FIFA dan Promosi Setengah Hati Sepak Bola Wanita

10 Oktober 2018 7:37 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Timnas Wanita Inggris dalam pertandingan melawan Australia. (Foto: Reuters/John Sibley)
zoom-in-whitePerbesar
Timnas Wanita Inggris dalam pertandingan melawan Australia. (Foto: Reuters/John Sibley)
ADVERTISEMENT
Setelah meluncurkan rencana perubahan besar-besaran di bursa transfer pemain, FIFA kini hadir dengan sebuah terobosan baru. Pada Selasa (9/10/2018), mereka secara resmi meluncurkan sebuah strategi global untuk mengembangkan persepakbolaan wanita.
ADVERTISEMENT
Dalam keterangan resminya, FIFA menyebutkan bahwa mereka percaya sepak bola bisa mendatangkan banyak keuntungan bagi para wanita di seluruh dunia. Oleh karenanya, mereka pun berencana untuk meningkatkan nilai komersial sepak bola wanita sekaligus meningkatkan partisipasi, khususnya di level akar rumput.
Dalam melakukan ini, FIFA akan bekerja sama dengan asosiasi-asosiasi negara anggota melalui beragam cara, mulai dari workshop sampai inisiatif-inisiatif khusus. Eksekusi dari rencana ini akan dijalankan oleh Divisi Sepak Bola Perempuan yang sudah dibentuk sejak 2016 silam.
"Sepak bola perempuan adalah prioritas utama kami," kata Sekretaris Jenderal FIFA, Fatma Samoura, seperti dilansir Reuters.
"Kami akan bekerja secara langsung dengan 211 asosiasi negara anggota kami di seluruh dunia untuk menumbuhkan tingkat partisipasi, meningkatkan nilai komersial, dan memperkuat struktur-struktur yang berkaitan dengan sepak bola wanita untuk memastikan agar apa yang kami lakukan bisa bertahan lama dan memiliki hasil nyata," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Salah satu tujuan utama dari strategi global tersebut adalah melipatgandakan jumlah pesepak bola wanita. Pada 2026 nanti, FIFA menargetkan ada 60 juta pesepak bola wanita yang terdaftar di database mereka. FIFA juga bakal memerintahkan agar setiap asosiasi negara anggota sudah memiliki 'rencana komprehensif untuk sepak bola perempuan' pada 2022 mendatang.
Tak cuma itu, FIFA pun kemudian mengutarakan harapan mereka agar keterlibatan para wanita di organisasi tersebut bisa meningkat dengan signifikan. Pada 2022 nanti, mereka ingin agar paling tidak sepertiga dari anggota komisi di FIFA adalah wanita.
Kemunculan strategi global dari FIFA ini terjadi tak lama setelah mereka dihujani kritik dari berbagai pihak terkait penyelenggaraan final Piala Dunia Wanita 2019. Kritik itu berdatangan karena FIFA memberi izin pada Copa America dan Piala Emas untuk menggelar final di hari yang sama dengan hari pertandingan final Piala Dunia Wanita di Prancis.
ADVERTISEMENT
Salah satu pengkritik FIFA itu adalah bek Juventus Women asal Swedia, Petronella Ekroth. Dalam sebuah unggahan di Instagram Story, Ekroth menyebutkan bahwa tindakan FIFA tersebut tidak mencerminkan keseriusan mereka dalam mempromosikan persepakbolaan wanita.
Sampai saat ini, kesetaraan memang masih menjadi masalah terbesar di sepak bola wanita. Pada 2017 lalu, The Guardian merilis sebuah laporan dari Sporting Intelligence yang menyebutkan bahwa gaji Neymar di Paris Saint-Germain yang mencapai 32,9 juta euro per musim itu sama besarnya dengan gaji 1.693 pesepak bola wanita di Jerman, Inggris, Amerika Serikat, Swedia, Australia, dan Meksiko.
Tak cuma dari masalah gaji, soal perlakuan secara umum pun ada perbedaan signifikan di antara pesepak bola pria dan wanita. Di Selandia Baru, misalnya, para pemain Timnas Wanita diperlakukan secara diskriminatif, terutama oleh mantan pelatih dan direktur teknik Andreas Heraf. Padahal, Timnas Wanita Selandia Baru adalah salah satu tim papan atas dunia, di mana mereka selalu berada di jajaran 20 besar.
ADVERTISEMENT
Langkah-langkah untuk menyelesaikan masalah ketidakadilan ini sebenarnya sudah dilakukan di negara-negara tertentu. Apa yang terjadi dengan Timnas Norwegia bisa dijadikan contoh. Para pemain pria di sana bersedia dibayar lebih kecil dari biasanya agar rekan-rekan mereka di Timnas Putri bisa mendapat bayaran setara.
Akan tetapi, cara seperti ini belum menjadi praktik umum di belahan bumi lainnya. Di Amerika Serikat, misalnya, para pemain Timnas Wanita sampai harus mengajukan tuntutan hukum agar bisa dibayar setara dengan para pemain Timnas Pria. Padahal, dari segi prestasi Timnas Wanita Amerika Serikat jauh lebih sukses ketimbang Timnas Pria, dengan keberhasilan mereka menjadi juara dunia tiga kali dan meraih empat medali emas Olimpiade.