Tidak Ada Tanda Tangan Susi di Rancangan Aturan Pergaraman

21 Maret 2018 15:07 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
RPP Pergaraman ditandatangani 2 Menteri Teknis. (Foto: dok. Istimewa)
zoom-in-whitePerbesar
RPP Pergaraman ditandatangani 2 Menteri Teknis. (Foto: dok. Istimewa)
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 9 Tahun 2018 tentang tata cara pengendalian impor komoditas perikanan dan komoditas pergaraman sebagai bahan baku dan bahan penolong industri. PP ini sudah diterbitkan 15 Maret 2018.
ADVERTISEMENT
Sebelum PP ini diterbitkan, pemerintah sudah jauh-jauh hari menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). Setelah selesai disusun, RPP ini ditandatangani secara informal oleh 2 menteri yaitu Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Tidak ada tandatangan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Faisal Basri menilai, seharusnya untuk membuat aturan yang memiliki kekuatan hukum juga harus disertakan paraf menteri terkait pada PP yang sudah disusun. Namun, hal tersebut pada akhirnya tergantung pada keputusan Presiden Joko Widodo.
Garam. (Foto: Dok. Menko Maritim)
zoom-in-whitePerbesar
Garam. (Foto: Dok. Menko Maritim)
"PP bertentangan dengan UU, karena PP itu tidak diparaf oleh menteri teknis sebelumnya. Tapi itu terserah Pak Jokowi kalau dia mau teken juga," ujar Faisal di Kantor INDEF, Jakarta, Rabu (21/3).
ADVERTISEMENT
Faisal juga menilai, keputusan pemerintah untuk mengimpor 3,7 juta impor garam tersebut berlebihan. Sebab produksi garam dalam negeri diperkirakan mencapai 2 juta ton, sedangkan kebutuhan garam hanya 4,5 juta ton. Sehingga gap tersebut sebenarnya hanya sekitar 2,5 juta ton garam.
"Produksi diperkirakan 2 juta ton, kebutuhan 4,5 juta ton. Kalau 4,5 juta ton dikurang 2 juta ton ya 2,5 juta ton, kenapa impornya 3,7 juta ton? Sekarang kelihatan mencolok diturunin jadi 3,1 juta ton. Nah garam rakyat 2 juta ini siapa yang beli?" katanya.
Adapun aturan baru terkait impor garam tersebut mengubah kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) sebagai pemberi rekomendasi impor garam beralih kepada Kementerian Perindustrian (Kemenperin). Faisal menilai, hal ini melanggar UU Nomor 7 Tahun 2016.
ADVERTISEMENT