Tentang 57.000 Ton Emas yang Dituntut Trah Sultan HB II ke Inggris

27 Juli 2020 7:02 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana keraton Yogyakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana keraton Yogyakarta. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono II menuntut Inggris mengembalikan rampasan harta saat masa penjajahan 1812. Total harta yang dijarah diklaim berjumlah 57 ribu ton emas.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Tugu Jogja (mitra kumparan), tuntutan itu disampaikan Sekretaris Pengusul Pahlawan Nasional HB II, Fajar Bagoes Poetranto.
Fajar mengatakan penjarahan emas tersebut berlangsung dalam satu periode yang dikenal dengan peristiwa Geger Sepehi. Barang-barang yang dirampas merupakan milik Keraton Yogyakarta di masa Raja Sri Sultan Hamengkubuwono II.
"Kami meminta agar emas tersebut dikembalikan kepada pihak Keraton atau para keturunan dari Sinuwun Sri Sultan Hamengkubuwono II," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu (25/7).
Berikut kumparan rangkum tentang 57 ribu ton emas yang diminta Trah Sri Sultan HB II, Senin (27/7).
1. 57 Ribu Ton Emas Setara Rp 56,4 Ribu Triliun
Jika dikonversi ke gram, 57.000 ton emas setara dengan 57 miliar gram. Berdasarkan situs Logam Mulia milik PT Antam Tbk (Persero), harga emas batangan terbaru per Jumat (24/7) mencapai Rp 989.000 per gram.
ADVERTISEMENT
Itu artinya, jika 57 miliar gram dikalikan Rp 989.000, jumlah harta yang harus dikembalikan Inggris ke trah Sri Sultan Hamengku Buwono II mencapai Rp 56,4 ribu triliun.
2. Penjarahan Terjadi pada 208 Tahun Lalu
Mengutip laman resmi Keraton Jogja, dahulu kerajaan memang pernah mengalami masa penjarahan oleh Inggris, dampak dari gelombang revolusi industri yang terjadi antara 1802 hingga 1812.
Pada masa periode tersebut, perang berkecamuk di banyak daerah. Salah satunya di Yogyakarta. Hingga akhirnya di pada 4 Agustus 1811, tentara Inggris menyerbu Batavia dan berakhir Jawa jatuh ke tangan Inggris.
Di bawah kepemimpinan Raffles rupanya tak juga jauh berbeda dengan masa ketika pendudukan Belanda di bawah Daendels. Sultan Hamengku Buwono II yang kala itu memimpin Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, tak setuju dengan kebijakan Raffles.
ADVERTISEMENT
3. Dianggap Tidak Rasional
Pakar Hukum Internasional yang juga Guru Besar Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, mengatakan permintaan yang disampaikan trah Sri Sultan HB II tidak rasional. Sebab kejadian itu berlangsung pada 208 tahun silam, jauh sebelum Indonesia merdeka pada 1945.
"Ini gugatannya enggak rasional, jadi bahan ketawaan saja," kata dia saat dihubungi kumparan, Minggu (26/7).
Menurut Hikmahanto, ada tiga alasan yang membuat permintaan mereka tidak rasional. Pertama, permintaan itu merupakan cerita lama. Keturunan Sri Sultan HB II harus mampu membuktikan keberadaan harta tersebut secara legal.
Kedua, perampasan tersebut terjadi di masa lampau. Saat itu hukum internasional yang berlaku jauh berbeda dengan saat ini. Di masa penjajahan sebelum Indonesia merdeka, kata Hikmahanto, hukum yang berlaku adalah siapa yang menang, dia berhak mengambil harta yang ada.
ADVERTISEMENT
Ketiga, keturunan Sri Sultan HB II pun tidak bisa melayangkan gugatan tersebut melalui pemerintah Indonesia lewat peradilan, sebab Indonesia dianggap belum ada saat Inggris merampas.
Para penggugat, kata Hikmahanto, juga tidak bisa meminta harta rampasan seperti emas itu dikembalikan ke keturunan atau perorangan, tapi dikembalikan ke negara.
***
Saksikan video menarik di bawah ini: