Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Kisah Marcello Lippi: Dari Pemain yang Cupu hingga Pelatih Tersukses di Dunia
23 Februari 2021 15:05 WIB

ADVERTISEMENT
Marcello Lippi adalah salah satu pelatih tersukses dari Italia. Tak banyak yang tahu, ia tidak bagus-bagus amat saat masih aktif jadi pemain di Serie A.
ADVERTISEMENT
Lippi lahir di Viareggio, sebuah kota di pelataran Laut Tirenia, 12 April 1948. Selama menjadi pemain sepak bola, ia bermain sebagai pemain bertahan dan menghabiskan sebagian besar kariernya bersama Sampdoria di tahun 1969 hingga 1980.
Pada waktu itu, ia tampil dalam 274 pertandingan liga untuk Blucerchiati. Lippi pun tercatat tidak mampu meraih trofi apa pun ketika aktif menjadi pesepak bola.
Di level Internasional, selama menjadi pemain sepak bola, Lippi terhitung bukanlah seorang pemain hebat. Tak pernah sedikitpun mencicipi masa-masa kebanggaan sebagai pemain untuk mengenakan kostum kebangsaan di level senior (timnas Italia).
Satu-satu kebanggaan yang mungkin dapat Lippi rasakan hanyalah sekadar bermain untuk timnas Italia U-23, dan itu pun relatif singkat.
ADVERTISEMENT
Tahun 1980, ia pindah ke Pistoiese, yang berada di Serie A saat itu, tapi terdegradasi pada akhir musim 1980-1981. Dia pun akhirnya menghabiskan satu tahun dengan Pistoiese di Serie B sebelum pensiun pada tahun 1982.
Setelah menyatakan gantung sepatu, Lippi tidaklah langsung menghilang dari aktivitas sepak bola. Ia kembali ke Sampdoria di tahun itu untuk melatih tim muda Il Samp. Dari kesebelasan asal kota Genoa tersebutlah kisah barunya kembali di mulai. Sebagai pelatih, tentu saja.
Tiga tahun menangani kesebelasan primavera, Lippi akhirnya memutuskan untuk berkelana ke berbagai kesebelasan dengan menghabiskan satu dekade melatih delapan kesebelasan yang berbeda.
Hingga akhirnya mendarat di kota Turin tahun 1994 untuk melatih Juventus. Di musim pertamanya bersama Juventus, karier Lippi terhitung sangat mengesankan.
ADVERTISEMENT
Pria yang identik dengan cerutu ini sukses menyabet gelar Scudetto, Coppa Italia dan Super Coppa Italia. Sebagai catatan, Juventus masih kesulitan mengejar gelar ke-14 Coppa Italia hingga kini.
Lippi kemudian memberikan serangkaian piala tambahan, termasuk Liga Champions 1996 dan dua scudetto secara beruntun di tahun 1997 dan 1998.
Setelah mengukir serangkaian cerita manis di Juventus, Lippi pun menyeberang ke kota Milan di tahun 1999 untuk mencoba mengukir cerita manis bersama Inter. Tapi semua tidak berjalan sesuai harapan. Lippi dinilai gagal di musim pertamanya, 1999-2000, dan dipecat setelah menjalani satu pertandingan di musim 2000-2001.
Pemecatan itu pun membuat Juventus kembali merekrut Lippi setelah musim 2000-2001 berakhir. Setelah kembali ke Juventus, Lippi kembali menjadi juara Italia; dan ia melakukannya sebanyak dua kali.
ADVERTISEMENT
Pada 2004, Federasi Sepak Bola Italia menunjuk Lippi sebagai manajer tim nasional, menggantikan Giovanni Trapattoni. Dia membantu Azzurri memenangi gelar juara bergengsi, Piala Dunia 2006 di Jerman.
Namun kisah manisnya bersama Azzurri harus berakhir memilukan setelah Italia gagal lolos dari putaran grup Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan.
Gagal bersama timnas Italia tak lantas memudarkan pesonanya sebagai pelatih kelas dunia. Setelah sempat menganggur selama dua tahun, akhirnya Lippi memutuskan berpetualang ke negeri Cina di tahun 2012 bersama kesebelasan Guangzhou Evergrande.
Catatan manis di Asia bersama Guangzhou pun kembali ia ukir dengan meraih piala Chinese Super League tiga kali secara beruntun, satu gelar Chinese FA Cup, dan AFC Champions League di tahun 2013. Catatan tersebut ia ukir hanya dalam kurun waktu 2012 hingga 2014.
ADVERTISEMENT
Tentu saja hal itu membuat Lippi menjadi seorang pahlawan bagi Guangzhou. Ia pun dengan rasa percaya dirinya menuliskan sebuah status di akun twitter dengan kalimat Il Mister ha Vinto Ancora (Mister kembali menang).
Kalimat tersebut jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia akan mengandung makna rasa percaya diri tinggi yang menegaskan jika ia pernah menguasai Eropa dan dunia, serta mampu berjaya di tengah keterbatasan negara dunia ketiga.
Setelah begitu lama berkecimpung di dunia kepelatihan, Lippi merasa cukup. Pria asal Italia itu merasa sudah terlalu tua dan kondisi fisiknya tak bisa lagi mengimbangi pekerjaan berat seorang pelatih.
Piala AFC Champions League pun menjadi persembahan terakhirnya bagi Guangzhou dan piala terakhirnya selama menjadi pelatih. Setelah itu, Lippi sempat menukangi Timnas China. Namun, ia hanya mampu mencapai perempat final Piala Asia 2019.
ADVERTISEMENT
Setelah meninggalkan posisinya di Negeri Tirai Bambu pada November 2019, Lippi tak lagi menerima job apa pun. Alhasil, dia pun menyatakan sudah pensiun pada tahun 2020 lalu.
****