Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Ketahuilah PSSI, Nasionalisme Tak Sesempit Itu...
23 Desember 2017 8:13 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
ADVERTISEMENT
Beberapa pekan belakangan ini, sepak bola Tanah Air kembali gaduh. Selain klub-klub Liga 1 yang menjerit soal utang dana subsidi dan hak siar yang belum dibayar PT Liga Indonesia Baru, polemik lain muncul terkait pernyataan Ketua Umum Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) Edy Rahmayadi soal kepergian sejumlah pemain Indonesia ke luar negeri.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, Evan Dimas Darmono dan Ilham Udin Armaiyn telah memutuskan untuk berlabuh bersama klub asal Malaysia, Selangor FA, mulai musim depan. Situasi pun berjalan sebagaimana mestinya. Karena, toh perpindahan pemain dari satu klub ke klub lain atau negara lain merupakan peristiwa yang teramat wajar dalam sepak bola.
Namun, hal itu nyatanya dilihat dengan perspektif berbeda oleh Edy. Secara mengejutkan, ia menyatakan bahwa pemain yang berlaga di kompetisi di luar Indonesia adalah orang-orang yang tak memiliki jiwa patriotisme alias tak nasionalis.
Awalnya, banyak yang menganggap pernyataan itu sebagai lelucon. Tetapi, lambat-laun persoalan itu semakin menjurus kepada hal serius. Edy bahkan terlihat sangat bernafsu dengan ingin memanggil pemain-pemain yang akan berlaga di luar negeri tersebut.
ADVERTISEMENT
Keinginan Edy itu memang benar-benar terwujud. Tepatnya pada 12 Desember lalu, ketika PSSI memanggil pemain-pemain seperti Evan Dimas, Ilham Udin, dan Ryuji Utomo yang akan berlaga di liga Malaysia dan Thailand musim depan.
Kendati demikian, PSSI menyangkal pertemuan itu sebagai tindaklanjut dari keinginan Edy. Mereka berdalih hanya ingin menyamakan visi dan misi terkait jadwal klub para pemain dengan tim nasional.
Okelah, apapun alasan PSSI, tetapi, semenjak saat itu, kegaduhan mulai sedikit reda. Berbagai sanggahan kemudian dikeluarkan PSSI untuk meluruskan polemik yang kadung menjadi konsumsi publik itu--bahkan sampai ke mancanegara.
Sudah selesai, kah? Belum. Babak baru soal dagangan nasionalisme berbalut sepak bola itu malahan memasuki babak baru ketika Edy kembali meneriakkan hal serupa. Kali ini, bahkan terasa lebih tajam.
ADVERTISEMENT
Dalam acara Malam Penganugerahan Liga 1, Jumat (22/12/2017) malam, Edy kembali menyinggung mengenai polemik pesepak bola Tanah Air yang akan merumput di luar negeri.
“Jangan ada (pemain) yang keluar dari Indonesia, yang keluar Indonesia saya coret dari PSSI. Siapapun, kalau negara memanggil, tak boleh menolak. Kalau menolak, berarti pengkhianat bangsa,” seru Edy.
Menelaah dari pernyataan itu, sepak bola Indonesia--yang memang sudah ketinggalan--maka kini akan semakin terpuruk. Bagaimana bisa, pemain yang berlaga di luar Indonesia tak diakui oleh induknya? Apa hubungannya?
Edy lantas mengaitkannya dengan panggilan bangsa. Ya, benar, masalah nasionalisme lagi-lagi diungkit.
Entah dari mana formulasinya, pemain yang bermain di luar kompetisi negaranya dicap sebagai tak nasionalis. Kalau begitu, sudah berapa ribu pesepak bola yang telah berkhianat kepada negaranya saat ini? Tapi, untungnya hanya satu kepala yang berpikiran seperti itu.
ADVERTISEMENT
Menyoal panggilan negara, dalam konteks ini adalah memperkuat Timnas Indonesia, Edy seharusnya tak perlu khawatir. Tak usah sampai mengecap sang pemain sebagai pengkhianat segala. Karena, soal pemanggilan pemain ke timnas sudah diatur oleh FIFA.
Dalam Pasal 36 ayat 2 Statuta FIFA soal Regulasi Transfer dan Status Pemain, diatur syarat-syarat seorang pemain bisa memperkuat negaranya. Mereka bahkan diwajibkan--sekali lagi, wajib--memenuhi panggilan federasi untuk memperkuat timnas dalam beberapa pertandingan dengan status resmi.
Resmi dalam hal ini adalah terdaftar dalam agenda FIFA. Beberapa bentuk pertandingan itu adalah partai kualifikasi, persahabatan, dan turnamen. Intinya, ketiga jenis pertandingan itu merupakan laga yang diakui FIFA dengan tanggal yang sudah ditetapkan.
Menilik regulasi itu, bola sejatinya berada di tangan PSSI. Sejauh mana mereka bisa mengatur jadwal pertandingan Timnas Indonesia sesuai dengan kalender FIFA. Karena, selama ini, persoalan itu yang memang tak kunjung terselesaikan, bukan?
ADVERTISEMENT
Jadwal kompetisi yang hampir selalu berbenturan dengan agenda resmi FIFA untuk timnas. Akibatnya, timnas harus mengalah dengan tak bertanding di matchday FIFA. Kalaupun dalam tanggal resmi FIFA, PSSI yang alpa mendaftarkannya. Serba salah.
Padahal, FIFA sudah merilis tanggal-tanggal pertandingan resmi selama satu tahun bahkan pada akhir tahun sebelumnya. Tinggal PSSI saja yang mencocokkan.
Karena itu, sudah sepatutnya Edy tak perlu cemas bahwa pemain yang berkarier di luar negeri akan mangkir panggilan negara. Karena, FIFA sudah mengatur bahwa klub-klub di belahan dunia manapun harus melepas para pemainnya yang dipanggil untuk memperkuat negaranya. Asalakan, pertandingan itu terdaftar sebagai agenda resmi FIFA.
Jadi, tak usah khawatir lah. Waktu tempuh Kuala Lumpur-Jakarta hanya dua jam penerbangan, kok. Yang harus dikhawatirkan justru PSSI yang tak mampu mengatur pertandingan skuat “Garuda” pada kalender resmi FIFA. Kenapa?
ADVERTISEMENT
Karena pada pasal serupa, FIFA juga mengatur bahwa klub tak wajib melepas pemainnya yang dipanggil untuk memperkuat timnas jika pertandingan itu tak masuk ke dalam agenda resmi mereka.
Dalam bulir tentang pertandingan persahabatan di luar agenda resmi, FIFA mengatur, “Laga ini bukan merupakan prioritas dari sebuah pertandingan nasional. Klub tidak diwajibkan untuk melepas pemainnya yang dipanggil (ke timnas) jika pertandingan persahabatan diadakan di luar koordinat kalender internasional. Sehubungan dengan Pasal 36 ayat 4, pemain hanya akan dilepas untuk memperkuat timnas jika klub setuju untuk melepasnya.”
Jika Edy memahami situasi tersebut, maka diksi nasionalisme tak perlu digembor-gemborkan dalam ranah sepak bola. Percayalah, nasionalisme dalam sepak bola tak sesempit itu. Semua sudah diatur melalui regulasi FIFA.
ADVERTISEMENT
Jadi, biarlah nasionalisme itu hidup dalam jiwa setiap pemain. Karena, tujuan akhir dari pesepak bola nasional adalah untuk bisa memperkuat timnas. Untuk bisa berseragam Garuda di dada. Mengharumkan nama bangsa dan negara. Jangan ragukan itu.
Malu rasanya masih mempertanyakan nasionalisme Evan Dimas dan Ilham Udin yang sudah pernah bercucur peluh dan berjuang mati-matian hingga berhasil mempersembahkan gelar juara Piala AFF U-19 pada 2013 silam. Malu.