Susul Maskapai RI, Qantas Grounded Boeing 737 NG yang Retak

3 November 2019 11:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Qantas Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Qantas Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Maskapai penerbangan Australia, Qantas, melakukan grounded atau penghentian sementara pengoperasiannya pesawat Boeing 737 NG. Grounded dilakukan setelah adanya temuan keretakan di dekat sayap.
ADVERTISEMENT
Mengutip BBC, Minggu (3/11), sudah ada 50 pesawat Boeing 737 NG secara global yang harus di-grounded karena temuan crack. Qantas juga memastikan tidak akan menerbangkan pesawat Boeing 737 NG yang alami keretakan.
"Kami tidak akan pernah mengoperasikan pesawat terbang kecuali jika benar-benar aman untuk melakukannya,” terangnya.
Selain itu Boeing mengakui retakan telah ditemukan di bagian dari pesawat yang membantu menempelkan sayap.
Bulan lalu, regulator penerbangan sipil AS (FAA) memerintahkan pemeriksaan semua pesawat Boeing 737 NG yang telah memiliki usia lebih dari 30.000 Flight Cycle Number (FCN).
Qantas mengatakan tidak ada armada 737 NG-nya yang diterbangkan lebih dari 30.000 kali. Pesawat yang retak itu memiliki usia kurang dari 27.000 FCN.

Keretakan juga Terjadi di Maskapai Indonesia

Sebelum Qantas, pesawat Boeing 737 NG milik maskapai penerbangan di Indonesia juga mengalami keretakan. Setidaknya, sampai saat ini total ada 5 pesawat Boeing 737 NG yang mengalami keretakan.
ADVERTISEMENT
“Betul tambah dua. Jadi sekarang lima yang retak,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana Pramesti kepada kumparan, Sabtu (19/10).
'Garuda Indonesia Vintage Flight Experience' menggunakan pesawat Boeing tipe 737-800NG. Foto: Dok. Garuda Indonesia.
Dia melanjutkan, tambahan maskapai yang retak tersebut adalah milik Lion Air. Sehingga saat ini ada tiga maskapai nasional yang pesawatnya mengalami keretakan, yakni Garuda Indonesia sebanyak 1 pesawat, Sriwijaya Air sebanyak 2 pesawat, dan Lion Air sebanyak 2 pesawat.
“Garuda satu pesawat, Sriwijaya dua, Lion dua,” katanya.
Berdasarkan kondisi tersebut, Kemenhub juga memastikan menghentikan sementara pengoperasian dari pesawat yang mengalami crack atau keretakan.

Apa Itu Crack?

Tenaga Ahli Pengembangan Pesawat Terbang dan Head of Design Organization PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI, Andi Alisjahbana menjelaskan, crack adalah retakan pada bahan struktur pesawat. Retakan biasanya terjadi pada aluminium yang merupakan bahan dasar sebagian besar struktur pesawat.
ADVERTISEMENT
Pemicu crack, lanjut Andi, karena pembebanan pada struktur atau bahan tersebut secara berulang-ulang sehingga material alumunium mengalami kelelahan atau fatigue.
"Biasanya pembebanan ini dihitung dari berapa kali pesawat diterbangkan, atau disebut Flight Cycle Number (FCN). Jadi setiap kali pesawat take off dan landing, terlepas dari berapa jauhnya maka dihitung sebagai 1 Flight Cycle," kata Andi kepada kumparan, Rabu (16/10).
Tenaga Ahli Pengembangan Pesawat Terbang dan Head of Design Organization PT Dirgantara Indonesia (Persero) atau PTDI, Andi Alisjahbana (tengah). Foto: Dok. Kemenperin
Menurut Andi, semua metal bisa mengalami fatigue yang kemudian menghasilkan crack bilamana dilakukan pembebanan yang berulang ulang-ulang.
Crack sendiri memiliki beberapa kategori. Ia menekankan crack yang fatal bila terjadi pada sebuah struktur pesawat.
"Yang terpenting ialah berapa kekuatan yang tersisa dari material/struktur tersebut sebelum total crack tersebut merambat dan membuat bahan/struktur tersebut patah/putus," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Andi menyebut kasus crack di pesawat Boeing 737 NG sebetulnya pertama kali ditemukan di Amerika Serikat (AS) pada pesawat modifikasi di komponen yang disebut "Pickle Fork". Pesawat ini sudah mengalami atau berusia 32.600 FCN.
Atas temuan itu, kemudian Otoritas Penerbangan Sipil AS (FAA) merekomendasikan dilakukan pengecekan terhadap pesawat Boeing 738 NG di seluruh dunia yang berusia lebih dari 30.000 FCN. Hasilnya, ada 3 unit pesawat sejenis mengalami crack di Indonesia. Kemudian menyusul 2 lagi milik maskapai Lion Air.
Untuk kasus pesawat Garuda Indonesia, Sriwijaya kemudian menyusul Lion Air, Boeing sebetulnya telah merancang agar tidak terjadi crack sampai usia 90.000 FCN. Sementara crack di pesawat Garuda Indonesia dan Sriwijaya Air terjadi pada usia 30.000-an FCN atau baru sepertiga dari standar usia yang ditetapkan pabrikan. Menurut Andi, hal itu dipandang cukup aneh.
ADVERTISEMENT
“Yang menjadi masalah ialah Boeing merancang agar seharusnya tidak terjadi crack sampai 90.000 FC,” sebutnya.