Tolak PPN Sembako, Petani Tebu Ancam Demo ke Jakarta

11 Juni 2021 16:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi petani tebu Foto: Sarangib/Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi petani tebu Foto: Sarangib/Pixabay
ADVERTISEMENT
Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) secara tegas menolak rencana pemerintah mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) pada bahan pokok (sembako). Wacana itu tertuang dalam revisi kelima UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal DPN APTRI, M Nur Khabsyin, meminta pemerintah mengkaji ulang kebijakan tersebut karena akan memberatkan kehidupan petani.
"Saya kira perlu dikaji ulang. Apalagi saat ini masa pandemi dan situasi perekonomian sedang sulit. Ini akan berimbas ke seluruh Indonesia dan membuat gaduh masyarakat, terutama masyarakat petani," kata Khabsyin melalui keterangan tertulisnya, Jumat (11/6).
Khabsyin mengungkapkan berdasarkan draf beleid tersebut, komoditas gula konsumsi menjadi salah satu barang kebutuhan pokok yang dihapus dalam kelompok jenis barang yang tidak dikenai PPN. Dengan penghapusan itu berarti gula konsumsi akan dikenakan PPN.
Khabsyin mengatakan sebenarnya sebelum tahun 2017 gula konsumsi sudah dikenakan PPN, akan tetapi petani tebu protes melalui unjuk rasa di Jakarta. Sehingga sejak 1 september 2017 gula konsumsi dibebaskan dari PPN.
Aksi Demo Petani Tebu di depan Istana Negara Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Khabsyin menegaskan pengenaan PPN dipastikan akan merugikan seluruh petani tebu yang ada di tanah air. Sebab, kata Khabsyin, pengenaan PPN terhadap gula konsumsi pada ujungnya akan menjadi beban petani sebagai produsen.
ADVERTISEMENT
“Pedagang akan membeli gula tani dengan memperhitungkan beban PPN yang harus dibayarkan. Ini tentu akan berdampak pada harga jual gula tani,” ujar Khabsyin.
Khabsyin mencontohkan saat ini harga jual gula ditingkat petani hanya laku Rp 10.500 per kg. Apabila dikenakan PPN 12 persen, maka yang diterima petani tinggal Rp 9.240 per kg. Harga itu jauh di bawah biaya pokok produksi sebesar Rp 11.500 per kg. Padahal tahun 2020 gula tani laku Rp 11.200 per kg tanpa ada PPN.
Khabsyin mendengar salah satu dasar pengenaan PPN sembako karena pemerintah menilai saat ini harga pangan naik 50 persen.
“Justru sekarang ini harga pangan turun contohnya harga gula konsumsi turun dibanding tahun lalu karena impor kebanyakan dan daya beli menurun. Kalau terpaksa narik PPN ya gula milik perusahaan-perusahaan atau pabrik gula karena mereka sebagai pengusaha kena pajak (PKP), jangan gula milik petani," ujar Khabsyin.
ADVERTISEMENT
Khabsyin menuturkan selama ini petani tebu sudah dihadapkan pada beragam kebijakan yang memberatkan seperti pengurangan subsidi pupuk, rendahnya HPP gula, hingga maraknya gula impor yang beredar di pasaran. Hal tersebut sudah membuat petani tebu menjadi tertekan.
Di sisi lain, pemerintah mengeluarkan kebijakan membebaskan PPN barang mewah nol persen terhadap mobil untuk menggairahkan perekonomian agar dapat bangkit kembali. Sehingga daya beli masyarakat meningkat.
"Seharusnya para petani diberi stimulus karena sudah bersusah payah menyediakan pangan nasional bukan malah dibebani PPN," tutur Khabsyin.