, untuk kategori menganggur, sebanyak 45,19 persen mengetahui. Artinya, saudara-saudara kita yang belum dapat pekerjaan, mereka tetap cari informasi soal Kartu Prakerja ini. Besar lho 45,19 persen.
Beberapa orang mengatakan peserta Kartu Prakerja mendaftar karena motivasi mengejar insentif. Harusnya, insentif dikurangi, bahkan dihapus, agar hanya orang yang motivasinya latihan saja yang menerima Prakerja. Bagaimana menurut Bapak? Toh 88,9 persen penerima Prakerja mengatakan keterampilan kerjanya meningkat.
Menurut saya, apakah perlu dihapus atau tidak, saya berdasarkan data hasil survei kemarin saja ya. Kan dari penduduk yang usianya 18 tahun ke atas itu alasan mendaftarnya sebanyak 27,73 persen untuk dapatkan insentif. Sekarang tantangannya adalah bagaimana insentif ini diarahkan ke yang produktif. Contohnya untuk modal usaha. Sebab yang modal usaha ini yang menjawab 27 persen. Mudah-mudahan ini bisa ditingkatkan sehingga insentifnya bisa bermanfaat ke arah produktif.
ADVERTISEMENT
Soal penggunaan insentif, sebagian besar penerima menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari, dan kedua untuk menabung. Sedangkan untuk modal usaha ada di urutan tiga. Bagaimana BPS melihat hasil survei tersebut?
Betul-betul. Ya itu temuan surveinya seperti itu.
Terkait dengan jumlah insentif pasca-pelatihan sebesar Rp 600.000 per bulan selama 4 bulan, apakah jumlah ini cukup memadai, misalnya jika dibandingkan dengan rata-rata upah buruh nasional Pak? Atau jika dibandingkan dengan daerah timur Indonesia?
Perbandingan saja ya, kalau upah buruh rata-rata nasional menurut Sakernas Agustus itu Rp 2,76 juta. Sedangkan di wilayah timur Rp 3,36 juta upah buruh rata-rata per bulannya.
Harusnya bisa menopang daya beli masyarakat?
Lumayanlah, membantu ya. Kalau menopang kan.... Harapannya bisa membantu daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ada pengamat mengatakan bahwa Kartu Prakerja tidak membantu memulihkan perekonomian sehingga tidak perlu dilanjutkan di tahun 2021. Apakah Bapak setuju dengan klaim ini?
Ini pendapat pribadi ya, bukan institusi. Kalau pribadi, saya kurang setuju dengan klaim itu. Karena berdasarkan hasil Sakernas tadi, yang alasan mendaftar Kartu Prakerja yang menjawab untuk meningkatkan keterampilan itu banyak, ada 48.70 persen.
Artinya, dengan ikut Kartu Prakerja, skill-nya akan meningkat. Alasan kedua, sekitar 88,96 persen peserta yang selesaikan pelatihan menganggap program ini meningkatkan kemampuannya atau keterampilannya. Jadi, mudah-mudahan dengan meningkatkan keterampilan kerjanya, akan mengangkat kepercayaan diri dia menciptakan pekerjaan atau mencari pekerjaan. Dampaknya kan bisa bantu pemulihan ekonomi. Kontribusinya harus dihitung ya, karena program ini baru ya.
ADVERTISEMENT
Apakah BPS telah mensurvei bentuk-bentuk stimulus lain dari pemerintah untuk mengatasi dampak pandemi, seperti Bantuan Subsidi Upah atau Bantuan UMKM? Mungkin bisa dijelaskan rencana ke depan seperti apa?
Belum, karena belum ada masukan dari K/L. Kedua, kami mempertimbangkan di 2021 akan banyak kegiatan besar yang harus dilakukan. Long form-nya itu untuk memotret kondisi demografi kependudukan, termasuk perumahan dan supply data SDGs. Kemudian ada Sakernas yang kontennya banyak masukan dari K/L. Lalu kami pertimbangkan beban petugas lapangan karena ada COVID, harus perhatikan zonasi.
Belum ada jadinya, kami akan fokus ke Sensus Penduduk tahun depan karena pertanyaannya banyak dan agar kualitas datanya terjaga sebab kami harus pertanggungjawabkan ke internasional.