Kisah Enzo Francescoli: Pangeran Uruguay yang Kariernya Terpuruk di Italia

4 Maret 2021 13:50 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Eks pemain Timnas Uruguay, Enzo Francescoli. Foto: AFP
zoom-in-whitePerbesar
Eks pemain Timnas Uruguay, Enzo Francescoli. Foto: AFP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Enzo Francescoli. Pada masanya, ia pernah menjadi andalan Timnas Uruguay. Namun, kegemilangan kariernya harus tercoreng ketika dirinya merumput di Liga Italia.
ADVERTISEMENT
Mengawali karier sepak bola profesional bersama Wanderers, sebuah klub kecil di tanah kelahirannya, Francescoli sudah memperlihatkan kepada khalayak luas bahwa kemampuannya tergolong spesial untuk ukuran seorang pemain belia.
Keadaan itu pula yang lantas membuat salah satu tim raksasa di Liga Argentina, River Plate, memboyongnya ke Buenos Aires pada 1983. Keputusan yang dibuat oleh manajemen klub berjuluk La Banda itu ternyata bukan sebuah kesalahan.
Bareng klub yang bermukim di Stadion Monumental tersebut, Francescoli menyihir publik sepak bola Argentina dan dunia dengan kemampuan hebatnya mengolah si kulit bundar.
Sebagai gelandang serang yang aksi-aksinya begitu elegan di atas rumput hijau, Francescoli membantu River Plate memenangi titel Liga Argentina di musim 1985/1986.
Eks pemain Timnas Uruguay, Enzo Francescoli. Foto: DANNY GOMEZ / AFP
Selama tiga musim membela panji La Banda, Francescoli pun sanggup berlaga di lebih dari 100 pertandingan. Pada musim keduanya, Francescoli sempat meraih gelar top skor dengan mencetak 29 gol sepanjang musim. Dia pun adalah orang non-Argentina pertama yang meraih penghargaan Pemain Terbaik Argentina pada saat itu.
ADVERTISEMENT
River Plate adalah Francescoli dan Francescoli adalah River Plate menjadi salah satu jargon yang begitu mashyur ketika itu.
Performa brilian yang disuguhkan Francescoli pada akhirnya menarik atensi klub-klub sepak bola di Benua Biru. Kesebelasan asal Prancis, Racing Club Paris, menjadi pihak yang mujur karena bisa mendapatkan tandatangan Francescoli jelang bergulirnya musim kompetisi 1986/1987.
Tragisnya, walau selalu menjadi andalan RC Paris, Francescoli tak mampu menghadiahkan trofi apa pun bagi klub yang sekarang berada di kasta bawah sepak bola Prancis.
Namun, kualitas ciamik yang dimiliki Francescoli tetap membuat sejumlah tim menaruh minat terhadapnya.
Eks pemain Timnas Uruguay, Enzo Francescoli. Foto: DANIEL LUNA / AFP
Salah satu tim papan atas di Liga Prancis yang begitu digdaya pada akhir 1980-an, Olympique Marseille, menjadi pelabuhan anyar pemain dengan julukan El Principe tersebut pada musim 1989/1990.
ADVERTISEMENT
Francescoli pun menjalani musim terbaiknya di Prancis bersama Les Olympiens. Ia bergabung dengan tim bertabur bintang yang dihuni oleh Jean Pierre Papin, Abedi Pele dan Chris Waddle. Duetnya dengan Papin menghasilkan total 41 gol, dan 11 gol di antaranya dicetak oleh Francescoli.
Berkat kualitas mumpuni yang ada di skuatnya, gelar juara liga pun berhasil digenggam erat pada pengujung musim tersebut.
Sedikit trivia, momen Francescoli membela Marseille ini pula yang membuat sosok maestro sepak bola di pengujung 1990-an hingga pertengahan 2000-an asal Prancis, Zinedine Zidane, mengidolainya.
Zidane bahkan sampai memberi semacam tribute dengan menamai salah seorang putranya menggunakan nama Enzo yang berasal dari nama depan Francescoli.
Sayangnya, karier Francescoli bareng Marseille berlangsung amat singkat, satu musim saja. Konon, keputusan Francescoli cepat-cepat meninggalkan Prancis adalah godaan yang amat santer dari klub Liga Italia, Cagliari.
ADVERTISEMENT
Tapi ternyata, Serie A bukan tujuan yang bagus bagi Francescoli. Pada dua musim perdananya bersama Gli Isolani, ia hanya mencetak 10 gol dari 67 pertandingan.
Sementara musim ketiganya juga tak kunjung membaik. Francescoli hanya mengoleksi tujuh gol saja dari 32 pertandingan yang ia lakoni.
Meski demikian di penghujung musimnya bersama Cagliari, ia tetap mendapat penghargaan dengan namanya dimasukkan ke Hall Of Fame Cagliari serta ke dalam 11 pemain terhebat yang pernah membela klub ini. Sebuah refleksi betapa dia dikagumi oleh para suporter.
Tampaknya tahun 90an menjadi tahun yang paling bikin frustrasi bagi pemain ini. Bukan hanya kariernya di klub tapi juga di tim nasional. Hijrah ke Torino juga sepertinya bukan jawaban bagi kebuntuan yang sedang Francescoli rasakan. Bersama Il Toro, ia cuma mencetak tiga gol saja dari 24 pertandingan.
ADVERTISEMENT
Rentetan performa jeblok itu memaksa Francescoli pulang ke River Plate di tahun 1994 meski telah berumur 33 tahun.
Ajaibnya, setelah kembali mengenakan seragam putih dengan selempang merah khas La Banda, grafik permainan Francescoli meningkat drastis. Dirinya justru terlihat seperti kelapa yang semakin tua justru performanya semakin ciamik.
Bermain sekurangnya di 80 laga, sejumlah titel seperti dua titel Apertura dan dua gelar Clausura Liga Argentina plus masing-masing satu Copa Libertadores serta Copa Sudamericana berhasil dimasukkannya ke dalam lemari trofi La Banda.
Di periode keduanya membela River Plate, Francescoli bermain hingga usia 36 tahun alias selama tiga musim. ia mengakhiri kariernya pada 1998 dengan catatan angka mengesankan: 220 gol dalam 572 pertandingan klub; Pencetak gol terbanyak ketujuh sepanjang masa River Plate dengan 137 gol dari 217 pertandingan.
ADVERTISEMENT
Naik-turun penampilan Francescoli di ajang sepak bola juga memengaruhi permainan tim nasional Uruguay di era 1980-an sampai 1990-an secara keseluruhan. Kala itu, dirinya selalu menjadi poros utama permainan Los Charruas di berbagai ajang yang mereka itu.
Walau saat tampil di Piala Dunia 1986 dan 1990 Uruguay mesti angkat koper lebih cepat lantaran keok di fase 16 besar, namun prestasi yang diukirnya di ajang Copa America terasa begitu legit.
Pada lima kesempatan berbeda yakni Copa America 1983, 1987, 1989, 1993 dan 1995, Francescoli sukses mengantar Uruguay menjadi kampiun pada edisi yang disebut pertama, kedua, dan terakhir. Pencapaian yang sangat luar biasa tentunya. Ia menyumbang 17 gol dalam 73 pertandingan internasional untuk Uruguay.
ADVERTISEMENT
Francescoli telah memberi contoh nyata kepada siapa saja tentang cara yang ditempuhnya guna mempertahankan status sebagai salah satu pesepak bola terbaik di dunia pada masanya.
Sebuah kisah gemilang yang tentu saja bisa kita jadi suri tauladan untuk menjalani kehidupan. Asal tidak keburu putus asa, segala sesuatunya tentu masih bisa diperjuangkan.
****