Syarat untuk Indonesia Bisa Jadi Negara Berpendapatan Menengah Atas

8 Februari 2019 13:32 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas warga di CFD Jakarta Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas warga di CFD Jakarta Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Indonesia berhasil naik kelas dari negara berpendapatan rendah menjadi menengah ke bawah pada 2003. Selama 16 tahun ini, pemerintah berjuang agar Indonesia kembali naik kelas ke menengah atas atau bahkan sebagai negara berpendapatan tinggi. Selain Indonesia, sekitar 45 negara lainnya juga masih tercatat sebagai negara berpendapatan menengah ke bawah. Seluruh negara ini juga terus berjuang agar bisa keluar dari jebakan kelas menengah atau middle income trap. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksi, Indonesia baru bisa naik kelas sebagai negara berpendapatan menengah atas pada 2020, sementara Bank Indonesia (BI) pada 2024.
Aktivitas warga di CFD Jakarta Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan keterangan Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) seperti dikutip Jumat (8/2), ada beberapa hal penting yang harus dipenuhi suatu negara untuk bisa naik kelas menjadi berpendapatan menengah atas. Pertumbuhan ekonomi negara tersebut harus tumbuh sekitar 7,5-8 persen selama beberapa tahun. Tak hanya itu, pertumbuhan tersebut juga harus berkualitas, disertai dengan angka penurunan kemiskinan yang signifikan, peningkatan lapangan kerja, akses kesehatan dan pendidikan yang lebih besar, serta infrastruktur yang memadai. Indonesia dalam lima tahun terakhir ini, perekonomiannya hanya tumbuh sekitar 5 persen. Jika ditarik ke belakang selama sepuluh tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia mecapai 6,02 persen. Artinya, syarat utama untuk menjadi negara berpendapatan menengah ke atas belum terpenuhi.
Ilustrasi Kota Jakarta. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Meningkatkan Ekspor
Selanjutnya, ADB juga menyoroti laju ekspor suatu negara. Untuk naik kelas ke level menengah atas, suatu negara harus mampu meningkatkan ekspor. Namun ADB mengakui, beberapa negara memang saling ketergantungan komoditas ekspor dan impor. Untuk mengatasi hambatan ini, strategi yang harus dikembangkan yaitu mengurangi ketergantungan ekonomi pada ekspor berbiaya rendah. "Ini termasuk fokus pada pendidikan tinggi dan pelatihan keterampilan teknis dan kejuruan. Suatu negara juga perlu lebih merangkul teknologi, termasuk meningkatkan akses ke internet, perbankan mobile, dan inovasi lainnya," tulis laporan tersebut.
Pekerja infrastruktur di Jakarta, Rabu (12/9/2018). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
Kualitas Pekerja Tantangan selanjutnya yang harus dipenuhi suatu negara adalah kualitas pekerja. Saat ini, kebanyakan negara berpendapatan menengah ke bawah masih menghadapi pekerja di sektor informal yang justru tumbuh lebih cepat dibandingkan sektor formal. "Bahkan pekerja perempuan terus dibayar lebih rendah untuk pekerjaan yang sama dan memiliki lebih sedikit peluang kerja. Hal tersebut yang harus diperbaiki," tulisnya. Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nawir Messi sebelumnya menuturkan, untuk mendorong investasi, hal utama yang semestinya bisa dilakukan pemerintah adalah memperbaiki efisiensi investasi atau Incremental Capital Output Ratio (ICOR). ICOR secara umum didefinisikan sebagai besaran yang menunjukkan besarnya tambahan kapital (investasi) baru yang dibutuhkan untuk menaikkan satu unit output dalam mendukung pencapaian pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional. Besaran ICOR ini didapatkan dengan membandingkan tambahan kapital dengan tambahan output.
Aktivitas warga di CFD Jakarta Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Nilai ICOR yang efisien secara umum berada di kisaran 3-4 persen, yang artinya untuk meningkatkan Produk Domestik Bruto (PDB) 1 persen di suatu negara, dibutuhkan tambahan investasi hingga 3-4 persen. Nilai ICOR yang semakin kecil mengindikasikan terjadinya efisiensi dalam proses investasi, sebaliknya nilai ICOR yang membesar menggambarkan tingginya inefisiensi investasi. ICOR Indonesia pada 2016 sebesar 6,46 persen, menurun dibandingkan tahun sebelumnya 6,64 persen. Ini masih tinggi jika dibandingkan negara-negara tetangga seperti Thailand, Vietnam, Myanmar, Malaysia, dan Singapura yang berada di kisaran angka ideal sebesar 3 persen. Untuk memperbaiki kemudahan berbisnis dan efisiensi investasi, beberapa hal juga harus dilakukan pemerintah. Seperti menghilangkan korupsi yang masih menjadi masalah utama investasi.
ADVERTISEMENT