Tax Amnesty Dinilai Tak Menambah Penerimaan Negara secara Signifikan

20 November 2024 13:59 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, di Perpusnas, Jumat (22/9/2023). Foto:  Ghinaa Rahmatika/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, di Perpusnas, Jumat (22/9/2023). Foto: Ghinaa Rahmatika/kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah maraknya protes mengenai tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen mulai tahun depan, kini muncul usulan dilakukan kembali program pengampunan pajak atau tax amnesty jilid III.
ADVERTISEMENT
Pemeritah dan DPR RI sepakat untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.
Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyebut, program tax amnesty terbukti tidak menambah penerimaan negara secara signifikan dan tak meningkatkan konsumsi karena sifatnya penggugur kewajiban.
"Ya ini (tax amnesty) terbukti nggak menambah penerimaan negara secara signifikan dan tak meningkatkan konsumsi," jelas Huda kepada kumparan, Rabu (20/11).
Kata Huda, sebaliknya, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) malah berpengaruh langsung kepada harga. Ketika tarif PPN naik sebesar 1 persen, dari 11 ke 12 persen, maka harga barang akan meningkat sekitar 9 persen.
Sejumlah orang di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Di sisi lain, pendapatan masyarakat naik terbatas. Menurut Huda, kenaikan harga akan menurunkan permintaan sesuai dengan hukum ekonomi.
ADVERTISEMENT
"Ketika permintaan turun, konsumsi masyarakat juga akan turun, maka akan berpengaruh ke PDB, kita harus ingat 50 persen PDB dari konsumsi rumah tangga," jelasnya.
Celios memprediksi bakal terjadi efek ganda yang menurun cukup drastis. Konsumsi rumah tangga dan PDB akan melambat karena kebijakan kenaikan tarif PPN 12 persen.
"Tax amnesty yang tidak efektif membuat penerimaan negara menjadi tidak optimal. Jadi saya ibaratkan 'Yang Kaya Diampuni, Yang Menengah dimiskinkan, Yang Miskin diperas'. Jadi sangat tidak bijak jika kenaikan tarif PPN dilaksanakan, tapi pengemplang pajak diampuni. Walaupun negara ya butuh uang juga," tutup Huda.