YLKI: Pengawasan OJK Lemah, Banyak Pelanggaran di Jasa Keuangan

14 Januari 2020 14:42 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menerima sebanyak 1.871 kasus pengaduan dari konsumen selama tahun 2019. Dari total pengaduan tersebut, sebanyak 46,9 persen didominasi oleh masalah produk jasa keuangan atau finansial.
ADVERTISEMENT
Adapun untuk pengaduan perkara bank menempati porsi teratas dengan jumlah 106 kasus. Berturut-turut diikuti perkara pinjaman online sebanyak 96 kasus. Perumahan 81 kasus, belanja online 34 kasus, dan leasing sebanyak 32 kasus.
“Lima besar pengaduan masuk untuk kasus yang mencakup bank, pinjaman online, perumahan, belanja online, dan leasing,” kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi di kantornya, Jakarta, Selasa (14/1).
Persoalan jasa finansial, menurut Tulus, mendominasi aduan pelanggan sejak tujuh tahun terakhir. Adapun menurut penelusurannya, kasus ini bermula karena literasi finansial konsumen yang masih rendah dan lemahnya pengawasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Pengawasan oleh OJK sangat lemah. Dibentuknya OJK belum efektif melindungi konsumen. Ini kritik pada OJK," katanya.
Ketua harian YLKI, Tulus Abadi. Foto: Dok. Nesia Qurrota A'yuni
Lebih lanjut Tulus juga menjelaskan bahwa untuk pengaduan kasus perbankan meliputi sejumlah perkara. Beberapa di antaranya adalah gagal bayar, penagihan kartu kredit yang dianggap tidak sopan, hingga dana nasabah yang hilang karena server bermasalah.
ADVERTISEMENT
Sedangkan kasus yang berkenaan dengan pinjaman online rata-rata menyangkut keluhan tentang pembobolan data pribadi.
Di sisi lain, untuk sektor perumahan, keluhan pelanggan umumnya merujuk pada penjualan properti dan proses transaksi. Sementara itu, terkait belanja online, masyarakat disebut sering mengeluhkan tentang sulitnya proses refund atau pengembalian uang.
Tulus mengatakan, kesulitan pelanggan ini karena oleh sistem layanan pengaduan kepada e-commerce yang hanya disediakan menggunakan mesin.
"Lalu untuk leasing biasanya menyangkut kredit macet. Kasus kredit macet ini sampai 25 persen," pungkasnya.