Tenor KPR 30 Tahun Harus Perhatikan Masa Produktif Debitur

10 November 2024 11:20 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Foto udara rumah subsidi yang telah selesai dibangun di Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (7/11/2024). Foto: Putra M. Akbar/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Foto udara rumah subsidi yang telah selesai dibangun di Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (7/11/2024). Foto: Putra M. Akbar/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana memperpanjang masa tenor untuk Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dari 15 tahun menjadi 30 tahun. Rencana ini disebut bisa dilakukan dengan memastikan penerima kredit berada di usia produktif.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Esther Sri Astuti menyebut skema ini bisa dilakukan untuk penerima kredit berusia 25 tahun agar jangka waktu tenor merupakan masa produktif.
“KPR tenor 30 tahun tidak memberatkan, tapi hanya berlaku untuk usia 25 tahun agar bisa dipastikan debitur mampu bayar saat usia produktifnya antara 25-55 tahun dia bisa bekerja bayar KPR,” ungkapnya kepada kumparan pada Minggu (10/11).
Ekonom dari Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menyebut tenor 30 tahun memiliki risiko karena jangka waktu tenor lebih kecil daripada masa kerja atau masa produktif.
“Tenor 20 tahun sebenarnya sudah memperhitungkan masa kerja seseorang. Jika 30 tahun cukup berisiko mengingat masa kerja yang lebih kecil dibandingkan tenor cicilan. Jika sudah tidak mampu cicil, maka terjadi gagal bayar,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Nailul juga menyebut perpanjangan tenor KPR akan sia-sia jika tidak ada mekanisme yang dapat mengontrol harga rumah karena pertumbuhan harga rumah lebih tinggi daripada pertumbuhan pendapatan masyarakat.
Dua anak bermain sepeda di salah satu kompleks perumahan subsidi, Kragilan, Kabupaten Serang, Banten, Kamis (7/11/2024). Foto: Putra M. Akbar/Antara Foto
“Sekarang kan masalahnya pertumbuhan harga rumah lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pendapatan masyarakat. Harga rumah naik hingga 3 persen, pendapatan masyarakat naiknya hanya 1,8 persen,” kata dia.
Saat ini, fenomena yang terjadi adalah banyak masyarakat dengan penghasilan di atas kriteria untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sulit membeli rumah karena tidak masuk kriteria FLPP.
Sedangkan, masyarakat dengan penghasilan yang masuk ke dalam kriteria FLPP juga kesulitan membeli rumah karena harga rumah tidak terjangkau
“Semakin tinggi gap antara harga rumah dengan pendapatan masyarakat. Saat ini pun, masyarakat berpendapatan 8-9 juta per bulan sudah kesulitan membeli rumah, sedangkan mereka tidak eligible untuk FLPP. Bagi yang di bawah 8 juta, eligible mendapatkan fasilitas FLPP, namun harga rumah sudah terlampau sulit dijangkau,” tandas Nailul.
ADVERTISEMENT