Kisah Claudio Marchisio, Pangeran Juventus yang Dulunya Ball Boy di Delle Alpi

3 Juni 2021 15:46 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks pemain Juventus, Claudio Marchisio. Foto: MARCO BERTORELLO / AFP
zoom-in-whitePerbesar
Eks pemain Juventus, Claudio Marchisio. Foto: MARCO BERTORELLO / AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Claudio Marchisio menghabiskan sebagian besar kariernya bersama raksasa Italia, Juventus. Berawal dari sekadar tifosi, pria asli Turin itu kini tumbuh jadi salah satu simbol klub.
ADVERTISEMENT
Marchisio lahir di Turin, Italia, pada 19 Januari 1986. Anak bungsu dari tiga bersaudara itu pun tumbuh dalam keluarga Juventini dan merupakan pemegang tiket musiman. Ia pun lebih dulu bertindak sebagai ball boy di stadion Delle Alpi. Itu merupakan markas bersama Juventus dengan Torino.
Ketertarikannya pada sepak bola kemudian membawa Marchisio kecil bergabung dengan tim anak-anak klub olahraga satelit Fiat, Sisport, hingga dia masuk akademi Juventus pada usia tujuh tahun. Sejak itu, perjalanan karier pria kelahiran 19 Januari 1986 itu bersama klub kebanggaannya pun dimulai hingga berjalan selama 25 tahun.
Kehidupan Marchisio memang tak bisa dilepaskan dari sejarah Juventus. Dia memulai pengabdian di tim akademi selama 12 tahun sebagai trequartista atau penyerang lubang. Namun, Marchisio remaja kemudian diberi peran lebih berat sebagai jenderal lapangan tengah.
ADVERTISEMENT
Dengan modal visi membaca permainan yang baik, dia terus mengembangkan kemampuan taktikal demi bisa berlaga untuk Juventus, sekaligus tampil bersama pemain idolanya, Del Piero. Pelatih Juventus saat itu, Fabio Capello, akhirnya memanggilnya berlatih dan mendaftarkannya di skuat musim 2005/06.
Eks pemain Juventus, Claudio Marchisio. Foto: HECTOR RETAMAL / AFP
Saat itu Marchisio yang masih 18 tahun memang belum mendapatkan debut, karena lini tengah La Vecchia Signora sendiri masih dihuni pemain-pemain papan atas sekelas Emerson, Patrick Vieira, hingga Pavel Nedved.
Namun, skandal pengaturan skor Calciopoli 2006 akhirnya mendatangkan keberuntungan baginya, meski Juventus harus menderita karena dihukum degradasi ke Serie B dan dua Scudetto terakhir dicabut.
Didier Deschamps yang menangani tim saat itu, mulai memberi kepercayaan kepada Marchisio muda, seiring dengan hengkangnya sejumlah pemain bintang.
ADVERTISEMENT
Namun, setelah ikut berperan membantu I Bianconeri kembali ke Serie A dengan menjuarai Serie B, Marchisio malah dipinjamkan ke klub kontestan lain, Empoli.
Musim berikutnya, pelatih Claudio Ranieri akhirnya memberi kesempatan padanya, hingga perjalanan menjadikannya sebagai salah satu tulang punggung di lini tengah Si Nyonya Tua.
Eks pemain Juventus, Claudio Marchisio. Foto: MIGUEL MEDINA / AFP
Marchisio juga berperan penting selama tujuh musim ketika klub kembali melanjutkan dominasinya sebagai jawara Serie A sejak 2011/12, dan ketangguhan Juventus meraih scudetto secara beruntun terus berlanjut hingga delapan kali di musim lalu.
Kerja sama Marchisio dengan Arturo Vidal dan Andrea Pirlo pun sempat dikenal sebagai lini tengah terbaik di Italia dengan julukan ‘Trio MVP’. Perannya seolah tak tergantikan dan dijuluki sebagai Il Principino alias ‘Pangeran Kecil’.
ADVERTISEMENT
Meski kerap berurusan dengan cedera, ia tak pernah lelah untuk menggiring bola demi Sang Nyonya. Dengan cara yang sederhana namun krusial, Marchisio mampu kendalikan pertandingan dengan menjadi penghubung antara lini belakang ke lini serang.
Namun, cedera lutut parah yang dialaminya di musim 2015/16 mulai menggerogoti performa pemain ‘pemilik’ nomor punggung ‘8’ ini. Perlahan, Marchisio mulai tergantikan, hingga akhirnya dia memilih mengalah dengan mengakhiri kontraknya yang masih tersisa satu tahun pada akhir musim 2018/19, dan lalu pindah ke Zenit St. Petersburg di Rusia.
Setelah kontraknya di Rusia tak lagi berlanjut, Marchisio memutuskan ‘pulang’ ke Turin, dan ternyata dia memilih untuk mengakhiri karier di usia yang terbilang belum terlalu tua; masih 33 tahun.
Marchisio dengan trofi scudetto. Foto: Reuters/Giorgio Perottino
“Saya berjanji pada anak yang bermimpi menjadi pemain sepakbola, ‘saya akan bermain sampai saya merasakan keajaiban melangkah ke lapangan’. Saya tak memenuhi janji saya lagi, itu sebabnya saya lebih suka berhenti. Jadi, terima kasih, mimpimu, kamu memberi saya kekuatan, kesuksesan, dan kegembiraan,” ungkap Marchisio saat itu, dikutip dari Football Italia.
ADVERTISEMENT
Marchisio memilih untuk mengumumkan keputusan pensiunnya di markas Juventus. Hal tersebut dilakukan Pria yang kini berusia 35 tahun itu karena ingin mengawali dan mengakhiri kariernya bersama La Zebre.
Marchisio dalam laga bersama Timnas Italia. Foto: Reuters
Menurut catatan Transfermarkt, Marchisio berhasil mencatat 389 penampilan dengan koleksi 37 gol dan 43 assist, serta 15 trofi dan dua kali membawa tim masuk ke final Liga Champions. Kegagalan di Liga Champions itu pun sekaligus jadi salah satu dari dua hal yang disesali sepanjang kariernya.
“Penyesalan saya adalah tidak memenangi trofi Liga Champions bersama Juventus dan Piala Eropa bersama tim nasional Italia,” pungkas pemilik 55 caps dengan lima gol di tim nasional senior dan pemenang Toulon Tournament 2008 bersama tim nasional Italia U-21 itu.
ADVERTISEMENT
****