Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Sebelas tahun silam Thiago Motta pernah diselamatkan oleh Genoa dan kini dia tengah berusaha membayar utang budi tersebut. Tidak lagi sebagai pemain, melainkan sebagai pelatih.
ADVERTISEMENT
Motta tiba di Genoa pertama kali pada September 2008. Ketika itu dia baru saja dilepas oleh Atletico Madrid. Selama setahun berkostum Atletico, Motta lebih banyak menghabiskan waktu di ruang perawatan dan cuma tampil 10 kali.
Sesungguhnya, Motta adalah pemain berkualitas. Enam tahun di Barcelona dengan catatan 147 penampilan adalah bukti sahihnya. Namun, cedera lutut parah membunuh kariernya di Camp Nou.
Setelah gagal membangkitkan karier di Vicente Calderon, Motta kemudian menyeberang ke Italia, tanah kelahiran leluhurnya. Di sinilah keberuntungan baru mulai menyertainya.
Di bawah asuhan Gian Piero Gasperini, Motta kembali menemukan permainan terbaiknya. Selain itu, dia pun berhasil pulih sepenuhnya dari cedera yang sempat mengancam masa depannya.
Genoa jadi titik balik karier Motta. Hanya semusim di sana, Motta kemudian direkrut oleh Internazionale. Bersama Inter, dia meraih treble winner legendaris pada 2010 silam. Satu tempat di Timnas Italia pun berhasil dia kunci.
ADVERTISEMENT
Motta tiba di Inter pada waktu yang tepat. Kala itu Nerazzurri sedang berada di puncak kejayaan. Saat tanda-tanda penurunan mulai terlihat, Motta pun bergegas angkat kaki untuk bergabung dengan Paris Saint-Germain.
PSG jadi kesebelasan terakhir yang dibela Motta sebagai pemain. Di sini pulalah dia mengawali karier sebagai pelatih. Pria berdarah Brasil itu dipercaya membesut tim U-19 Les Parisiens.
Reputasi sebagai pelatih pun langsung diukir Motta di tim U-19 PSG. Ada dua hal yang membuat namanya langsung melejit sebagai pelatih: Obsesinya terhadap detail dan ide gila dalam bentuk formasi 2-7-2.
Setelah kurang lebih satu setengah tahun menangani tim junior PSG, Motta mendapat panggilan dari presiden Genoa, Enrico Preziosi. Situasi klub sedang runyam menyusul rentetan hasil buruk di bawah Aurelio Andreazzoli.
Hanya satu poin diraih Genoa dalam enam pertandingan terakhir bersama Andreazzoli. Bahkan, dalam laga pemungkasnya, eks pelatih interim Roma itu harus melihat anak-anak asuhnya digulung Parma dengan skor 1-5.
ADVERTISEMENT
Genoa pun terjerembab ke posisi 19 klasemen. Situasi darurat ini kemudian direspons Motta. Pria 37 tahun itu mengemasi barang-barangnya dan segera terbang ke rumah lamanya.
Lima hari kemudian, Genoa berhasil meraih kemenangan dalam pertandingan perdana dengan Motta sebagai pelatih. Setelah tertinggal lebih dulu, Domenico Criscito cs. sukses menang 3-1 atas Brescia.
Kemenangan itu sendiri didapat dengan cara unik. Tiga gol yang dicetak Genoa semuanya dicetak oleh tiga pemain pengganti yang dimasukkan Motta. Belum pernah sebelumnya hal seperti ini terjadi di Serie A.
Seketika, morel ruang ganti Genoa terangkat. Dalam satu pertandingan, Motta sukses mengangkat timnya keluar dari zona degradasi. Seketika, Genoa berani berharap lagi.
Akan tetapi, perjalanan Genoa dipastikan tidak akan mudah. Sebab, setelah menang atas Brescia, mereka harus langsung berhadapan dengan juara Serie A delapan kali, Juventus, pada tengah pekan ini.
ADVERTISEMENT
Juventus sendiri bakal sangat membutuhkan kemenangan di laga melawan Genoa nanti. Semua demi menggeser Internazionale dari puncak klasemen sementara.
Pada pertandingan terakhirnya, Juventus harus rela bermain imbang 1-1 menghadapi Lecce. Di laga itu mereka kehilangan dua pemain kuncinya sekaligus, Miralem Pjanic dan Gonzalo Higuain, yang cedera.
Namun, kala menjamu Genoa, Juventus kemungkinan besar akan kembali diperkuat oleh Cristiano Ronaldo. Selain itu, Douglas Costa yang absen sejak pertengahan September sudah bisa juga dimainkan.
Ya, Genoa memang berhasil menang atas Brescia di laga pertama Motta sebagai pelatih. Akan tetapi, Juventus adalah Juventus. Di Serie A, mereka adalah tim dengan rekor pertahanan terbaik dan satu-satunya yang belum terkalahkan.
Selain itu, pertandingan nanti akan digelar di Allianz Stadium. Dari enam laga resmi musim ini di stadion tersebut, Juventus selalu menang, termasuk atas Napoli dan Bayer Leverkusen.
Lalu, bagaimana kans Motta dan Genoa pada pertandingan tersebut? Mampukah mereka setidaknya mencuri angka dari markas 'Si Nyonya Tua'? Apa yang harus mereka lakukan untuk mewujudkan itu?
ADVERTISEMENT
Menilik apa yang sejauh ini sudah dicatatkan, Genoa tampak punya masalah pada keseimbangan. Untuk ukuran tim papan bawah mereka sebetulnya terbilang produktif. Sayangnya, Cristian Romero dkk. terlalu sering kebobolan.
Maka, langkah paling realistis yang bisa diambil Motta pada laga nanti adalah merapatkan pertahanan. Kebetulan, Juventus punya persoalan dalam mencetak gol.
Memang, saat ini Juventus sudah mencetak 16 gol. Akan tetapi, angka itu tergolong rendah, khususnya untuk tim empat besar. Sassuolo yang duduk di urutan ke-15 saja cuma mencetak satu gol lebih sedikit dari mereka.
Padahal, menurut catatan WhoScored, Juventus adalah tim dengan jumlah upaya tertinggi ketiga di Serie A dengan catatan 18 tembakan per laga. Dengan kata lain, penyelesaian akhir Juventus terbilang buruk.
ADVERTISEMENT
Laga melawan Lecce bisa menjadi acuan terbaru. Pada pertandingan itu Juventus mencatatkan 71% penguasaan bola dan melepaskan 25 tembakan. Namun, dari sana hanya satu gol tercipta, itu pun lewat titik penalti.
Dalam laga tersebut terlihat bagaimana Lecce sangat fokus pada pertahanan. Mereka bermain dengan garis pertahanan rendah dengan menumpuk pemain di sepertiga akhir serangan Juventus.
Cara itu memang terlihat simpel, tetapi hasilnya efektif. Bahkan, Lecce bisa melepaskan sampai 10 tembakan pada laga itu. Metode ini bisa dikopi oleh Genoa dalam upaya meraih angka.
Di bawah Motta, Genoa bermain dengan pakem empat bek. Awalnya dia memang masih bertahan dengan pola tiga bek, tetapi pada babak kedua Motta mengubah formasi dengan memainkan empat bek.
ADVERTISEMENT
Pakem empat bek itulah yang kemudian membuahkan kemenangan. Menghadapi Juventus, kemungkinan besar Motta akan langsung memainkan formasi empat bek sejak menit awal.
Saat melawan Brescia, formasi 4-3-3 jadi pilihan Motta di babak kedua. Formasi ini bisa sangat efektif untuk mencuri serangan balik terutama jika Juventus nanti bermain dengan pola 4-3-1-2.
Motta sendiri, dalam konferensi pers jelang laga, mengindikasikan bahwa dia akan menurunkan pemain-pemain terbaiknya. Itu artinya, para pencetak gol ke gawang Brescia, termasuk Goran Pandev, kemungkinan akan bermain.
Dengan situasi seperti ini, Genoa tentu punya kans mencuri poin dari Allianz Stadium. Perlu diingat, musim lalu Genoa adalah satu-satunya tim yang tak bisa ditundukkan Juventus di Serie A.
Di Allianz Stadium pada musim lalu, Genoa sukses menahan imbang Juventus 1-1. Lalu, saat berlaga di Luigi Ferraris, gol-gol dari Stefano Sturaro dan Pandev sukses membuat Juventus bertekuk lutut.
ADVERTISEMENT
Dua hasil itu adalah bukti bahwa Genoa punya reputasi sebagai penjegal Juventus. Bersama Motta, kemungkinan itu terjadi lagi terbuka lebar. Apalagi, tanpa kehadiran Pjanic, Juventus bakal kehilangan pengatur permainan.
Namun, supaya kemenangan atau keberhasilan mencuri poin bisa terwujud, Genoa dilarang gegabah. Salah-salah, niat membangun momentum bisa jadi pukulan telak ke arah sternum.