Di Tangan Puel, Leicester Berpendar

26 Desember 2017 20:30 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Puel pas untuk Leicester. (Foto: Reuters/Darren Staples)
zoom-in-whitePerbesar
Puel pas untuk Leicester. (Foto: Reuters/Darren Staples)
ADVERTISEMENT
Seperti yang sudah diduga, Craig Shakespeare akhirnya kehilangan jabatan sebagai manajer Leicester City. Ketidakmampuannya meracik strategi hingga menjaga stabilitas ruang ganti membuat pria asal Birmingham ini dipecat per 17 Oktober 2017.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya, petinggi Leicester melantik Claude Puel sebagai manajer. Pemilihan Puel pun mengagetkan banyak pihak dan membuat banyak orang bertanya-tanya. Apa alasan di baliknya? Apa yang membuat manajemen Leicester terpikir untuk mengangkat seorang Puel?
Pertanyaan yang dibebankan kepada Puel memang cukup wajar. Sebagai juru taktik, prestasi terbaiknya terjadi 17 tahun silam. 18 tahun bekerja di belakang tim utama, karier kepelatihannya tak pernah jauh-jauh dari kesebelasan asal Prancis.
Nama Puel mulai merekah di Inggris ketika ia dilantik oleh Southampton, awal musim 2016/17. Semusim di sana, catatannya tak mengecewakan: ia membawa Southampton finis pada urutan kedelapan Premier League.
Namun, Puel dianggap gagal. Oleh manajemen Southampton, ia pun diberhentikan karena dirasa tak mampu mencapai parameter yang ditetapkan. Puel tak putus asa. Ia menunggu kesempatan kedua untuk membuktikan diri. Hingga tiba panggilan dari Leicester bagi Puel untuk kembali menjadi juru taktik.
ADVERTISEMENT
Dukungan pun diberikan oleh banyak pihak untuk Puel. Salah satunya adalah eks-rekan setim Puel, Thierry Henry. Kepada Sky Sports, Henry berkata bahwa Leicester bisa berkembang jika mereka mau bekerja keras dan mendengarkan semua yang diucapkan oleh Puel.
Apa yang diucapkan oleh Henry menjadi kenyataan. Puel memulai laga pertamanya sebagai manajer Leicester dengan kemenangan. Menghadapi Tottenham Hotspur (28/11/2017), Leicester menang dengan skor 2-1.
Sisanya, potensi Leicester keluar. Burnley, Newcastle United, dan Southampton, mereka habisi. Kendati sempat kalah ketika menghadapi Crystal Palace, Leicester kembali bangkit dengan menahan imbang Manchester United 2-2 di King Power Stadium.
Puel menggunakan 4-4-1-1 sebagai pola dasar Leicester musim ini. Dengan pola tersebut, ia mengedepankan kokohnya lini belakang—ditambah dengan keberadaan dua gelandang tengah yang memiliki preferensi untuk bertahan—untuk kemudian menekan lawan melalui serangan balik.
ADVERTISEMENT
Untuk gaya permainan, tak banyak yang diubah oleh Puel dari era ketika Claudio Ranieri hingga Shakespeare menjabat. Ia tetap menggunakan umpan jauh sebagai sarana perpindahan bola dan memanfaatkan lebar lapangan ketika menekan lawan.
Perubahan juga tidak dilakukan oleh Puel soal bagaimana timnya menguasai bola. Setiap pemain serta area punya preferensi serangan, dan lewat itu, potensi Leicester untuk mencetak gol kian besar.
Apa yang diperlihatkan oleh Leicester ketika mengalahkan Southampton, 13 Desember lalu, bisa jadi contoh. Dalam laga tersebut, Riyad Mahrez dan Ben Chilwell punya tugas yang berbeda kendati sama-sama berada di sisi lapangan. Begitu pula Jamie Vardy dan Shinji Okazaki.
Dalam laga tersebut, kemampuan individual Mahrez dieksploitasi oleh Puel. Ia tak diperbolehkan turun begitu dalam dan diharapkan untuk terus siaga di sepertiga terakhir pertahanan lawan.
ADVERTISEMENT
Mahrez pun menjadi semacam senjata bayangan. Ketika pemain Southampton mengira ia akan lebih banyak mengirim umpan silang, Mahrez justru sering masuk ke tengah lapangan. Dari sana, Mahrez bisa memilih antara memberi umpan atau melakukan gerakan individual untuk masuk ke kotak penalti.
Peran yang diberikan oleh Mahrez begitu berbeda dengan apa yang diberikan kepada Chilwell. Bermain sebagai gelandang serang kiri, tugas Chilwell tak boleh jauh-jauh dari melepaskan umpan silang dan melapisi Christian Fuchs.
Jika diukur dari statistik serangan, Chilwell total melepaskan 12 umpan—baik umpan terobosan maupun umpan silang. Jika diukur dari statistik bertahan, Southampton hanya melepaskan tujuh kali umpan silang dari sisi kiri, berbeda 12 kali dibanding sisi kanan.
ADVERTISEMENT
Perubahan tak hanya dilakukan oleh Puel pada Leicester ketika membawa bola. Puel juga melakukan hal serupa ketika anak asuhnya sedang tidak membawa bola dan menerima tekanan dari pemain lawan.
Perubahan yang dilakukan Puel menyangkut soal organisasi pertahanan. Keberadaan Harry Maguire membuat anak asuhnya bermain dengan garis pertahanan yang lebih tinggi ketimbang apa yang dilakukan oleh Ranieri dan Shakespeare.
Hal lain yang membuat Leicester arahan Puel semakin kuat dibanding era Shakespeare adalah upayanya untuk memainkan Vicente Iborra dan Wilfred Ndidi di lini tengah. Keduanya tak hanya mampu memotong serangan di awal, tapi juga melapisi setiap lubang yang ada di belakang.
Secara individual, perubahan yang paling kentara dari skuat Leicester di bawah asuhan Puel adalah Mahrez. Seperti yang sudah disebutkan di atas, di bawah arahan Puel, kemampuan pemain asal Aljazair ini kembali terlihat.
ADVERTISEMENT
Empat dari enam gol yang dicetak oleh Mahrez musim ini terjadi saat Puel memegang kendali. Soal kreasi peluang untuk rekan setimnya, ia menciptakan 14 peluang sejak Puel datang, lebih banyak satu peluang dibanding 13 pertandingan sebelumnya.
Catatan Mahrez juga membaik soal akurasi umpan dan percobaan. Soal akurasi umpan, selama dipegang Puel, akurasi umpannya mencapai 83%, lebih tinggi dibanding akurasi umpannya sebelum Puel datang. Begitu pula akurasi percobaannya yang kini mencapai 90%, nyaris dua kali lipat dari catatannya sebelum Puel datang.