Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Kematian George Floyd memperbesar gaung kampanye anti-rasialisme bertajuk ‘Black Lives Matter’ secara masif. Berbagai pihak turut terlibat dalam kampanye tersebut, termasuk klub-klub Premier League .
ADVERTISEMENT
Salah satu cara yang digunakan klub-klub Premier League untuk menyuarakan dukungan mereka adalah dengan berlutut. Liverpool menjadi klub Premier League pertama yang melakukan itu.
Aksi Liverpool kemudian diikuti oleh Chelsea dan Newcastle United. Terkhusus Chelsea, skuat asuhan Frank Lampard itu berlutut sembari membentuk formasi seperti huruf ‘H’, yang menjadi inisial dari ‘Human’ (manusia).
Berlutut memang menjadi salah satu cara untuk menyampaikan pesan anti-rasialisme. Yang mempopulerkan cara tersebut adalah atlet NFL, Colin Kaepernick.
Ketika membela San Francisco 49ers pada 2016, Kaepernick berlutut saat lagu kebangsaan Amerika Serikat didengungkan. Apa yang dilakukan Kaepernick jelas bertolak belakang dengan apa yang mesti dilakukan ketika lagu kebangsaan dinyanyikan.
Namun, Kaepernick memang memberontak. Ia ingin memprotes segala bentuk rasialisme yang masih mendarah daging di Amerika Serikat—yang terbukti setelah George Floyd tiada.
ADVERTISEMENT
Dari situ, wajar apabila aksi Kaepernick menjadi bentuk dukungan ‘Black Lives Matters’. Wajar apabila klub-klub Premier League mengikuti aksi Kaepernick.
Tentu, tak hanya Chelsea, Newcastle, dan Liverpool yang menyuarakan ‘Black Lives Matter’. Beberapa klub lain mengampanyekan hal yang sama, tetapi tidak dengan berlutut.
Arsenal, misalnya, yang mengunggah foto berwarna hitam sebagai bagian dari #BlackoutTuesday, yang awalnya merupakan bentuk protes dari industri musik atas kematian George Floyd dan rasialisme secara keseluruhan.
Manchester United, Tottenham Hotspur, Manchester City, dan klub-klub Premier League juga turut mendukung ‘Black Lives Matter’ lewat platform yang mereka miliki.
Para pemain Premier League juga tak ketinggalan.
Bek Newcastle, DeAndre Yedlin—yang berkebangsaan Amerika Serikat—memberikan pesan lewat cerita kakeknya yang menyentuh. Sementara, Marcus Rashford dan Paul Pogba menuntut adanya keadilan untuk George Floyd .
ADVERTISEMENT
Bagaimanapun caranya, memang sudah waktunya klub-klub serta pemain Premier League beraksi lebih untuk mengampanyekan anti-rasialisme. Perlu diingat bahwa rasialisme di Premier League sendiri belum punah.
Di Premier League 2019/2020 saja, ada beberapa kasus rasialisme yang terjadi. Mulai dari apa yang menimpa Paul Pogba di media sosial pada Agustus 2019, hingga ejekan dengan suara kera yang dialami oleh bek Chelsea, Antonio Ruediger, pada Desember 2019.
***
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
Yuk, bantu donasi atasi dampak corona.
-----
Ayo, ikutan Home of Premier League dan menangi 1 unit SmartTV dan 2 Jersi Original klub Liga Inggris. Buruan daftar di sini .