Balada Spurs: Ingin Jadi Tim Besar? Jangan Ragu Keluar Modal

15 Januari 2019 14:10 WIB
clock
Diperbarui 15 Maret 2019 3:49 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suporter Tottenham di Wembley. (Foto: Reuters)
zoom-in-whitePerbesar
Suporter Tottenham di Wembley. (Foto: Reuters)
ADVERTISEMENT
Untuk menjadi sebuah klub sepak bola yang besar, kiranya selain kemampuan yang apik plus proses panjang, modal besar juga jadi sesuatu yang dibutuhkan. Mauricio Pochettino, pelatih Tottenham Hotspur, paham itu.
ADVERTISEMENT
Kekalahan dari Manchester United, Minggu (13/1/2019), meski hanya dengan skor tipis 0-1, membuka sebuah borok di dalam tubuh Spurs. Mereka seolah belum siap untuk jadi klub sepak bola besar. Soal kekalahan itu sendiri, bukan hanya karena United yang tengah bangkit sehingga mereka mampu menjungkalkan Spurs.
The Lilywhites--julukan Spurs--sebenarnya punya kemampuan yang cukup untuk menjatuhkan United kembali ke bumi. Siapa tak kenal Harry Kane, Dele Alli, Christian Eriksen, dan Son Heung-min? Siapa tidak tahu duet bek Timnas Belgia, Jan Vertonghen dan Toby Alderweireld? Mereka semua punya potensi membwa Spurs jadi tim besar. Dengan potensi itu, semestinya, United bisa mereka taklukkan.
Namun, alih-alih mengalahkan United, mereka justru mendapatkan tamparan. Kekalahan yang menyadarkan Spurs, Pochettino, dan manajemen Spurs (semestinya), bahwa untuk menjadi tim besar, mereka juga harus keluar modal besar terlebih dahulu. Lalu, apakah itu dilakukan Spurs? Apakah mereka berani berinvestasi untuk masa depan?
ADVERTISEMENT
***
Usai menderita kekalahan dari United, Spurs mendapatkan kemalangan. Dua pemain andalan mereka, Harry Kane dan Moussa Sissoko, diprediksi harus menepi akibat cedera. Kane menderita cedera engkel usai dijepit dua bek United, sedangkan Sissoko menderita cedera paha ketika akan beradu lari dengan Luke Shaw.
Tidak hanya cedera, mereka juga akan kehilangan Son yang berangkat ke Piala Asia 2019 membela Timnas Korea Selatan. Spurs kelimpungan, begitu juga Pochettino. Absennya tiga pemain ini menambah daftar absen para pemain Spurs untuk musim 2018/19 mendatang.
Sebelum ketiganya, ada nama Victor Wanyama yang cedera, ditambah kondisi Eric Dier dan Lucas Moura yang sedang dalam masa pemulihan. Sedangkan untuk Mousa Dembele, ia diprediksi akan segera bergabung dengan salah satu klub China, sehingga kerap tidak diturunkan oleh Pochettino.
ADVERTISEMENT
Melihat daftar absen semacam itu, Pochettino layak pusing. Apalagi, sampai akhir Februari 2018 nanti, jadwal mereka terbilang padat. Sudah ada dua lawan berat yang menanti mereka, yakni Chelsea (leg kedua semifinal Piala Liga Inggris serta Premier League) serta Borussia Dortmund (leg pertama babak 16 besar Liga Champions). Kehadiran pemain kunci dibutuhkan Tottenham untuk mengarungi laga berat tersebut.
Namun, melihat skuat Spurs, justru kondisi mereka mengkhawatirkan. Dalam periode Natal dan Tahun Baru saja, mereka memakai skuat yang rata-rata isinya itu-itu saja. Di laga melawan United kemarin saja, susunan pemainnya kebanyakan merupakan susunan pemain yang hampir sama dengan susunan pemain ketika mereka menundukkan Chelsea di leg pertama semifinal Piala Liga.
Hal ini mencerminkan buruknya kedalaman skuat Spurs. Khusus untuk hal ini, siapa yang patut bertanggung jawab?
ADVERTISEMENT
Mark Ogden, kolumnis ESPNFC dalam tulisannya berjudul 'Tottenham Can't Keep Pochettino If They Don't Back Him in the Transfer Market' menyebut bahwa salah satu pihak yang mesti bertanggung jawab atas dangkalnya skuat Spurs ini adalah Daniel Levy. Pochettino sebenarnya sudah memiliki nama-nama incaran yang ingin ia rekrut untuk memperkuat Spurs dalam bursa transfer musim panas 2018.
Namun, alih-alih mengeluarkan uang, Levy justru membiarkan Pochettino bereksperimen dengan skuat seadanya. Malah, menurut Ogden, ia jadi pelatih Premier League yang paling jarang belanja (total pengeluaran bersih Spurs sejak Pochettino datang hanya 40,25 juta poundsterling). Meski jarang kelihatan mengeluh, ia sempat mengeluarkan unek-uneknya soal keengganan Spurs berinvestasi dalam skuat mereka.
Pochettino bersiap di Allianz Stadium. (Foto: Reuters/Paul Childs)
zoom-in-whitePerbesar
Pochettino bersiap di Allianz Stadium. (Foto: Reuters/Paul Childs)
"Saya melihat data pengeluaran tim-tim Eropa dalam 10 tahun terakhir, dan kami (Spurs) berada di urutan buncit. Jika memang ingin meraih gelar juara, kami harus menerapkan sistem yang berbeda. Sistem yang mendukung untuk masa depan," ujar Pochettino.
ADVERTISEMENT
Ucapan Pochettino ini memang benar. Banyak pengamat juga setuju bahwa Spurs enggan berinvestasi. Namun, kesalahan bukan milik manajemen semata. Tangan Levy sudah terikat dalam biaya renovasi White Hart Lane yang diprediksi menghabiskan biaya sebesar 400 juta poundsterling. Bukannya tidak mau, mungkin saja memang uang Spurs sudah terkuras untuk investasi di sektor stadion.
Pochettino juga bisa dibilang bersalah dalam hal ini. Sebagai pelatih yang reputasinya sedang menanjak di Inggris dan Eropa, ia mestinya bisa menekan manajemen untuk mengeluarkan uang di bursa transfer. Tapi, apa yang ia lakukan? Nihil. Ia terkesan tak banyak mengeluh, namun di sisi lain, ia juga tidak berusaha keras untuk meyakinkan manajemen bahwa investasi dalam skuat adalah hal yang perlu.
ADVERTISEMENT
Melihat keadaan yang seperti ini, maka tak heran dibandingkan dengan pesaingnya di papan atas Premier League, Spurs berada di posisi yang mengkhawatirkan. Saat tim-tim lain tetap bisa main dengan skuat terbaik meski berada dalam periode berat, Spurs megap-megap. Jika kondisi terus berlangsung seperti ini, akan sulit bagi mereka, setidaknya, meraih titel di musim 2018/19.
***
Ya, nasi sudah menjadi bubur. Kompetisi sudah berjalan, dan musim 2018/19 sekarang beranjak menuju fase akhir. Mengeluh tak akan menyelesaikan masalah, dan Pochettino selaku pelatih harus benar-benar memaksimalkan skuat yang ada.
Khusus untuk masalah skuat ini, setidaknya Pochettino bisa melakukan dua hal: Memanfaatkan pemain yang ada dan sedikit mengubah skema permainan. Masalah pemanfaatan pemain, masih ada pemain-pemain yang bisa ia pergunakan, terutama untuk lini depan dan tengah, pangkal krisis Spurs belakangan ini.
ADVERTISEMENT
Penyerang Spurs, Fernando Llorente. (Foto: Reuters/Carl Recine)
zoom-in-whitePerbesar
Penyerang Spurs, Fernando Llorente. (Foto: Reuters/Carl Recine)
Di lini depan, jika Kane tidak bermain, ada Fernando Llorente yang bisa ia turunkan. Meski belum mencetak gol dalam enam laga terakhir bersama Spurs, ia tetap bisa jadi andalan, terutama untuk jadi pemantul dan pengalir bola di depan. Badannya yang tinggi, seharusnya membuatnya bisa jadi penahan bola yang baik juga.
Sedangkan di lini tengah, khusus untuk posisi petarung, ia harus dengan cermat memperhitungkan kondisi kebugaran Eric Dier dan Moussa Sissoko. Mari coret Dembele yang dikabarkan akan segera merapat ke China. Kembalinya Dier dari cedera, setidaknya, akan membuat Pochettino punya opsi lain di tenga, selain mengandalkan sosok Harry Winks.
Jika ingin menambah opsi lagi, para pemain muda macam Oliver Skipp maupun Luke Amos juga dapat diberikan kesempatan. Meski begitu, pilihan ini berisiko jika memang Pochettino menginginkan hasil positif untuk tim. Pengalaman Skipp dan Amos yang minim di Premier League (Skipp baru main lima kali di liga, Amos baru sekali), akan menjadi bumerang kala Spurs menjalani laga besar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Spurs juga tidak boleh ragu utuk mengubah gaya main. Jika biasanya mereka dikenal sebagai tim yang agresif dalam menekan, dan banyak mengandalkan permutasi posisi serta umpan-umpan pendek, dalam beberapa momen, mereka harus berani mengubah permainan jadi lebih efektif. Hal ini juga berkaitan dengan menjaga kebugaran pemain.
Menyoal pergantian gaya main ini, Spurs sebenarnya sudah melakukannya dengan apik kala melawan Chelsea di Piala Liga. Mereka bisa jadi tim yang menakutkan ketika melakukan serangan balik, dan bisa bermain rapat di pertahanan kala diserang lawan (apalagi jika nanti Dier sudah ada). Pochettino mesti memiliki banyak rencana cadangan dalam skema permainannya.
Harry Kane merayakan gol ke gawang Chelsea. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
zoom-in-whitePerbesar
Harry Kane merayakan gol ke gawang Chelsea. (Foto: Reuters/Andrew Couldridge)
Pada akhirnya, memang investasi besar tetap dibutuhkan Spurs jika kelak mereka ingin jadi tim besar. Mereka bisa mencontoh Liverpool dan Manchester City yang tak ragu berinvestasi soal skuat, sehingga mereka memiliki kekuatan skuat yang bagus untuk mengarungi musim demi musim.
ADVERTISEMENT
Nah, sedangkan untuk Spurs, proses pematangan tim sudah mereka jalani dan kemampuan individu para pemainnya juga sudah mumpuni. Pertanyaannya sekarang, siapkah mereka keluar modal besar, terutama untuk skuat, sehingga kelak di masa depan mereka sudah siap jadi klub sepak bola yang besar?