Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Setengah tahun lamanya Stefano Sorrentino terjebak dalam ketidakpastian. Semenjak dilepas oleh ChievoVerona , pria 40 tahun itu belum lagi mendapatkan klub. Akhirnya, pada Rabu (22/1/2020), cult hero Serie A itu memutuskan gantung sepatu.
ADVERTISEMENT
Nama Sorrentino memang tidak bisa dibilang masyhur. Jangan bandingkan dirinya dengan kiper legendaris Italia lain macam Gigi Buffon, Dino Zoff, atau Gianluca Pagliuca.
Memang benar bahwa, seperti halnya Buffon, Zoff, serta Pagliuca, Sorrentino juga bermain sampai usia kepala empat. Namun, dari segi prestasi, Sorrentino dan tiga legenda tadi bak bumi dan langit.
Meski demikian, karier Sorrentino bukannya sama sekali tidak layak untuk dirayakan. Biar bagaimana juga, tidak semua pesepak bola bisa menorehkan 363 penampilan di ajang seelite Serie A. Apalagi jika dia hampir selalu bermain di klub gurem. Layaklah kiranya menyebut Sorrentino sebagai seorang cult hero.
Sorrentino sendiri menimba ilmu sepak bolanya bersama akademi dua klub elite, Lazio dan Juventus. Namun, debut profesionalnya pada 1998 dia jalani bersama Torino di Serie B.
ADVERTISEMENT
Waktu itu, Sorrentino pun tidak mendapat banyak kesempatan bersama Torino, sampai akhirnya dia harus rela turun kelas ke Serie C1 untuk bergabung dengan Juve Stabia dan Varese.
Dipinjamkan ke dua tim berbeda, Sorrentino berhasil meyakinkan Torino untuk menariknya kembali. Pada 2001, kiper bertinggi 186 cm itu naik pangkat menjadi deputi Luca Bucci.
Perlahan, seiring makin menuanya Bucci, Sorrentino pun mendapat kesempatan tampil sebagai kiper utama Torino. Jika ditotal, sampai hijrah ke AEK Athena pada 2005, Sorrentino mengawal gawang Granata 110 kali di semua ajang.
Bersama AEK, Sorrentino menghabiskan waktu empat musim. Akan tetapi, tidak semuanya dia lakoni di ibu kota Yunani tersebut. Praktis hanya dua musim dia benar-benar jadi andalan di AEK.
ADVERTISEMENT
Pada 2007/08, dia dipinjamkan ke Recreativo de Huelva. Semusim berikutnya, Sorrentino dipinjamkan lagi ke Chievo. Akhirnya, pada awal musim 2009, Sorrentino dibeli secara permanen oleh Mussi Volanti.
Bisa dibilang, masa-masa terbaik Sorrentino dimulai di sini. Pada era pertamanya di Chievo, dia benar-benar menunjukkan kepada publik sepak bola bahwa dia adalah sosok shot stopper yang bisa diandalkan.
Itulah mengapa, pada 2013, Sorrentino kemudian direkrut oleh Palermo. Ketika itu, Rosanero membutuhkan sosok berpengalaman untuk segera mengangkat mereka dari Serie B ke Serie A. Sorrentino berhasil mewujudkannya.
Akhirnya, setelah tiga musim di Sisilia, Sorrentino kembali ke Chievo. Tiga tahun lamanya Sorrentino menjadi pembeda antara Serie A dan Serie B untuk klub asal Verona itu.
ADVERTISEMENT
Jatuh bangun, lompat sana lompat sini, semua dilakukan Sorrentino untuk setidaknya membuat Chievo bisa bertahan di Serie A. Namun, usaha keras Sorrentino itu tidak lagi cukup di musim 2018/19.
Chievo mengawali musim dengan deduksi poin akibat pelanggaran finansial. Morel pemain pun runtuh dan mereka menjalani musim dengan angin-anginan. Di ujung kisah, degradasi sebagai juru kunci pun didapatkan oleh Chievo.
Setelah terdegradasi, Chievo memutus kontrak Sorrentino. Padahal, sang portiere sendiri masih ingin bertahan di sana. Kemudian, Sorrentino mengumumkan bahwa dia ingin mencari klub baru.
Namun, sampai setengah musim berjalan, Sorrentino tidak kunjung mendapat peminat. Keputusan gantung sepatu dan gantung sarung tangan pun dia ambil. Mulai hari ini, Sorrentino tak lagi menjadi atlet yang dipuja ribuan manusia. Kini, dia kembali jadi manusia biasa.
ADVERTISEMENT