Drama Hector Cuper di Valencia: Sukses di Eropa lalu 'Dibakar' di Jalanan Kota

21 April 2020 18:32 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemain-pemain Valencia merayakan keberhasilan lolos ke final Liga Champions 2000. Foto: AFP/Christophe Simon
zoom-in-whitePerbesar
Pemain-pemain Valencia merayakan keberhasilan lolos ke final Liga Champions 2000. Foto: AFP/Christophe Simon
Setiap tahunnya, pada pertengahan bulan Maret, warga Valencia tumpah ruah ke jalan-jalan kota untuk ikut dalam sebuah perayaan bernama Fallas.
Perayaan tahunan itu digelar besar-besaran selama lima hari dengan delapan rangkaian acara berbeda. Tujuan utama digelarnya Fallas ini adalah untuk menghormati Santo Yusuf, orang suci yang dianggap sebagai santo pelindung kota Valencia.
Namun, meski bernapaskan agama, perayaan Fallas ini tidak pernah berlangsung syahdu. Justru, unsur hedonisme sangat kuat melekat di sana. Di Fallas, warga kota Valencia menari, bernyanyi, bahkan melampiaskan kebencian mereka secara banal.
Pelampiasan kebencian itu menjadi penutup perayaan. Orang-orang menyebutnya La Crema. Di sini, mereka membakar benda-benda yang dianggap sebagai representasi kesialan serta penderitaan (morboso). Sembari menyaksikan benda-benda itu terbakar, warga kota berpesta pora.
19 Maret 2002, jalanan kota Valencia menjadi saksi bisu kebencian para suporter Valencia Club de Futbol terhadap sosok yang sebenarnya punya jasa besar terhadap mereka, Hector Cuper. Malam itu, Cuper dibakar habis setelah membawa Internazionale menyingkirkan Valencia di Piala UEFA 2001/02.
***
Kiprah Cuper bersama Valencia tidak lama, hanya dua musim. Namun, dalam waktu sesingkat itu, Cuper berhasil mengantarkan Valencia ke level yang sebelumnya tak pernah bisa mereka jejak. Dua final Liga Champions berturut-turut dirasakan Valencia pada 2000 dan 2001.
Cuper datang ke Valencia pada 1999 tetapi kisah tersebut sebetulnya sudah bermula lima tahun sebelumnya ketika seorang pengusaha lokal bernama Francesc Roig mengambil alih tampuk kepemimpinan klub.
Pada dekade 1990-an dan 2000-an, nama keluarga Roig begitu harum di persepakbolaan Spanyol. Selain Francesc, adiknya yang bernama Fernando juga terlibat aktif dalam memajukan sepak bola di wilayah Pantai Timur.
Mulanya, Francesc dan Fernando Roig sama-sama memimpin Valencia. Akan tetapi, pada 1997, perang saudara pecah. Francesc merasa tersinggung ketika Fernando meminta agar kendali Valencia diserahkan kepada dirinya. Fernando kemudian ditendang dari jajaran kepengurusan.
Fernando kemudian mengalihkan perhatiannya kepada sebuah klub mungil bernama Villarreal. Nantinya, Fernando bakal sukses membawa Villarreal jadi salah satu kuda hitam tersukses di Eropa. Francesc, sementara itu, tersingkir dari Valencia pada 1997 itu juga.
Francesc, yang akrab disapa Paco itu, sebenarnya memiliki niat luhur mengembalikan Valencia ke masa kejayaan. Ketika dia menjadi presiden, sudah belasan tahun tidak ada trofi baru yang datang ke kabinet Estadio Mestalla.
Gelar terakhir yang didapatkan Valencia sebelum Roig bersaudara datang adalah Piala Winners pada 1980. Dimotori Mario Kempes, Los Murcielagos sukses menundukkan Arsenal lewat adu penalti dalam laga final di Heysel. Sayangnya, setelah itu Valencia mengalami kemunduran.
Roig bersaudara datang dengan modal besar. Buktinya, pada 1994, mereka bisa mengontrak pelatih Carlos Alberto Parreira yang baru saja mengantarkan Brasil jadi juara Piala Dunia. Pemain-pemain bintang pun kemudian berdatangan, mulai dari Andoni Zubizarreta, Predrag Mijatovic, sampai Romario.
Akan tetapi, prestasi tak kunjung datang. Itulah mengapa Fernando kemudian meminta agar Francesc mundur. Akhirnya, setelah Francesc mundur, Valencia dipimpin oleh Pedro Cortes. Di bawah Cortes, Valencia baru menemukan stabilitas.
Pada akhir musim 1997/98, Cortes memecat Jorge Valdano dari kursi kepelatihan dan menunjuk Claudio Ranieri. Kedatangan Ranieri ini membuat Valencia jadi lebih teratur dalam bermain. Ranieri juga sukses menyulap Gaizka Mendieta dan Claudio Lopez jadi pemain bintang.
Claudio Ranieri kala melatih Nantes. Foto: AFP/Pascal Guyot
Mendieta dan Lopez mulanya bukan pemain hebat. Bahkan, saat masih muda, kemampuan teknis Mendieta disebut sangat buruk sehingga tidak akan bisa menghindari tembok yang ada di depannya ketika sedang menggiring bola.
Bersama Ranieri, Mendieta dan Lopez berkembang pesat. Dengan bekal karakter kebapakannya, pria yang di kemudian hari bakal mengantarkan Leicester City juara Premier League itu membuat para pemain Valencia merasa segan kepadanya.
Pada musim 1997/98 itu Ranieri sukses mengangkat Valencia dari papan bawah hanya dalam tiga pertandingan. Los Che finis di posisi kesembilan dan Ranieri pun dipertahankan oleh Cortes untuk musim 1998/99.
Sejumlah pemain pun didatangkan untuk membantu Ranieri seperti Adrian Ilie, Joachim Bjorklund, dan Cristiano Lucarelli. Ditambah dengan nama-nama yang sudah ada seperti Mendieta, Lopez, Gerard Lopez, Javier Francisco Farinos, dan Santiago Canizares, Valencia mampu memutus dahaga gelarnya.
Pada musim 1998/99 itu Valencia keluar sebagai juara Copa del Rey setelah mengalahkan Atletico Madrid. Sayangnya, setelah musim berakhir, Ranieri justru pergi ke Atletico. Cortes pun harus mencari pengganti dan akhirnya pilihan dia jatuhkan kepada Cuper.
Ketika ditunjuk menjadi pelatih Valencia, Cuper punya reputasi cukup baik lewat keberhasilannya membawa Real Mallorca ke final Piala Winners edisi terakhir. Mallorca memang kalah dari Lazio pada laga tersebut tetapi keberhasilan lolos ke partai puncak saja sudah sangat luar biasa bagi klub asal Kepulauan Balearic itu.
Cuper, sebagai pelatih, adalah pengganti yang sempurna untuk Ranieri karena mereka punya karakteristik mirip. Taktik yang mereka gunakan pun tidak jauh berbeda. Lewat permainan defensifnya yang dibalut pakem 4-4-2, Cuper hanya meneruskan pekerjaan Ranieri.
Hector Cuper saat menjabat sebagai pelatih Valencia pada musim 2000/01. Foto: AFP/Gerard Malie
Meski demikian, sejumlah penyesuaian tetap dilakukan Cuper. Beberapa pemain peninggalan era Ranieri seperti Lucarelli dan Stefan Schwarz dibuang. Sebagai gantinya, masuklah nama-nama seperti Mauricio Pellegrino, Kily Gonzalez, dan Miguel Angel Angulo.
Di bawah Cuper, Valencia menjadi tim dengan pertahanan terbaik di La Liga. Sepanjang musim 1999/2000, mereka hanya kebobolan 39 kali dan akhirnya finis di posisi ketiga. Namun, di sinilah ketidaksukaan suporter Valencia pertama kali muncul.
Orang-orang Valencia menyukai hal-hal spektakuler, termasuk di lapangan sepak bola. Maka, mereka pun sangat sulit dipuaskan. Meski hasil yang didapatkan bagus, apabila caranya tidak sesuai dengan karakter mereka, hasil tersebut tidak akan dipandang bagus.
Rewelnya para suporter Valencia ini bisa dilacak sampai pada dekade 1960-an, ketika mereka menyaksikan tim kesayangannya menjuarai dua Piala Fairs secara beruntun pada 1962 dan 1963. Pada masa itulah identitas Valencia Club de Futbol sebagai tim atraktif mulai terbentuk.
Lucunya, Valencia setelah itu lebih sering berhasil ketika ditangani pelatih-pelatih yang berpakem defensif. Alfredo di Stefano memulai tren ini pada 1971 ketika membawa Valencia jadi juara liga. Ranieri serta Cuper kemudian menyusul dan di kemudian hari ada pula sosok Rafael Benitez serta Marcelino Garcia Toral.
Namun, pada era Cuper, suporter Valencia belum menyadari adanya tren tersebut. Mereka kesal melihat tim asuhannya cuma bisa mencetak 59 gol dari 38 pertandingan La Liga. Yang membuat Cuper dimaafkan adalah penampilan Valencia di Liga Champions.
Di fase grup pertama Liga Champions 1999/2000, Valencia masih tampak seperti tim asuhan Cuper yang amat berhati-hati dan sudah sangat puas dengan kemenangan bermargin satu gol. Namun, sejak fase grup kedua, Valencia betul-betul beralih rupa.
Mencetak lebih dari dua gol bukan lagi hal tabu. Bahkan, setelah sampai di perempat final, mereka sukses menggasak Lazio dengan skor 5-2. Meski kalah 0-1 di leg kedua, Valencia tetap berhak lolos ke semifinal untuk bertemu dengan Barcelona.
Gaizka Mendieta, Mauricio Pellegrino, Jocelyn Angloma, dan Claudio Lopez merayakan kemenangan Valencia atas Barcelona di semifinal Liga Champions 1999/2000. Foto: AFP/Patrick Hertzog
Agresivitas Valencia tak hilang pada laga semifinal. Barcelona mereka hajar 4-1 pada leg pertama sehingga kekalahan 1-2 pada pertemuan kedua jadi tidak ada artinya. Valencia pun, untuk pertama kalinya dalam sejarah, lolos ke final Liga Champions.
Celakanya, lawan yang dihadapi Valencia pada final Liga Champions 2000 itu adalah Real Madrid, tim paling dominan dalam sejarah kompetisi. Cuper sebenarnya sudah bernazar bakal berlari telanjang jika Valencia sukses menundukkan Real. Namun, yang terjadi justru sebaliknya.
Perjalanan hebat Valencia berakhir antiklimaks. Gol-gol dari Fernando Morientes, Steve McManaman, dan Raul Gonzalez ke gawang Canizares membuat Valencia harus pulang dari Stade de France dengan kekalahan telak 0-3.
Valencia gagal juara tetapi lolos ke final Liga Champions tetap terhitung sebagai sebuah keberhasilan. Cuper pun akhirnya dipertahankan meskipun Valencia kemudian kehilangan Lopez ke Lazio. Tanpa Lopez, Cuper dipaksa untuk melakukan penyesuaian lagi.
Sebagai pengganti Lopez, Presiden Cortez mendatangkan sosok striker tinggi besar bernama John Carew. Masuknya Carew itu membuat cara menyerang Valencia sedikit berubah dan ini berimpak pada prestasi mereka di La Liga.
Jumlah gol Valencia yang sudah sedikit pada musim 1999/2000 itu mengalami penurunan. Sepanjang musim di La Liga, mereka hanya mampu mencetak 55 gol. Namun, performa defensif mereka meningkat dengan hanya kebobolan 34 gol.
Masuknya nama-nama seperti David Albelda, Didier Deschamps, dan Ruben Baraja membuat lini tengah Valencia semakin stabil. Akan tetapi, kecerdikan ala Lopez benar-benar dirindukan oleh Valencia kala itu. Apalagi, pemain-pemain depan yang baru datang seperti Pablo Aimar dan Vicente Rodriguez belum matang.
Ketidaksukaan suporter Valencia terhadap Cuper semakin menjadi pada musim itu. Terlebih, Valencia hanya mampu finis di posisi kelima setelah menelan kekalahan 2-3 dari Barcelona pada pertandingan penghabisan. Hattrick Rivaldo kala itu cuma bisa dibalas Valencia lewat brace Baraja.
John Carew (kedua dari kanan) memberi selamat kepada Gaizka Mendieta (tengah) atas golnya ke gawang Leeds United di semifinal Liga Champions 2000/01. Foto: AFP/Christophe Simon
Prestasi buruk di liga itu sebetulnya bisa diimbangi dengan penampilan impresif di Liga Champions, di mana mereka akhirnya sukses mencapai babak final untuk kali kedua secara beruntun. Perjalanan mereka menuju final pun bisa dibilang lebih mulus daripada musim sebelumnya.
Setelah keluar sebagai juara di fase grup pertama, Valencia kembali menjadi juara pada fase grup kedua. Manchester United asuhan Sir Alex Ferguson berhasil mereka kangkangi dengan keunggulan selisih gol pada fase grup kedua itu.
Setelahnya, pada laga perempat final dan semifinal, Valencia berhasil menundukkan dua klub Inggris lain, Arsenal dan Leeds United. Arsenal mereka singkirkan lewat aturan gol tandang, sementara Leeds besutan David O'Leary mereka hancurkan dengan keunggulan agregat 3-0.
Sampailah Valencia ke final. Namun, lagi-lagi lawan yang mereka hadapi adalah salah satu bangsawan sepak bola Eropa bernama Bayern Muenchen. Kegagalan Pellegrino menaklukkan Oliver Kahn pada babak tos-tosan membuat Bayern keluar sebagai pemenang dengan skor 5-4. Sebelum itu, kedua tim bermain imbang 1-1 selama 120 menit.
Kegagalan di La Liga tadi membuat keberhasilan Valencia lolos ke final Liga Champions tak lagi bisa menjadi dasar untuk mempertahankan Cuper. Berbarengan dengan mundurnya Cortez sebagai presiden klub, Cuper dipecat dan digantikan oleh Benitez.
Bersama Benitez, Valencia akhirnya berhasil meraih trofi lagi. Pada musim 2001/02 itu, Valencia keluar sebagai juara La Liga. Dua musim setelahnya, satu gelar La Liga lagi berhasil dipersembahkan Benitez, ditambah dengan trofi Piala UEFA.
Impak instan Benitez di Valencia itu membuat kebencian para suporter terhadap Cuper semakin menjadi. Puncaknya adalah pada Fallas 2002 tadi. Cuper 'dibakar' dan dianggap tidak pernah menjadi bagian dari sejarah klub.
-----
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona. Yuk, bantu donasi atasi dampak corona.