Tak Cuma Buat Video, Drone Kini Bisa Permudah Industri Tambang hingga Reklamasi

Ilustrasi drone Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Drone saat ini tidak lagi hanya berkutat di industri media dan kreatif untuk menghasilkan gambar atau video yang ciamik. Sebab, perkembangan teknologi drone tersebut sudah bisa mendukung kegiatan industri pertambangan, mulai dari batu bara, mineral, migas hingga reklamasi.

Sales Manager Terra Drone Indonesia, Gilang WPH, menjelaskan pemanfaatan teknologi drone untuk sektor pertambangan oleh perusahaannya sudah dimulai sejak 2018. Saat itu, drone paling umum digunakan untuk kegiatan eksplorasi dalam pembuatan peta dasar.

"Ini adalah suatu metode tercepat untuk melakukan akuisisi data, karena ketika pembuatan peta perencanaan di awal eksplorasi, satu IUP (pertambangan) itu sekitar 3.000 hektar yang di mana kita kalau mengirim manusia untuk melakukan survei tidak tahu akan selesai kapan," ujar Gilang dalam webinar Terra Drone, Jumat (11/2).

Selain jangkauannya lebih luas, pemanfaatan drone untuk eksplorasi tambang juga bisa memangkas waktu kegiatan. Jika dilakukan secara konvensional, mendapatkan data yang berkualitas butuh hingga satu tahun, sedangkan drone hanya memakan waktu 1 bulan.

"Setelah itu, mulai dari tahun 2019 sampai saat ini, bahkan owner perusahaan tambang sendiri menggunakan drone untuk melakukan perhitungan stockpile atau pasokan tambang, khususnya yang paling umum di Indonesia adalah coal, mereka melakukan perhitungan coal ini menggunakan drone," jelas Gilang.

Dalam perhitungan stockpile batu bara, Gilang mengungkapkan pemanfaatan drone bisa menambah keakuratan data hingga selisih data dengan data aslinya hanya berkisar 3-5 persen saja. Hal ini akan mengurangi biaya dan waktu yang dikerahkan perusahaan dalam operasinya.

Ilustrasi kapal tongkang membawa batu bara di sungai Mahakam. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan

Dalam kesempatan sama, Training Coordinator Terra Drone Indonesia, Rifqi Fathul Azhar menjelaskan lebih rinci beberapa hal yang bisa dilakukan drone di sektor pertambangan. Pertama, drone bisa digunakan untuk mendapatkan perhitungan volume atau pengukuran kontur di sektor pertambangan.

"Data yang didapat dari drone ini bisa digunakan untuk perhitungan produktivitas per hari, perencanaan eksploitasi seperti kedalaman bor, dan untuk perencanaan pembangunan fasilitas di area tambang," tutur Rifqi.

Selanjutnya, drone bisa digunakan untuk memantau kegiatan alat berat sehari-hari. Sekali terbang, drone bisa mencakup area sangat luas. Dengan pemantauan tersebut, perusahaan tambang bisa tahu apakah alat bekerja efektif dan menghindari kejadian darurat.

"Drone juga bisa digunakan untuk dokumentasikan progres pekerjaan secara periodik, pekerjaan ini bisa bulanan bahkan mingguan. Selain progres pekerjaan, kita bisa melihat progres reklamasi, area mana saja yang sudah ditanami atau vegetasi yang tumbuh," ujar dia.

"Data yang diambil drone lebih aktual dan kondisi terkini daripada data dari satelit. Misal kita lihat google maps ada daerah yang belum update, dengan drone bisa lihat data aktual, bahkan mingguan kita bisa update progres pekerjaan yang sedang dilakukan," lanjut Rifqi.

Pemanfaatan drone bisa semakin maksimal jika digunakan dengan sensor tambahan lain, seperti sensor magnetik. Rifqi menjelaskan, sensor ini tujuannya mencari anomali magnetik untuk mencari potensi kandungan logam di suatu daerah.

Ada juga sensor Ground Penetrating Radar (GPR) atau lidar. Terakhir, ada juga teknologi kamera multispektral untuk mengetahui kondisi kesehatan tanaman yang bisa dipakai untuk melihat progres pekerjaan reklamasi tambang.

Gilang pun menjelaskan beberapa manfaat drone dibanding survei konvensional. Dari segi akuisisi, drone hanya butuh 30 menit untuk mencari stockpile menggunakan photogrammetry. Sementara untuk survei fasilitas seluruh tambang, drone bisa mencakup 460 hektare dalam satu kali terbang saja.

"Untuk survei magnetik, drone kita terbang 50 meter di atas tanah dan mengikuti kontur tanah meskipun ada obstacle. Bisa mencakup 24 km lintasan terbangnya per hari, dibandingkan survei darat butuh 2 minggu, belum lagi ada area-area yang sulit dicapai," tutup Rifqi.