APPI: Kalau Gaji Pemain di Bawah UMR, Kesepakatan Batal demi Hukum

16 Juni 2020 14:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pembukaan kompetisi Sepak Bola Liga 1 Indonesia 2020 di Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/2). Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pembukaan kompetisi Sepak Bola Liga 1 Indonesia 2020 di Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/2). Foto: ANTARA FOTO/Didik Suhartono
ADVERTISEMENT
Begitu kompetisi berhenti pada 16 Maret, PSSI langsung merumuskan skema penggajian pemain dan pelatih.
ADVERTISEMENT
Kebijakan yang menyebut bahwa klub maksimal membayar gaji pemain serta pelatih sebesar 25% dari Maret sampai Juni akhirnya lahir.
Namun, menjelang masa berlaku kebijakan habis pada akhir Juni, keputusan federasi masih saja berpolemik.
Asosiasi Pesepak Bola Profesional Indonesia (APPI) menyebut masih ada pemain yang tidak ingin menerima gaji sesuai kebijakan PSSI.
“Selama ini kami (APPI) tidak pernah menganggap ada SK itu. SK itu sampai Juni. Jadinya, dalam pelaksanaan SK itu, ada pemain yang menolak.”
“Soalnya, PSSI sepihak dan tidak ada tindak lanjut. Berarti, kami selalu menuntut 100 persen (karena tidak mengakui SK). Bolehlah ada pemotongan. Namun, seharusnya gaji Maret itu penuh karena pemain sudah berlatih dan bertanding,” ujar Mohammad Agus Riza Hufaida, kuasa hukum APPI.
ADVERTISEMENT
Selain alasan sepihak, APPI punya dasar bahwa kebijakan tersebut tak sesuai Pasal 90 Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003.
Ponaryo Astaman (GM APPI) saat dalam acara APPI Awards. Foto: Ferry Adi/kumparan
Pasalnya, setelah gaji pemain dipotong, pesepak bola mendapat gaji di bawah upah minimum regional atau provinsi (UMR/UMP).
Makanya, APPI ingin memperjuangkan batas bawah gaji pemain setara UMR/UMP setelah dilakukan pemotongan.
“Memang, ada pemain yang menerima, tapi di bawah UMR/UMP. Kesepakatan apa pun, kalau di bawah UMR/UMP itu sudah pasti batal demi hukum. Artinya, klub berkewajiban memberikan pemain itu minimal UMR/UMP.”
“Pemain berhak menuntut. Kalau mereka memilih menerima di bawah UMR/UMP, harus dihitung selisihnya. Kekurangan itu bisa diminta ke klub. Pemain berhak mendapat sesuai UMR/UMP karena sudah ada ketentuan perundang-undangan,” tutur Riza saat dihubungi kumparanBOLA.
Suasana pembukaan kompetisi Sepak Bola Liga-1 Indonesia 2020 di Gelora Bung Tomo (GBT), Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (29/2). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Intinya, batas bawah penggajian mengacu UMR/UMP. Seperti bunyi Pasal 90 Ayat 1 bahwa pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89.
ADVERTISEMENT
Dalam kasus gaji ini, APPI lebih menitikberatkan pemain-pemain dari Liga 2. Kompetisi level kedua Indonesia tersebut lebih rawan menyalahi UU Ketenagakerjaan.
“Kalau Liga 1 seharusnya di atas UMR/UMP setelah dipotong. Yang riskan itu Liga 2. Rata-rata gaji mereka Rp5 jutaan. Bayangkan dipotong 50%, pasti di bawah UMR/UMP.”
“Artinya, kebijakan pemotongan gaji fleksibel, tidak bisa dipukul rata. Kami selalu ingatkan PSSI soal ini biar tidak memunculkan tuntutan di kemudian hari,” kata Riza.
---
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.