Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.95.1
Trump Tarik AS dari Perjanjian Paris, JETP Terancam Bubar-Harga Nikel Merosot
25 Januari 2025 19:03 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Pernyataan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump soal rencana keluarnya AS dari Paris Climate Agreement atau Perjanjian Iklim Paris dinilai bisa menjadi ancaman yang serius bagi Indonesia.
ADVERTISEMENT
Direktur dan Founder Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan ancaman itu utamanya dari sisi pendanaan transisi energi, salah satunya Just Energy Transition Partnership (JETP ).
“JETP yang terancam akan dibubarkan atau tidak akan berjalan mulus, karena Amerika sebagai leading dari JETP ini keluar dari Paris Agreement-nya,” kata Bhima kepada kumparan, Sabtu (25/1).
Sementara, saat ini Indonesia tengah membutuhkan dana jumbo untuk proyek-proyek energi baru terbarukan. Salah satunya pembangunan peningkatan kapasitas tenaga listrik sebesar 71 GW dengan mayoritas EBT.
Hal ini merupakan upaya yang dibidik Indonesia untuk mempercepat pemensiunan PLTU batu bara sebagai komitmen Presiden Prabowo di dalam gelaran G20.
“Di sisi lain kalau JETP tidak berjalan, Indonesia akan kehilangan salah satu pinjaman atau donor paling besar di bidang transisi energi yang ini juga akan mengancam proyek-proyek yang tengah berjalan atau tengah didanai oleh Amerika Serikat,” imbuh Bhima.
ADVERTISEMENT
Selain itu, keluarnya AS dari Perjanjian Paris juga akan membuat harga nikel dunia merosot. Sebab, langkah ini menunjukkan akan adanya gangguan pada upaya AS untuk mempercepat elektrifikasi di sektor transportasi.
“Membuat Indonesia harus bersiap-siap terkait dengan hancurnya harga nikel, harga baterai, di pasar internasional, padahal Indonesia sedang mendorong berbagai barang mineral dari proses hilirisasi bisa masuk ke rantai pasok global khususnya ke pasar AS,” jelas Bhima.
Maka, langkah Trump ini bisa menjadi ancaman serius bagi masa depan dari ekspor nikel Indonesia. Terlebih, Trump juga mendorong produksi Migas domestik Amerika meningkat.
Batasi Produksi Nikel
Dia kemudian membeberkan langkah yang harus diambil pemerintah untuk memitigasi dampak keluarnya AS dari Perjanjian Paris. Dia menyebutkan Indonesia segera melakukan pembatasan produksi biji nikel juga menghentikan rencana pembangunan smelter baru.
ADVERTISEMENT
“Dengan cara itu bisa mendorong harga nikel internasional stabil sepanjang 2025, karena kalau Indonesia oversupply nikel sementara Amerika mengurai permintaan, ini akan berdampak buruk pada harga jual nikel olahan di level internasional,” terangnya.
Selain itu menurutnya langkah mitigasi lain yang bisa dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan mencari partner kerjasama dalam hal transisi energi yang lain selain as Timur Tengah misalnya.
Dia menyoroti pembangunan (Pembangunan Listrik Tenaga Surya (PLTS) Waduk Cirata yang berhasil atas bantuan Timur Tengah dan membuktikan komitmen Timur Tengah dalam transisi energi.
“Jadi mencari partner baru antara Amerika dengan China itu juga menjadi hal yang mendesak dan Timur Tengah juga menjadi salah satu optionnya,” tegas Bhima.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Padjadjaran (Unpad), Yayan Satyakti melihat Trump memang sejak lama cenderung tidak terlalu menaruh perhatian pada isu perubahan iklim.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Bhima, Yayan memandang dampak dari keluarnya AS dari Perjanjian Paris ke Indonesia adalah pendanaan JETP Indonesia akan sedikit lambat dan ekspansif.
“Karena kalau kita, saat ini hanya Michael Bloomberg yang akan membiayai UN (United Nation) Climate Finance, dan kita ketahui, dananya tidak akan cukup banyak, karena cakupannya lebih sempit tidak pada saat AS, gabung di IPCC (Intergovernmental Panel on Climate Change),” tutur Yayan kepada kumparan, Sabtu (25/1).
Untuk menghadapi hal ini, menurut Yayan pemerintah perlu mencari inovasi pembiayaan secara domestik dan segera melakukan Carbon Tax atau Green Tax secara bertahap untuk pembiayaan transisi energi bersih Indonesia.
Selain itu, dampak dari keluarnya AS dari Paris Agreement adalah harga minyak dunia yang lebih murah tetapi akan berdampak pada turunnya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Hal ini seiring dengan penurunan harga BBM.
ADVERTISEMENT
“Turunnya ekspor nikel karena AS akan mengurangi EV dari Cina, saat ini importir terbesar nickel ore Cina sebesar 65 persen dari Indonesia. Jadi smelter kita kemungkinan akan turun,” terang Yayan.
Dia membeberkan alasan Trump menarik AS dari perjanjian Paris. Menurut dia, jika dilihat secara akademik, penurunan emisi artinya akan menurunkan output, dan menurunkan input faktor produksi seperti tenaga kerja, modal, dan energi.
Sementara, saat ini jika kita melihat ekonomi AS sedang membaik, walaupun inflasi masih belum terkendali.
“Diharapkan dengan menariknya AS dari Paris Agreement, akan meningkatkan output, penciptaan tenaga kerja dan modal konvensional serta energi yang besar dan murah seperti fossil fuels,” kata Yayan.
Sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menurunkan pengangguran terutama inflasi yang menjadi momok pada perekonomian AS.
ADVERTISEMENT
Trump berharap dengan masuknya capital inflow ini harga energi akan murah. “Oleh sebab itu Trump akan mempertahankan dan akan meningkatkan produksi minyak mentah 13,5 juta barrel per hari. Sudah menjadi produsen minyak mentah terbesar di dunia, dan itu terus meningkat pada tahun 2026 menjadi 13,5 juta barel per hari,” jelasnya.