Tips Keuangan: Beli Tiket Konser Pakai PayLater, Bolehkah?

7 Januari 2020 8:40 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
com-Fitur Traveloka PayLater Foto: dok. Traveloka
zoom-in-whitePerbesar
com-Fitur Traveloka PayLater Foto: dok. Traveloka
ADVERTISEMENT
Sekar, seorang milenial zaman now, senang bukan main saat sebuah promotor ternama mengumumkan bahwa artis idolanya bakal menggelar konser di Jakarta. Artis Hollywood yang ia idolakan itu memang tengah melakukan tur dunia, dan dijadwalkan bakal tampil di Jakarta sekitar 8 bulan lagi.
ADVERTISEMENT
Sebagai fans garis keras, Sekar tentu tak ingin melewatkan kesempatan untuk melihat langsung aksi artis idolanya tersebut. Promotor pun mengumumkan tempat, tanggal dan tentu saja harga tiket konser. Tak ketinggalan, promotor juga memberikan informasi soal beragam pilihan platform untuk mendapatkan tiket tersebut.
Harga tiket konser dibanderol bervariasi, mulai dari ratusan ribu hingga menyentuh angka Rp 5 jutaan, belum termasuk tax. Tiket kelas paling wahid itu menawarkan pengalaman khusus: boleh foto bareng dengan artis idola di backstage sebelum konser dimulai. Sekar makin girang, kepingin banget beli tiket paling mahal.
Namun sebagai pekerja pemula dengan gaji Rp 5 juta, awalnya Sekar pikir-pikir untuk membeli tiket konser kelas VVIP. Namun layanan PayLater menggoda Sekar untuk menjajalnya.
ADVERTISEMENT
Hanya bermodalkan KTP, tanpa kartu kredit, Sekar bisa mendaftar layanan ‘ngutang online’ tersebut bahkan dengan limit hingga Rp 10 juta. Tiket konser impiannya yang seharga satu kali gaji itu, bisa dibeli dengan cara dicicil sampai 6 kali. Seketika Sekar pun tergiur untuk menjajal layanan tersebut. Pikirnya, harga tiket konser yang segitu tak akan berat karena bayarnya bisa dicicil.
Perencana Keuangan sekaligus founder ZAP Finance, Prita Hapsari Ghozie. Foto: Nurul Nur Azizah/kumparan
Fenomena PayLater memang tengah marak, khususnya di kalangan milenial. Perencana Keuangan Prita Ghozie mengatakan, layanan PayLater memang disukai oleh milenial muda karena bisa membantu mendapatkan keinginan tanpa harus menyediakan modal. Namun, jika tak berhati-hati, bukannya untung justru pengguna bisa buntung.
Apalagi jika layanan ini memang diniatkan untuk kebutuhan konsumtif seperti nonton konser misalnya. Menurut Prita, ada batasan maksimal yang harus diperhatikan agar milenial tam terjerat masalah finansial di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
“Idealnya, milenial hanya menggunakan maksimal 20 persen dari penghasilan untuk pengeluaran lifestyle. Jika PayLater dipakai dengan rata-rata pengeluaran lifestyle bulanan melebihi 20 persen dari gaji, maka akan berpotensi menimbulkan masalah nantinya,” ujar Prita kepada kumparan, Selasa (7/1).
Menurutnya jika tak hati-hati dalam mengelola pengeluaran dengan PayLater, maka milenial akan terjebak pada situasi pengeluaran lifestyle yang melebihi kemampuan finansial-nya. Untuk itu milenial harus bijak dalam menggunakan layanan PayLater ini.
Menurut Prita, layanan ini bisa digunakan jika kondisinya memenuhi beberapa syarat. “Jika tertarik menggunakan PayLater, maka usahakan karena untuk menunda pembayaran saja, tetapi akan dilunasi dalam 1 bulan ke depan,” ujarnya.