Ketua Viking soal Hukuman Kerja Sosial dari Komdis PSSI: Unik dan Rancu

8 September 2023 13:41 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tobias Ginanjar Sayidina, Ketua Viking Frontline. Foto: Sandy Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Tobias Ginanjar Sayidina, Ketua Viking Frontline. Foto: Sandy Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Viking Persib Club, Tobias Ginanjar, buka suara usai mendapatkan sanksi dari Komisi Disiplin (Komdis) PSSI. Tobias mendapatkan sanksi berupa kerja sosial.
ADVERTISEMENT
Tobias dinilai kedapatan dengan sengaja menghadiri dan menonton pertandingan di Stadion Jatidiri Semarang. Komdis PSSI menghukumnya dengan sanksi kerja sosial, yaitu diwajibkan melakukan imbauan kepada komunitas untuk tidak hadir pada pertandingan away, baik dengan atribut maupun tanpa atribut dan dipublikasikan melalui akun media sosial.
Namun, Tobias menganggap hukuman itu rancu. Menurutnya, hukuman itu tidak ada dalam kode disiplin PSSI.
“Menurut saya sanksinya cukup unik, cukup rancu karena saya berpikir seharusnya sanksi itu mengacu kepada kode disiplin PSSI, cuma saya tidak melihat. Saya sih ragu bahwa ada sanksi sosial dan lain sebagainya di kode disiplin, sehingga saya kurang paham bahwa itu mengacunya pada aturan yang mana,” papar Tobias dikutip Simamaung.
“Saya tidak akan terlalu menanggapi. Dalam artian, saya mengabaikan bukan tidak menghargai PSSI ya, tapi saya melihat sanksinya itu tidak mengacu pada kode disiplin yang dibuat PSSI itu sendiri. Kalau ada mekanisme banding ya akan saya tempuh, tapi di suratnya katanya tidak bisa banding,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Viking Persib begitu ramai. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Lebih lanjut, Tobias mengatakan jika sanksi kepada personal suporter tersebut punya kode disiplin, seharusnya bukan hanya ia yang mendapatkan sanksi serupa. Komdis PSSI tak boleh tebang pilih dalam memberikan hukuman.
“Ya itu biar masyarakat yang menilai tapi yang pasti seharusnya sebuah aturan itu berlaku untuk semua, jadi enggak boleh tebang pilih, harusnya berlaku sama untuk semua, jadi kalau ada indikasi ini kok enggak, ini kok iya, tentunya harus dipertanyakan lebih lanjut,” bebernya.