12 Mei 1985: Gelar Serie A Melayang ke Verona

12 Mei 2020 18:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Skuat Verona musim 1984/85. Foto: Wikimedia Commons
zoom-in-whitePerbesar
Skuat Verona musim 1984/85. Foto: Wikimedia Commons
Berikan ucapan selamat kepada William Shakespeare yang memopulerkan kota Verona ke seantero dunia lewat roman tragedinya, 'Romeo and Juliet'.
Kisah cinta terlarang dua insan yang berasal dari dua keluarga bermusuhan, Montague dan Capulet, ini sukses menginsepsi nama Verona dalam-dalam di otak kita.
Kota Verona terletak di wilayah Italia Utara. Sebuah kota wisata yang terkenal dengan pertunjukan opera dan bangunan-bangunan ampiteater peninggalan Imperium Romawi.
Kota ini memegang peranan cukup penting selama era Perang Dingin, ketika Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) membangun pangkalannya di sini. Tidak heran, karena di sebelah timur, kota ini langsung berbatasan dengan Tirai Besi Balkan.
Pada suatu waktu di tahun 1985, kota Verona pernah larut dalam kegembiraan luar biasa. Sebuah pesta besar dihelat untuk merayakan satu momen yang belum pernah terjadi sebelumnya dan belum terulang lagi hingga kini.
Stadio Marc-Antonio Bentegodi menyiapkan pesta besar atas keberhasilan Hellas Verona meraih gelar juara Serie A musim itu. Pesta digelar 19 Mei 1985, atau sepekan setelah Verona memastikan titel juara di kandang Atalanta, Stadio Atleti Azzurri d'Italia.
Pertandingan melawan Atalanta itu digelar pada 12 Mei 1985. Dalam laga itu, Verona sempat tertinggal lewat gol Eugenio Perico pada akhir babak pertama. Namun, tak lama setelah babak kedua dimulai, Preben Elkjaer mencetak gol penyama kedudukan.
Gol Elkjaer membuat laga berkesudahan 1-1. Dengan hasil itu, Torino yang duduk di urutan kedua dipastikan tidak bisa lagi mengejar perolehan angka. Verona juara, tetapi mereka harus menunggu satu pekan untuk berpesta dengan para tifosi-nya.
Pada laga penutup musim di Bentegodi, Verona memetik kemenangan 4-2 atas Avellino. Kemenangan tersebut membuat pesta yang sudah disiapkan menjadi semakin meriah saja. Nyanyian tak berhenti dikumandangkan, suar tak berhenti disulut.
Pesta di Bentegodi itu menjadi akhir bagi sebuah musim yang luar biasa mengingat Verona sama sekali tidak diunggulkan. Siapa menyangka tim yang sampai saat itu baru berlaga di Serie A sebanyak 13 musim akan merengkuh Scudetto?
Di awal musim, Serie A digegerkan oleh kedatangan megabintang, Diego Maradona, ke Napoli. Ketika para kuli tinta sibuk meliput kedatangan Maradona, Osvaldo Bagnoli secara 'diam-diam' mendatangkan dua pemain asing yang akan berperan amat krusial di musim tersebut.
Pemain-pemain Verona merayakan keberhasilan meraih Scudetto Serie A 1984/85. Foto: Wikimedia Commons
Elkjaer, striker asal Denmark, didatangkan dari klub Belgia, Lokeren, dan Hans-Pieter Briegel, gelandang bertahan asal Jerman, ditarik dari Kaiserslautern.
Sebagai striker, Elkjaer mencetak banyak gol penting bagi Hellas Verona pada musim itu, termasuk gol penentu gelar ke gawang Atalanta tadi. Menariknya, Elkjaer kalah tajam dari Briegel. Meski bermain sebagai gelandang bertahan, Briegel sukses mencetak 9 gol, sementara Elkjaer 'hanya' membuat 8.
Briegel sendiri, selain cukup tajam mencetak gol, juga menunjukkan kepiawaian dalam bertahan. Salah satu contohnya adalah ketika dirinya mematikan Maradona di Bentegodi.
Pemain lain yang perannya tak kalah penting adalah penjaga gawang mereka, Claudio Grella. Gawang Verona amat sulit ditembus, terbukti dengan hanya 19 gol bersarang di gawang Grella dalam 30 pertandingan. Tentu saja, ini tak lepas dari peran kuartet bek mereka, kapten Roberto Tricella, Domenico Volpati, Luciano Marangon, dan Mauro Ferroni.
Selain benteng tersebut, trio gelandang lokal pendamping Briegel juga tampil luar biasa. Diisi oleh playmaker Antonio Di Gennaro dan duet winger Pietro Fanna – Luciano Bruni, kuartet gelandang ini sanggup memberikan keseimbangan dalam tim. Terakhir, di lini depan, ada topskorer klub, Giuseppe Galderisi (11 gol), yang menjadi pendamping Elkjaer.
Nyaris tidak ada nama terkenal di sana, kecuali dua pemain asing tersebut. Skuat Hellas Verona musim itu juga amat tipis karena hanya diisi 18 pemain.
Plakat untuk mengenang keberhasilan Hellas Verona menjuarai Serie A 1984/85. Foto: Wikimedia Commons
Di situ, Bagnoli menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang allenatore andal. Ia mampu mengorganisasi skuat medioker menjadi tim yang bermain dengan kekuatan kolektif. Tidak ada pemain yang merasa lebih hebat dari yang lain karena kewibawaan Bagnoli.
Sayangnya, pesta Hellas Verona sepertinya memang didesain untuk sekali pakai. Musim-musim berikutnya, mereka gagal mengulang prestasi tertinggi. Di European Cup musim 1985/86, mereka harus kandas dari Juventus dan hal itu menutup lembar pesta Hellas Verona untuk selamanya.
Pada awal dekade 2000-an mereka sempat tampil lumayan di Serie A dengan kombinasi beberapa rising star seperti Adrian Mutu dan Mauro Camoranesi. Pada musim 2019/20 ini mereka juga tampil tak buruk untuk ukuran tim promosi. Namun, belum ada prestasi nyata yang mampu mereka sabet.
Terlepas dari itu, Hellas Verona adalah sebuah fenomena. Tanpa tedeng aling-aling, mereka melenggang melangkahi para pemain-pemain besar.
Laksana bajak laut, Verona sukses menghabisi kapal-kapal mewah yang berseliweran di laut untuk mendapatkan harta mereka yang paling berharga dan masih tersimpan sampai sekarang. Dan untuk itu, mereka meminta dunia mencatatnya di buku sejarah.
-----
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk, bantu donasi atasi dampak corona.