Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Filippo dan Simone: Kisah yang Berbeda dari Inzaghi Bersaudara
24 Januari 2018 14:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
ADVERTISEMENT
Dewasa ini, nama Inzaghi amat lekat dengan Simone. Ya, Simone Inzaghi saat ini adalah pelatih asal Italia yang diperhitungkan karena penampilan impresifnya bersama Lazio.
ADVERTISEMENT
Namun, jika melihat dua dekade ke belakang, nama Filippo lebih familiar untuk melengkapi nama depan Inzaghi. Kedua kakak beradik itu adalah nama yang menghiasi jagat sepak bola "Negeri Pizza".
Filippo Inzaghi
Filippo adalah pemain yang spesial. Penjaga gawang sekelas Gianluigi Buffon saja mengakuinya. Skill individu yang standar, postur yang tak begitu menjulang, kecepatannya yang rata-rata dibanding para pemain lain, dan tendangan yang tak keras-keras amat membuat banyak orang menganggap tak ada yang istimewa dari sosoknya.
Sulit menjelaskan secara rinci tentang kelebihan Filippo. Karena memang kehebatan topskorer Serie A 1996/1997 itu tak bak mukjizat, cuma dia seorang yang punya.
Entah mengapa Filippo selalu jeli dalam pengambilan keputusan untuk mencetak gol "aneh" ke gawang lawan. Tengok saja gol pertamanya ke gawang Liverpool di final Liga Champions. Lewat bahunya Filippo berhasil mengelabui Pepe Reina.
ADVERTISEMENT
Setelah mengganggu pagar betis The Reds, Filippo bergerak maju dan membelokkan eksekusi Andrea Pirlo. Sedangkan gol keduanya merupakan kombinasi dari pemanfaatan momentum dan ketenangan dalam mengakhiri peluang usai lolos dari jebakan offside.
Ya, tak terhitung Filippo berada dalam posisi offside, tapi tak terhitung juga aksinya mengancam gawang lawan setelah berhasil mengelabui bek lawan yang menerapkan jebakan tersebut. Bahkan Sir Alex Ferguson pun pernah berceletuk jika Inzaghi terlahir dalam posisi offside.
Dua gol yang disarangkannya ke gawang Liverpool itu membawa Milan menggondol "Si Kuping Besar" untuk kedua kalinya --usai mempersembahkan titel yang sama di edisi 2002/2003.
Rossoneri sendiri menjadi tempat di mana dia meraih banyak gelar. Sepasang Scudetto disusul Coppa Italia, Supercoppa Italia, Piala Super Eropa dan Turnamen Antarklub FIFA adalah rentetan trofi yang diraihnya selain Liga Champions.
ADVERTISEMENT
Sebelum merapat ke San Siro dengan banderol 17 juta poundsterling, Filippo lebih dulu berseragam Juventus. Kendati hanya tiga tahun bersama "Si Nyonya Tua", tiga piala berhasil disumbangkannya yakni trofi Serie A, Supercoppa Italia dan Piala Intertoto.
Semua seakan terlihat mudah bagi Filippo. Namun, kenyataannya tidak demikian. Dia melewati masa-masa sulit karena sempat bermain sebagai pemain pinjaman di berbagai tim semenjana.
Kariernya berawal saat membela tim kota asalnya, Piacenza. Baru dua kali tampil bersama klub berjuluk I Lupi tersebut, Filippo langsung dirental ke AlbinoLeffe yang bermain di Serie C1 dan Hellas Verona yang saat itu merupakan kontestan Serie B.
Hubungan Filippo bersama Piacenza kemudian berakhir manis saat dirinya sukses membawa mereka menjuarai Serie B di musim 1994/1995. Setelah itu Parma menjadi labuhan selanjutnya sekaligus menjadi kesebelasan pertamanya di Serie A.
ADVERTISEMENT
Kariernya kemudian berlanjut di Atalanta. Meski cuma semusim, klub asal Bergamo itu cukup berkesan karena di sanalah Filippo sukses meraih capocannoniere semata wayangnya lewat torehan 24 gol.
Simone Inzaghi
Sama seperti sang kakak, Piacenza jadi klub pertama yang dibela Simone. Alih-alih mendapatkan kesempatan bermain, dirinya mesti rela dipinjamkan ke klub-klub medioker macam Carpi, Lumezzane, dan Novara. Klub yang disebut terakhir jadi tempatnya mendulang gol perdana dalam karier profesionalnya.
Setelah ditempa selama empat tahun Inzaghi mendapatkan kepercayaan untuk tampil bersama Piacenza. Hasilnya tak mengecewakan, 15 gol dari 30 laga di Serie musim 1998/1999 berhasil dibukukan bersama klub berlambang serigala itu.
Penampilan apiknya itu kemudian membuat Lazio kepincut merekrutnya semusim berselang. Perlu diketahui, saat itu Lazio adalah kesebelasan yang diperhitungkan. Supercoppa Italia dan Piala Winners berhasil mereka rengkuh di musim 1998/1999.
ADVERTISEMENT
Berada satu tim dengan Juan Sebastian Veron Sinisa Mihajlovic, Alen Boksic, Pavel Nedved, dan Marcelo Salas tak meredupkan kilau Simone.
Salas boleh menjadi topskorer Lazio di ajang Serie A, tapi Simone-lah yang jadi penyumbang gol terbanyak bagi Biancoceleste di semua ajang lewat 19 gol yang dicetaknya. Penampilan impresifnya di musim perdananya bersama Biancoceleste dibayar lunas lewat Scudetto dan Coppa Italia yang diraihnya.
Sampai di sini karier Simone sepertinya bakal menyamai prestasi sang kakak yang juga berhasil mempersembahkan Scudetto dan Super Coppa Italia di musim pertamanya.
Sayang seribu sayang, hanya itu saja titel bergengsi yang berhasil diraih Simone. Cuma masing-masing sepasang trofi Coppa Italia dan Supercoppa Italia saja yang jadi penghias hingga akhir kariernya.
ADVERTISEMENT
Jangan bandingkan dengan Filippo dengan berbagai gelar yang diraihnya, termasuk trofi Juara Dunia bersama Italia, hal yang tak bisa diwujudkan Simone. Jangankan memboyong titel di level internasional, hanya tiga kali dirinya tampil bersama Tim Nasional Italia.
====
*) kumparanBOLA berkolaborasi dengan Super Soccer TV menghadirkan tayangan-tayangan Serie A di kumparan. Nantikan tanggal mainnya!