Sidang Putusan Joko Driyono, Andi Darussalam Tabusala

Andi Darussalam Tabusalla: Saya Tahu Siapa Saja Mafia Sepak Bola

4 November 2019 14:16 WIB
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Andi Darussalam Tabusala dijuluki The God Father Mafia Sepak Bola Indonesia. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Andi Darussalam Tabusala dijuluki The God Father Mafia Sepak Bola Indonesia. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Andi Darussalam Tabusalla menebar senyum saat menghadiri Kongres Luar Biasa PSSI meski gelang pasien rumah sakit masih melingkar di tangan kanan, Sabtu (2/11) di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat. Ia baru saja pulang usai dirawat di RS MMC, Kuningan, Jakarta Selatan. “Masih sakit ini,” ujarnya terkekeh saat disapa kumparan.
Jelang usia 70 tahun, Andi mulai diterpa beberapa penyakit. Akhir tahun lalu ia sempat melakukan transplantasi ginjal. Kemudian sebelum mengikuti KLB PSSI, dia sempat dirawat karena infeksi pencernaan dan penyakit diabetesnya.
Terbaring di rumah sakit, semangat Andi kembali muncul ketika bicara soal sepak bola. Ia mengaku resah dengan kondisi sepak bola saat ini. Maklum, dia adalah orang lama di persepakbolaan nasional. Kariernya merentang mulai dari membantu Makassar Utama di era Liga Galatama, memanajeri timnas senior saat berlaga di Piala Kemerdekaan 1988, hingga ditunjuk menjadi Ketua Badan Liga Indonesia di 2008.
Rentang karier Andi yang panjang diiringi rekam jejaknya yang kontroversial. Tahun ini, mantan manajer timnas senior itu mengatakan bahwa ada kejanggalan soal kekalahan timnas Indonesia dari Malaysia saat Final Piala AFF 2010.
Majunya ia sebagai kandidat Komite Eksekutif (Exco) PSSI tahun ini, menurut Andi, karena dirinya berniat membongkar mafia bola. Hal itu sebenarnya tak lepas dari upaya Andi untuk membersihkan namanya yang sudah kesohor sebagai “The God Father Mafia Sepak Bola Indonesia”.
“Nanti aja kalo gua di dalam PSSI, baru gua buka semua. Kalau Allah izinkan saya masuk, pasti kebongkar. Gua bongkar seada-adanya. Gue enggak mau pusing,” kata Andi ketika dibesuk kumparan di RS MMC, sehari sebelum kongres PSSI digelar, Kamis (1/10).
Namun pencalonan Andi sebagai Exco PSSI tak berakhir indah. Meski demikian, Andi berbagi pengalaman bagaimana berurusan dengan mafia bola baik di level tim nasional dan klub. Berikut petikan perbincangan kumparan dengan Andi Darussalam soal mafia sepak bola nasional.
Andi Darussalam Tabusalla. Foto: Ratmia Dewi/kumparan
Mengapa Anda kembali ke dunia sepak bola dengan mencalonkan diri menjadi anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI? Sebetulnya kan tidak salah, saya melihat karut-marutnya sepak bola Indonesia ini. Saya berkecimpung di bola pada tahun 1982, persis setelah berakhirnya masa Pak Ali Sadikin (Ketua PSSI 1977-1981), masuk ke era Pak Kardono (1983-1991). Di situ kita kenal liga sepak bola profesional itu masih bernama Galatama.
Selama 37 tahun itu saya berkecimpung di bola, kira-kira 30 tahun nama saya selalu dilibatkan seolah-olah saya inilah godfather Indonesia mafia sepak bola. Saya nggak pernah ganggu orang. Walaupun saya tahu siapa-siapa saja, mereka hanya bicara soal saya apa yang dia tahu aja di depannya, nggak tahu di dalam.
Sindikasi itu memang membuat sepak bola Indonesia punya masalah yang terus berulang? Pak Iwan (Ketum PSSI terpilih, Mochamad Iriawan alias Iwan Bule) harus berani melakukan terobosan. Pak Iwan harus berani terbuka. Saya jumpa sama Pak Iwan, saya tanya, 'Pak katanya bapak deal sama nih orang-orang?'
'Tidak,' katanya.'Saya tidak deal. Mereka datang temui saya. Saya bilang, silakan saja, fight.' (Saya tanya lagi) 'Katanya bapak ada paket?' Tidak, katanya.
Oke, saya hargai itu. Tetapi mereka ini bikin sindikat-sindikat itu. Pertemuan-pertemuan selalu kayak begini-begitu. Voters Indonesia itu tidak punya rasa memiliki bahwa kita harus memajukan sepak bola Indonesia.
Voters dalam KLB PSSI 2019 berjumlah 86 orang, terdiri dari terdiri dari 34 Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI, 18 klub Liga 1, 16 tim Liga 2, 16 tim Liga 3, Asosiasi Futsal Indonesia dan Asosiasi Sepak Bola Wanita.
Sejumlah kandidat calon Ketua Umum PSSI mengikuti pembukaan Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI di Jakarta, Sabtu (2/11). Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Ibaratnya ada sindikat, tapi kenapa masalahnya seperti match fixing dan prestasi yang terus jeblok terus berulang? Match fixing itu sebuah permainan yang diatur oleh bandar kan. Skornya jelas. Ini kan tidak. Kalau ingin memenangkan pertandingan segala macam, diambil caranya kan. Bahwa ada judi di belakangnya kita nggak tahu. Tapi pasti ada permainan yang ingin memenangkan pertandingan itu, ya itulah mereka main. Ya sogok-menyogoklah kalau itu, bukan match fixing, suap menyuap itu terjadi.
Sejak kapan manipulasi pertandingan mulai masuk ke Indonesia? Waktu LPI (Liga Primer Indonesia) lah mereka masuk. Waktu LPI pisah, kelompoknya Pak Arifin, di situlah datang itu badan-badan dari Singapura, dari Malaysia. Masuk sini, pegang klub-klub. Klub-klub ini nggak punya biaya, nggak punya dana.
Indonesia pada tahun 2011 mengalami dualisme kompetisi antara Liga Primer Indonesia dan Liga Super Indonesia. LPI diselenggarakan konsorsium PT Liga Primer Indonesia untuk menyaingi LSI yang diselenggarakan oleh PSSI.
Tapi sebelum dualisme liga, Anda pernah mengungkap sindikat judi yang memanipulasi Final Piala AFF 2010 antara Indonesia melawan Malaysia? Iyalah. Saya ketemu orang-orang itu, saya tanya. Soalnya kita kan nuduh itu harus bisa kita buktikan. Kita nggak bisa buktikan. Tapi dari permainan kan bisa tahu.
Malaysia 2010. Saya nggak ada pikiran apa-apa sih sebetulnya. Tapi waktu terjadi gol pertama itu lah yang bikin saya bertanya-tanya, kok begini caranya bola itu. Saya masih ingat betul.
Kenapa saya bilang itu ada permainan, karena begitu saya kenal sama bandar-bandar Malaysia itulah awal cerita sama saya. 'Mana kami bisa menang Bang kalau kami tak makan,' jawabnya begitu. Tapi saya nggak panjangin, karena saya sudah selesai kan gitu. Itu aja gitu. Setelah saya steril itu hotel, nah itu saya bilang ada perempuan yang bisa lolos itu.
Suporter Timnas Indonesia dalam penyisihan grub B Piala AFF 2018 melawan Timnas Timor Leste di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Foto: ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Penjudi bola dari luar negeri di Indonesia sendiri banyaknya dari mana sih, Pak? China kan, Malaysia dan Singapura itu kaki tangannya. Tapi semua bandar itu bermuaranya di China. Yang bergerak semua di sini itu kan kaki tangannya dari Malaysia, Singapura. Tapi pusat-pusat buka judinya itu di sana.
Proses manajemen pengaturan pertandingan itu seperti apa? Ya pasti kontak pemain, kontak pengurus, kontak itu semua. Semua itu terlibatlah pokoknya. Kaki tangan segala macam.
Apakah wasit menjadi salah satu pihak yang memberi peluang untuk permainan? Bisa menjadi salah satu, tapi juga nggak kayak gitu. Bisa juga pemain yang dihubungin kan.
Bagaimana caranya wasit menjadi pihak yang memberi peluang? Macam-macamlah. Kalau lihat ada pelanggaran-pelanggaran yang aneh kan bisa tanda tanya kita kenapa dia kasih penalti, kenapa tidak penalti?
Tapi kadang-kadang kan kalau kita nggak pegang bukti, itu bisa akhirnya menjadi technical fault, menjadi masalah teknis. Kita kan istirahatkan wasit. Cuma dalam punishment istirahat kan wasit itu tidak ini (cukup kuat hukumannya).
Sampai sekarang masih banyak wasit yang dimainkan? Atau posisinya masih rentan? Ya. Wasit itu jangan selalu kita apriori mengatakan bahwa gampang dimainkan. Tingkat pengetahuannya juga nggak ada, kadang-kadang ada dispensasi, kadang-kadang ada ini kan begitu. Itu semua dari pemimpinnyalah. Perbaiki dulu pemimpinnyalah. Kalau pemimpinnya aneh-aneh aja, ya aneh juga kan.
Catatan Buruk PSSI 2016-2020 Foto: Sabryna Muviola/kumparan
Kenapa Anda disebut Godfather of Indonesia Football? Saya ingin memperbaiki nama saya dalam dunia sepak bola. Seolah-olah sayalah yang merusak sepak bola Indonesia. Jika Allah mengizinkan dan memberi waktunya, saya akan membuat sepak bola Indonesia jauh lebih perform. Membuat sepak bola Indonesia lebih baik, Exco sekarang kan jauh lebih kotor. Jika dalam setahun saya nggak bisa benahi sepak bola Indonesia maka saya akan mundur.
Bapak sering dimintai tolong oleh manajemen klub sepak bola saat itu, maksudnya minta tolong seperti apa? Ya minta tolong supaya wasit jangan ribut. Wasit bertindak fair dan segala macam. Itu pernah ya saya suatu saat saya kumpulin klub 18 sama 30-an gitu. Terus saya bilang, 'Kalian ini semua klub angkat tangannya siapa yang nggak pernah saya tolong?' Nah semuanya pernah minta tolong.
Terus, tiba-tiba salah satu tim kalah, terus tuduh saya pro sama salah satu tim. Kan gila itu. Gua nggak pernah cari proyek, yang ada mereka datang cari gua. 'Bang tolong,' begitu. Saya tanya apa yang mau ditolong, saya cuma bilang tim lu perbaiki, pelatih pilih yang berkualitas
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten